5

9.6K 1.1K 81
                                    

                  Bab 5




Kinanti berjalan masuk ke dalam kamar Arveno sembari membawa satu piring nasi goreng beserta obat pereda rasa sakit yang ia temukan di dalam lemari obat milik pria itu.

"Bos," panggil Kinan setelah meletakkan tatakan di atas nakas. "Bangun sebentar. Isi perut dan minum obat dulu, Bos," ujarnya menggoyangkan sedikit tubuh Arveno.

Kinanti menghela napas berat seraya menatap gemas pria yang entah benar-benar terlelap atau hanya pura-pura saja.

Kinanti tadi sudah mengobati luka di kening Arveno dan memastikan tidak akan ada lagi luka di tempat lain seperti kaki dan juga tangan pria itu.

Kinanti menghela napas saat tidak mendapati respons dari bosnya ini.  Sekali lagi Kinan menggoyang sedikit lengan Arveno, namun tidak mendapatkan hasil. Kinan menggigit bibirnya pelan. Tidak ada jalan lain untuk memastikan Arveno benar-benar tidur atau tidak.

Gadis itu menunduk mendekatkan wajahnya pada wajah Arveno. Posisinya saat ini duduk di pinggir tempat tidur pria itu.

Kinanti memperhatikan alis Arveno yang membentuk sempurna dan juga tebal. Arveno juga memiliki bulu bata yang lentik, serta hidung mancung dengan tulang rahang yang sempurna.

Tatapan mata Kinanti turun ke bibir Arveno yang warnanya seperti warna bibir wanita karena memang Arveno bukan perokok aktif.  Kinanti memiringkan kepalanya menatap wajah tampan Arveno yang bisa membuat banyak wanita terpesona.  Apalagi matanya yang berwarna biru ketika menatapnya dengan tatapan tajam terkadang membuat Kinan bergetar tanpa ia sadari.

Kening Kinan mengerut memikirkan kata-katanya tadi.

Mata biru Arveno.

Mata biru Arveno.

Mata biru Arveno--

Ug-oh!

Kinanti menelan ludahnya dan menampilkan cengiran khasnya.  Perlahan tapi pasti jarak wajahnya dengan Arveno yang hanya sejengkal tangan ia undurkan dengan gerakan pelan tanpa menghilangkan cengirannya.

"B-bos." Kinanti berujar lirih menatap Arveno takut. Ternyata pria itu sudah membuka kelopak matanya sejak tadi dan mungkin saja sejak Kinanti menatap bibirnya.

"Kamu seperti pedofilia yang berniat menangkap anak laki-laki. Benar-benar menyeramkan,"  komentar Arveno. Tubuh pria itu masih dalam posisi telentang, tapi tangannya masih memiliki tenaga untuk menarik Kinanti agar terjatuh di tempat tidur, lebih tepatnya di samping tubuhnya.

"Bos!" seru Kinanti terkejut. Tubuhnya bergerak berniat untuk bangkit dari posisi telentang, namun Arveno menahan bahunya. Arveno menghadap ke arah Kinanti dan menatap gadis itu dengan mata biru tajam miliknya.

"Apa yang kamu perhatikan?" tanya Arveno.

"Perhatikan apa? Saya enggak memperhatikan apa-apa kok," elak  Kinanti. Kinanti berusaha menyingkirkan tangan kanan Arveno dari pundaknya, namun pria itu bergeming.

"Bos," gerutu Kinanti mulai kesal.

"Kamu sudah melecehkan saya."

Kinanti terbelalak mendengarnya.
"Melecehkan apa? Saya bahkan enggak nyentuh bos sama sekali tadi." Kinanti menatap Arveno tak terima. Enak saja dirinya dikatai melecehkan pria yang merupakan atasannya itu.

"Kamu natap saya dengan tatapan mesum." Arveno menatap Kinanti dengan tatapan datar miliknya, membuat Kinanti semakin ingin menelan bosnya itu hidup-hidup.

Kinanti tersenyum menatap Arveno yang membalas tatapannya dengan tatapan tajam.
"Bos, saya melecehkan bos. Begitu?"

Arveno mengangguk dua kali.

Kinanti tersenyum. Tangan gadis itu merangkul pundak Arveno, menariknya mendekat dan tanpa di sangka, Kinanti menyatukan bibirnya dengan bibir Arveno.

Bahkan dengan ganas Kinanti melumat dan menggigit gemas bibir Arveno yang baru pertama kali ini ia rasakan.

Kinanti menduga jika Arveno akan terkejut dan mendorongnya menjauh. Tapi, perlahan tapi pasti Arveno mulai membalas  Kinanti yang menyebabkan wanita itu terkejut dengan mata terbelalak lebar.

"Mmh."

Kinanti berusaha mendorong Arveno menjauh tapi Arveno bergeming. Kedua lengan pria itu melingkar di pundak dan pinggang Kinanti sehingga membuat tubuhnya tidak bisa bergerak.

Lama berusaha yang tidak mendapat hasilnya, akhirnya Kinanti mulai membalas lumatan Arveno dengan menggebu-gebu. Rupanya hormon perawan tua siap kawin miliknya naik dengan sendiri.

Kinanti tersentak ketika tangan hangat Arveno menyentuh salah satu gundukan miliknya. Kinanti terbelalak dan mencubit kuat dada Arveno hingga tautan bibir mereka lepas.

"Bos!" seru Kinanti dengan napas memburu.

Kinanti bergerak menjauh. Setelah itu ia memperhatikan bagian dadanya yang sudah terbuka bagian atas dan bahkan bra biru miliknya sudah turun ke bawah hingga sebelah kanan benda berharga miliknya menyembul keluar.

"Setan lo, Arveno! Lo melecehkan gue!" teriak Kinanti berusaha untuk menutup bagian atasnya. Kinanti menatap berang Arveno yang kini sudah duduk dengan posisi bersandar pada tempat tidur.

Arveno menatap Kinanti dengan sebelah alis terangkat. Kemudian menggelengkan kepalanya menatap Kinanti tak berdaya.

"Padahal kamu duluan yang melecehkan saya. Saya hanya mengikuti cara kamu saja," kata Arveno santai.

Kinanti terbelalak mendengarnya. Jari telunjuknya mengarah pada Arveno seraya berseru, "lo bos sinting dan gila! Gue enggak mau dekat sama lo."

Setelah itu dengan kesal Kinanti turun dari tempat tidur, merapikan dirinya sebentar dan memilih untuk keluar dari kamar monster macam Arveno.

"Kinanti, tunggu," cegah Arveno saat Kinanti membuka pintu kamarnya.

Kinanti memutar tubuhnya menghadap ke arah Arveno dengan tangan terlipat di dada seraya menatap Arveno sinis.
"Apa? Mau minta maaf? Sorry,  Bos, saya belum bisa memaafkan bos malam ini," ujar Kinanti seraya melengos kepalanya ke samping.

"Bukan itu yang mau saya bilang," kata Arveno. "Intinya saya cuma mau bilang, kalau kamu pulang, celemek saya jangan di bawa. Itu buat tukang masak yang biasa datang kemari," ujar Arveno panjang lebar,  membuat Kinanti kagum di buatnya.

Kagum sekali sampai Kinanti merasa jika Arveno adalah pria dengan kelainan jiwa.

Kinanti keluar dan menutup pintu kamar Arveno dengan kencang sehingga membuat pria itu terperanjat.

Arveno terkekeh melihat tingkah Kinanti. Kinanti memang seperti kucing garong yang menggemaskan, pikir Arveno.

Sedetik kemudian senyum indahnya surut begitu ingat dengan sesuatu. Segera ia mengambil ponsel dari atas nakas untuk menghubungi seseorang yang sudah ia beri tugas.

"Sudah kamu urus?" tanya Arveno datar.

"Sudah, Bos. Awalnya dia menolak dan menantang. Tapi, setelah kami beri pelajaran, dia tidak berkutik dan berjanji untuk tidak berhubungan dengan Nona Kinan," ujar seseorang dari seberang sana.

"Bagus. Saya akan mentransfer uang buat kamu," kata Arveno sebelum menutup sambungan telepon.

Arveno menatap langit kamar yang berwana gelap dengan tatapan nyalang.

Sudah bertahun-tahun ia memendam rasa pada sahabat sekaligus sekretarisnya itu. Tapi, sayangnya sang sekretaris tidak juga peka terhadap perasaan yang ia miliki.

Hubungan Kinanti dengan pria-pria sebelumnya tidak pernah berjalan mulus karena ada Arveno yang sering diam-diam mengacaukan hubungan wanita itu hingga setiap Kinanti menjalin hubungan baik selagi masa pedekatan atau pacaran tidak pernah bertahan lebih dari tiga bulan.

Tidak ada yang tahu apa yang sudah Arveno lalukan selama ini.

[4]  My wife My Secretary Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang