Kinanti masih memikirkan teror-teror yang selama ini diterima oleh Lita yang ditujukan padanya.
Kinanti tiba-tiba memikirkan mungkin saja ini ada konspirasi yang memang ditujukan padanya. Entah itu tentang teror, mobil yang berniat untuk mencelakainya, serta motor yang nyaris saja mau nyerempet dirinya.
"Tapi, siapa orang itu? Terus kenapa dia kayak niat banget pengen buat hidup gue menderita?" Kinanti menatap langit kamar. Wanita itu tidak tidur bahkan saat ini jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari.
"Andai aja gue udah tahu siapa orang yang udah berani neror gue, gue bakalan abisin itu orang." Kedua tangan Kinanti mengepal di atas tempat tidur, sambil membayangkan ia akan merusak wajah orang yang dengan berani sudah memberikan teror padanya.
Kinanti menguap karena kantuk tiba-tiba datang.
Wanita itu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan berniat untuk memejamkan mata. Besok adalah hari libur dan ia berniat untuk bangun siang kali ini.
Baru saja akan memejamkan matanya, tiba-tiba sebuah notifikasi muncul di ponselnya.
Wanita itu mengerut keningnya ketika melihat nomor yang sudah tidak asing lagi.
Segera Kinanti turun dari tempat tidurnya menuju nakas untuk mencari ponselnya yang digunakan untuk menyimpan foto-foto serta video yang dikirim orang tak dikenal tersebut.
Baru setelah menyalakan kamera, Kinanti mulai membuka pesan tersebut dengan hati-hati.
Jari telunjuk wanita itu bergetar ketika melihat foto-foto tersebut dikirim dengan background tempat yang agak gelap serta lampu kelap-kelip.
Bukan itu yang menjadi titik fokus Kinanti melainkan dua sosok yang sangat dikenalinya duduk dengan tenang di sofa merah.
Foto yang diambil dari jarak tidak begitu jauh membuat Kinanti dapat melihat dengan tidak jelas sosok itu tidak lain adalah Renata dan juga Arveno.
Wanita itu kemudian kembali melihat file kiriman lainnya dan kali ini jantungnya berdegup dengan sangat menyakitkan saat melihat video Arveno sedang berciuman dengan Renata dengan kepala pria itu bersandar di sofa. Sementara Renata berada di atasnya.
Detik berikutnya, rasa yang menyayatkan hati muncul secara tiba-tiba membuat Kinanti tanpa sadar menyentuh letak jantungnya. Wanita itu meremasnya dengan keras. Tetes demi tetes air mata jatuh tanpa disadari oleh sang empunya ketika melihat tunangannya sendiri berciuman dengan wanita lain.
"Ini sakit banget, benar-benar sakit." Kinanti bergumam pada dirinya sendiri. Wanita itu menarik napas berusaha untuk menenangkan diri, namun rasa sesak di dada tidak juga kunjung hilang.
Tangannya bergetar mengulang video tersebut dan mulai menyalakan kamera video dari ponsel satunya untuk merekam apa yang dilakukan oleh keduanya.
"Lo jahat banget, Ven. Gue bener-bener nggak sangka kalau lo bakalan sejahat ini," gumam Kinanti.
Wanita itu kemudian kembali mengambil foto-foto keduanya yang langsung menghilang saat ia kembali.
Kinanti terduduk di kursi yang menghadap pada meja riasnya. "Lo benar-benar ngecewain gue, Ven."
Tangan wanita itu bergerak pelan mengusap perutnya. Perutnya sudah terlihat agak sedikit membuncit. Orang lain yang menyadarinya mungkin akan melihat seperti lemak, namun tidak ada yang tahu jika di dalam perutnya ada 3 janin yang belum berbentuk.
"Kalian jangan ikut-ikutan sikap Papa kalian yang brengsek itu," ujar Kinanti pada 3 janinnya. "Kalian itu nggak usah punya papa kayak gitu."
"Sakit banget hati gue ditipu kayak gini."
"Kalau gini ceritanya, gue nggak akan mau maafin lo, Ven. Balik aja lo sama cinta pertama lo itu. Ternyata quotes-quotes yang pernah gue baca memang benar, kalau seringkali masa lalu tetap akan menjadi pemenang." Wanita cantik itu terkekeh miris. "Kalau kayak gini, buat apa lo terima tawaran kakek Rolly supaya kita tunangan? Buat apa lo nidurin gue sampai hamil kayak gini, kalau ujung-ujungnya lo masih terikat dengan perempuan lain?"
"Lo pikir gue ini apa? Brengsek!" Kinanti dengan marah mendorong semua barang-barang yang di atas meja rias hingga jatuh ke lantai dan berantakan.
Napasnya tersengal. Kali ini Kinanti benar-benar kehilangan kendali atas sikapnya yang biasanya tenang.
Wanita cantik itu tidak pernah menyangka Jika ia akan kehilangan kendali seperti ini karena perbuatan dari laki-laki yang diam-diam sudah menyusup ke dalam hatinya.
"Harusnya gue nggak usah jatuh cinta lagi sama dia. Harusnya gue nggak usah membangkitkan cinta gue yang dulu. Udah bagus rasa itu terkubur, tapi kenapa harus bangkit lagi? Enak kalau bangkit lagi ketemu feedback yang baik, ini udah bangkit cinta gue, tapi dikhianati. Kalau kayak gini ceritanya, mending gue nggak usah kenal cinta."
Wanita itu berdiri di depan meja rias menatap pantulan dirinya di depan cermin.
Kinanti benar-benar tidak menyangka jika dalam hidup ini ia akan merasakan sakitnya dikhianati sama seperti apa yang dialami oleh almarhumah ibunya.
Kinanti mengedarkan pandangannya ke sekitar kamar. Wanita itu mengusap perutnya dan memutuskan jika ia tidak akan pernah mau menikah lagi.
"Nggak usah nikah juga nggak apa-apa. Gue juga udah punya anak yang bakalan gue besarin."
"Toh, gue juga udah pernah ngerasain apa yang namanya Ncismput. Jadi, nggak akan penasaran lagi rasanya kayak apa."
Kinanti menganggukkan kepalanya dengan pikiran-pikiran yang bergelayut dengan manja.
Wanita itu bermonolog terus-menerus pada dirinya sendiri sampai akhirnya ia tertidur dengan lelap.
Keesokkan paginya, Kinanti terbangun dengan mood yang masih berantakan.
Hatinya masih marah dan memikirkan apa yang ia lihat tadi malam sungguh menyakitkan hatinya.
Wanita cantik itu segera bangun dari tempat tidurnya dan memutuskan untuk mandi karena ia hanya tidur beberapa jam saja.
Niatnya yang ingin bangun siang harus diurungkan.
Kinanti berniat untuk datang ke rumah Arthur dan juga Arshila untuk mendiskusikan masalah yang terjadi.
Wanita itu kemudian turun dari lantai atas menuju dapur dan membuat susu untuk dirinya sendiri.
Ekspresi wajahnya yang dingin dan auranya yang suram membuat Lita maupun Mbak Siti tidak berani menegur wanita itu.
Kedua perempuan berbeda usia itu hanya bisa menatap Kinanti dalam diam. Bahkan, Kinanti hanya duduk dengan tenang menikmati sarapan yang dihidangkan oleh Mbak Siti.
"Kalian packing-packing barang kalian. Nanti kalian ikut dengan saya," ucap Kinanti tiba-tiba.
Baik Mbak Siti maupun Lita sama-sama saling menatap ke arah wanita itu. Tidak mengerti mengapa tiba-tiba Kinanti meminta mereka untuk merapikan barang-barang mereka.
"Memangnya kita mau ke mana, Mbak?" Lita memberanikan diri untuk bertanya. "Bawa baju-bajunya banyak apa sedikit?"
"Kita mau kabur dan kita membutuhkan banyak pakaian."
Jawaban dari Kinanti yang tenang dan santai membuat Lita dan Mbak Siti saling menatap tidak mengerti mengapa mereka harus kabur.
KAMU SEDANG MEMBACA
[4] My wife My Secretary
ChickLitKinanti Darmawasa sudah bekerja hampir lima tahun di perusahaan Adijaya Grup yang dipimpin sahabatnya, Arveno Adijaya. Entahlah, Kinan--sapaanya--tidak tahu apakah Arveno menganggapnya sahabat atau tidak.Tapi, yang pasti dimana pun Arveno berada, d...