Bab 7
"Ciri-ciri cowok yang naksir cewek tapi gengsi mengakuinya."
Kinanti mengernyit menatap Tita yang tengah berbicara dengan ponselnya.
"Lo lagi telepon sama siapa, Tit?" Kinanti bertanya karena penasaran. Pasalnya yang dibicarakan Tita pada si penelepon cukup aneh.
Tita terlihat mengangkat kepalanya dari ponsel dan membalas tatapan Kinan dengan tatapan aneh.
"Gue lagi ngomong sama Mbah google, Mbak. Masa kayak gini aja lo enggak tahu," sahut Tita. Kemudian ia kembali memfokuskan tatapannya pada ponsel."Hah? Ngapain lo ngomong sama Mbak google? Kayak enggak ada kerjaan aja."
Kinanti menunduk dan mulai menyantap nasi goreng yang baru di antar oleh pelayan kantin.
Saat ini memang sedang jam makan siang sehingga keberadaan Kinanti di kantin tidak akan membuat beruang kutub alias Arveno Adijaya mengamuk.
"Gue lagi cari ciri-ciri cowok yang suka cewek tapi gengsi mengakuinya," jelas Tita tanpa mengalihkan tatapannya dari ponsel.
"Hah? Buat apaan? Memangnya ada cowok yang lagi naksir sama lo tapi doi enggak mengakuinya, begitu?" Kini fokus Kinanti beralih menatap Tita sepenuhnya. Kinanti cukup terkejut karena ternyata ada juga laki-laki yang akhirnya menyukai temannya ini.
"Bukan gue, Mbak. Tapi lo."
"Gue?" tunjuk Kinanti pada dirinya sendiri. "Kok gue? Memang ada cowok yang naksir gue?" tanyanya beruntun.
"Lo memang enggak sadar atau memang kadar kepekaan lo yang minim?" sinis Tita yang kini sudah meletakkan ponselnya di meja.
"Peka? Gue enggak ngerti." Kinanti menggeleng bingung.
"Lo sadar enggak, Mbak, sikap Pak Arveno sama lo ini agak berlebihan. Dia selama ini buat lo kesal dan marah, mungkin karena dia cari perhatian sama lo," bisik Tita agar tidak terdengar yang lain. "Ini menurut yang Mbak google kasih tahu ke gue. Pak Arveno ini kayaknya suka atau bahkan cinta sama lo, Mbak. Tapi, karena dia gengsi mau mengakuinya, dia selalu suruh lo ini dan itu. Terus bikin lo marah biar perhatian lo ke dia terus." Tita menatap ekspresi takjub yang ditunjukkan Kinanti padanya.
"Gue benar-benar salut sama Mbak google." Kinanti bertepuk tangan tanpa menghilangkan ekspresi takjubnya. "Cewek setua elo dan lulusan dari universitas, ternyata percaya sama hal begituan. Ck." Kinanti berdecap menatap Tita yang kini wajahnya sudah merengut kesal.
"Gue serius, Mbak. Gue perhatikan interaksi lo dan Pak Arveno itu beda. Seolah ada cemystry di antara kalian berdua." Tita keukuh pada pendapatnya. " Pak Arveno suka sama lo. Karena lo enggak peka, akhirnya dia pilih cara yang sedikit mainstreem buat deketin lo. Gue yakin itu." Tita mengangguk menatap Kinanti serius. Tapi, gadis itu justru mengibas tangannya acuh.
"Arveno enggak mungkin suka sama gue dan gue enggak akan bisa masuk ke dalam kehidupan Arveno. Titik."
Kening Tita mengerut menatap tak paham pada sosok Kinanti.
"Memangnya kenapa, Mbak? Apa mbak dulu banget pernah di tolak sama Pak Arveno?""Dih. Bukan itu." Kinanti mengernyit ngeri mendengar dugaan Tita tentangnya. "Gue cuma enggak mau aja masuk ke dalam hidupnya yang super duper suram itu. Gue enggak akan sanggup diam dalam kegelapan kayak gitu. Hii." Membayangkannya saja Kinanti sudah bergidik ngeri apalagi jika menjadi kenyataan.
"Kita lihat aja nanti, Mbak." Tita tersenyum penuh arti menatap Kinanti yang tengah melahap makanannya.
***
"Apa?" teriak Kinanti shock.
Wajahnya pias menatap sosok pria tua yang sedang duduk di sofa dalam ruangan kerja Arveno.
Kinanti merasa jika dirinya sedang berada di dalam mimpi. Please, wake up, me! Kinanti menepuk wajahnya beberapa kali sambil berusaha menyadarkannya dari mimpi buruk.
"Kakek serius, Kinanti. Kakek ingin kamu jadi cucu menantu kakek. Istri Arveno." Kakek menatap Kinanti dengan tatapan serius. "Kakek sudah tua dan hanya menunggu maut menjemput. Tapi, sampai sekarang cucu kakek belum juga menemukan pendamping. Kakek ingin menjodohkan kamu dengan Arveno," kata Kakek, yang membuat Kinanti semakin terbelalak tak percaya.
"Tapi, Kek, saya dan Arveno hanya sebatas sahabat. Terus, saya juga bekerja sebagai atasan dan bawahan. Lagi pula--" Kinanti melirik Arveno yang sejak tadi hanya berdiam diri di tempat. "Arveno 'kan enggak cinta sama saya. Terus juga, akan aneh kalau saya menikah dengan dia. Kepribadiannya juga suka menyiksa saya," kata Kinanti hati-hati. Kinanti tidak ingin membuat Pak Tua sakit hati dengan ucapannya yang secara tidak langsung menolak keras usulan menikah dengan Arveno.
Arveno terlalu menyeramkan untuk dijadikan suami masa depan seorang Kinanti Darmawasa.
"Cinta akan datang karena sering bersama." Kakek menatap Kinanti dan Arveno. "Kakek tahu kalian sudah bersahabat dan sering bersama. Bersama yang kakek maksud mungkin tinggal satu atap yang sama dan tidur di tempat tidur yang sama," tambahnya, membuat Kinanti bergidik ngeri.
"Tapi, Kek--"
"Ayolah, Kinanti. Kakek sudah anggap kamu cucu kakek sendiri. Kakek bahkan memperlakukan kamu seperti kakek memperlakukan Alta, Arveno, Alvino, dan Alia. Jadi, mau, ya, jadi cucu menantu kakek?" sela Rolly Jhon yang tidak ingin mendengar penolakan Kinanti. Bahkan, Rolly Jhon yang terbiasa berbicara irit kini berbicara panjang lebar demi menuntaskan keinginan cucu kurang ajar yang memaksanya menjodohkannya dengan Kinanti.
Arveno suka Kinanti tapi gengsi mengakuinya.
Arveno cemburu jika Kinanti dekat dengan pria lain. Arveno akan menyingkirkan pria yang dekat dengan Kinanti secara diam-diam.
Arveno mencintai Kinanti, tapi ia tidak mau mengakuinya.
Arveno ingin menjadikan Kinanti istrinya dan pria dengan wajah datar justru meminta kakeknya untuk menjodohkannya dengan Kinanti.
Arveno pengecut? Memang iya.
Arveno bahkan menyukai Kinanti sudah sangat lama bahkan mungkin saat mereka pertama kali menginjakkan kaki di SMA tempat mereka menuntut ilmu.
Kinanti yang ceria.
Kinanti yang energik.
Kinanti yang pekerja keras, dan Kinanti yang mampu membuat jantung seorang Arveno Adijaya berdebar menyenangkan."A-akan saya pikirkan, Kakek." Kinanti menelan ludahnya susah payah. Kinanti tidak akan sanggup melukai pria tua yang sudah seperti ayahnya sendiri. Pria tua yang suka di panggil Kakek Tua atau Pak Tua.
Pak Tua tersenyum lembut menatap Kinanti dengan tatapan sayang.
Kinanti tidak akan sanggup menghilangkan senyum teduh yang mampu menenangkannya itu.
"Tapi, bagaimana dengan Arveno, Kek? Apa dia akan setuju juga?" Dengan hati-hati, Kinanti melirik Arveno yang sejak tadi tidak mengalihkan perhatiannya sedikit pun dari wajahnya. Kinanti menelan ludahnya gugup. Arveno ini seperti monster yang siap menerkam dirinya kapan pun, dia mau.
"Aku akan setuju jika itu bisa membuat opa bahagia," kata Arveno terkesan acuh dan tidak peduli.
Jawaban Arveno kontan membuat Pak Tua diam-diam berdecap dalam hati atas kemunafikan cucunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[4] My wife My Secretary
Literatura FemininaKinanti Darmawasa sudah bekerja hampir lima tahun di perusahaan Adijaya Grup yang dipimpin sahabatnya, Arveno Adijaya. Entahlah, Kinan--sapaanya--tidak tahu apakah Arveno menganggapnya sahabat atau tidak.Tapi, yang pasti dimana pun Arveno berada, d...