BAB 4Kinanti menatap jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 7 malam. Gadis cantik yang tengah mengenakan dress hijau sebatas lutut itu tengah menunggu seseorang yang mengajaknya kencan.
Dia adalah Dody. Salah satu pria yang dikenalkan Tita padanya. Dody sendiri sudah berkenalan dengannya selama satu minggu belakangan ini.
Dody bekerja sebagai pegawai bank dan kini jabatannya adalah manajer.
Setidaknya Kinan tidak akan susah jika menikah dengan pria itu. Pria itu sudah mapan pastinya dan itu adalah tipe Kinan.
"Sorry, telat. Ada banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan." Kinan mendongak dan tersenyum menatap pria yang tengah memakai kemeja putih dan celana slim hitam yang menggantung di tungkai indahnya.
"Enggak apa-apa. Saya mengerti dengan pekerjaan orang sibuk seperti kamu." Kinanti mencoba tersenyum sebaik mungkin untuk menarik perhatian pria di hadapannya.
Usia Kinanti sudah 27 tahun dan ia harus segera menikah. Usia 30 tahun ke atas akan susah hamil dan mungkin saja ia akan mengalami masa manapous dini. Kata orang juga usia 30 tahun ke atas rentan dengan kehamilan. Dan Kinanti tak berniat untuk menikah di usia 30 ke atas. Itu katanya.
"Terima kasih kamu sudah mau menunggu." Dody tersenyum lembut dan itu sangat manis di mata Kinan. Tidak rugi jika menikah dengan Dody karena ia pasti akan disuguhi senyum manis itu ketika bangun dari tidur.
"Kamu belum pesan makanan?" Dody menatap Kinan yang tengah memanggil pelayan.
Kinanti menggeleng. "Saya tunggu kamu dulu. Enggak enak kalau mau pesan makanan duluan."
Dody kembali tersenyum. Pria itu berujar, "perempuan idaman."
Wajah Kinanti merah mendengarnya. Kinanti memang bertekad untuk terlihat cantik dan juga baik hati agar Dody mau menerimanya.
Yah, meski wajah Dody tidak setampan Oppa korea, tapi setidaknya pria itu memiliki wajah manis dan senyum yang memikat. Itu sudah menjadi nilai plus Dody untuk menjadi suami masa depan Kinanti.
"Ah, enggak kok," ujarnya tersenyum malu-malu.
Sedetik kemudian suara dering ponsel milik Kinanti terdengar nyaring tepat saat pelayan berdiri di samping meja untuk menanyakan pesanan mereka.
Wajah malu-malu Kinan berubah masam ketika melihat siapa yang sudah mengganggu kencan malam sabtunya ini.
Bos congkak
Kinan ingin mengabaikan panggilan tersebut, tapi ia mulai berpikir lagi. Jika ia mengabaikan panggilan tersebut, bisa-bisa potongan pada gajinya akan merangkak naik.
Oh, tidak!
Kinan tidak siap untuk itu. Segera tanpa pikir panjang Kinan mengangkat panggilan tersebut dengan suara yang ia buat lembut dan seanggun mungkin. Tidak mungkinkan ia berteriak di depan pria yang tengah melakukan pendekatan dengannya, kan? Batin Kinan meringis.
"Iya, Bos?"
Wajah Kinan membeku mendengar balasan dari sahabat yang merangkap menjadi bosnya itu.
"Saya segera ke sana sekarang," ucap Kinan terburu-buru. Gadis cantik itu segera memasukkan ponsel ke dalam handbag miliknya dan berpamitan pada Dody yang menatapnya bingung.
Kinan menjelaskan jika ia memiliki alasan penting sehingga membuatnya harus pergi. Tanpa menunggu respons Dody, Kinan segera pergi setelah menyambar kunci mobilnya di atas meja.
Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit akhirnya Kinanti menghentikan laju mobilnya di dekat sebuah kendaraan lain.
Mobil lain terlihat menabrak trotoar, membuat Kinan dengan cepat mendekat ke pintu kemudi.
"Ya ampun, Bos!" Kinan hampir berteriak ketika melihat Arveno bersandar di jok mobil dengan luka sedikit yang menggores keningnya.
"Bos, enggak apa-apa?" tanya Kinan panik.
Arveno membuka kelopak matanya sedikit untuk melihat gadis itu. Lalu, setelah itu ia menggeleng pelan sebagai jawaban.
"Hanya sedikit pusing," katanya pelan.
"Ayo, Bos, saya pindahkan ke mobil saya. Saya bawa ke rumah sakit," ujar Kinan panik.
"Bawa ke apartemen saja. Hubungi dokter," lirih Arveno.
Kinan mengangguk pelan sebagai jawaban. Gadis itu dengan hati-hati mulai memapah Arveno untuk keluar dari mobil dan membawanya ke mobil miliknya sendiri.
Setelah memastikan Arveno dalam posisi yang nyaman, Kinan menghubungi bengkel langganan Arveno dan meminta orang bengkel untuk mengambil kendaraan pria itu.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Kinan masuk ke dalam mobil dan mulai menyalakan kendaraan roda empatnya.
Apartemen Arveno lumayan jauh dari tempatnya saat ini berada. Gadis itu memacu kendaraannya dengan kecepatan sedang sebelum akhirnya mobilnya tiba di basement apartemen yang entah ada berapa lantai, Kinan tidak tahu. Kinan memiliki segudang pekerjaan yang harus ia urus tanpa sempat untuk menghitung ada berapa lantai dan kamar gedung apartemen ini.
Kinan meminta dua orang pria yang bertugas sebagai satpam untuk membantunya membawa Arveno.
Kinan mengucapkan terima kasih setelah kedua pria itu menempatkan Arveno di tempat tidur dengan nyaman.
Setelah itu, Kinan mengeluarkan ponsel dari dalam tas tangannya dan berniat untuk menghubungi dokter, namun suara dari tempat tidur menunda kegiatan Kinan sebentar.
"Kinan."
Lagi, suara itu mulai berteriak. Sudah sakit parah tapi suara masih saja kencang. Kinan menggerutu sikap Arveno.
Gadis cantik yang belum pernah merasakan pacaran nyaman tanpa 'gangguan' itu melangkah mendekati tempat tidur pria dingin dan kaku seperti Arveno.
Nanti, setelah Arveno menikah, ia harus terus menceramahi dan men-suport istri pria itu untuk selalu tabah dan sabar menghadapi Arveno.
Arveno memang tampan dan Kinan mengakui itu. Tapi, sayang sekali karena wajah tampan Arveno tidak bisa menutupi sifat jin iblis setan yang ada dalam diri pria itu.
"Iya, Bos?" Kinan tiba di samping tempat tidur Arveno dan menatap wajah pria yang terdapat tetesan darah.
"Kamu ambil kotak P3K di dalam laci yang ada di dekat meja ruang tamu," suruh Arveno dengan suara serak.
"Hah? Untuk apa bos kotak P3K?" Kinan menatap Arveno tak mengerti. Namun, pria itu membuka kelopak matanya sedikit dan menatap Kinan dengan wajah sinisnya.
"Mau saya cemilin."
"Serius, Bos mau nyemilin itu kotak P3K dan isinya?" seru Kinan melotot tak percaya. Saat ini Kinan sedang tidak dalam pura-pura bodoh. Mengenal karakter Arveno yang selalu serius jika berkata membuat Kinan menyimpulkan jika apa yang dikatakan pria itu adalah kebenaran.
Tapi, yang di dapat Kinan justru lemparan bantal dari macan PMS satu ini. Ya Tuhan, untung saja Kinan memiliki refleks yang bagus sehingga bisa menangkap dengan mudah bantal yang dilempari Arveno. Coba saja jika bantal tersebut mengenai dada Kinan, maka ia tidak akan tinggal diam saja. Ia akan membalas bagaimana pun caranya.
"Ambil kotak P3K! Saya mau kamu obati luka saya, Kinan!" Arveno menatap Kinan geram.
"S-saya, Bos?" Kinan menunjuk dirinya sendiri dengan mata terbelalak.
"Iya, kamu! Di sini memang ada siapa lagi?" Arveno menggertak giginya kesal.
"Lha, bos, kan bisa panggil dokter." Kinan masih mencoba berdebat dan Arveno sudah hampir naik darah, kembali.
"Sayang duit, Kinan. Buat apa saya gaji kamu besar, kalau cuma buat ngobatin luka kecil ini aja kamu enggak bisa." Arveno berujar ganas. "Cepat ambil kotak obat dan obati luka saya," perintahnya, membuat mau tak mau Kinan kerjakan.
"Gaji gue bulan ini udah di potong. Apalagi yang gaji besar? Dasar macan PMS," gerutunya pelan, sambil meneruskan langkahnya keluar kamar.
"Saya enggak tuli."
Kinan segera mempercepat langkahnya ketika mendengar balasan Arveno. Kinan tak tahu jika monster menyebalkan itu mendengar suaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[4] My wife My Secretary
ChickLitKinanti Darmawasa sudah bekerja hampir lima tahun di perusahaan Adijaya Grup yang dipimpin sahabatnya, Arveno Adijaya. Entahlah, Kinan--sapaanya--tidak tahu apakah Arveno menganggapnya sahabat atau tidak.Tapi, yang pasti dimana pun Arveno berada, d...