30. Datang Lagi

140 49 52
                                    


Aku duduk di kursi belakang mobil, di dekat pintu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku duduk di kursi belakang mobil, di dekat pintu. Kulihat Alex sudah tertidur dan bersandar di tengah. Mama duduk di sisi yang lain, sementara papa sibuk memainkan ponselnya di kursi depan, di sebelah Pak Bambang yang menyetir.

Mobil kembali berjalan dan aku sempat untuk melirik ke arah rumah Rosa. Kaivan masih berdiri di depan gerbang. Saat aku melirik ke arah cermin dashboard depan mobil, aku melihat Kaivan keluar dari gerbang dan berdiri di depan jalan sambil melambaikan tangan kanannya seakan yakin kalau aku sedang melihatnya dari dalam.

Aku tersenyum. Kaivan memang aneh, aku tidak tahu apa yang sebenarnya ia pikirkan dengan melakukan itu.

Namun, karena teralihkan oleh tingkahnya yang unik itu, aku melupakan mama yang terus menatapku dari samping.

"Siapa itu tadi? Kenapa enggak langsung pulang? Udah lupa tadi Mama bilang apa?"

Aku menoleh pelan untuk menatap kedua matanya yang terlihat jelas bahwa ia siap meledak kapan pun sekarang.

"Maaf, Ma. Tadi Tante Masra minta Bella ikut makan ja–"

"Kan bisa nolak baik-baik? Bilang mau pergi ke RS, masa iya Bu Masra bakal larang," potong Mama seakan waktunya tidak pernah cukup untuk setidaknya mendengar penjelasanku sampai selesai.

Aku mengangguk dan menatap Alex yang terlelap di antara aku dan mama. Aku tidak berani mengangkat wajah dan menatap mama lagi sekarang.

"Siapa cowok tadi? Ngapain dia ngasih cokelat dan cium tangan Mama? Pacar kamu?"

Aku tahu, cepat atau lambat mama pasti akan menanyakan yang satu itu. Dan yang bisa kulakukan saat itu adalah menggeleng takut. Aku tidak mengucapkan apa pun karena aku tahu mama tidak akan mendengarkanku.

"Enggak usah pacar-pacaran. Sudah pernah janji sama Mama tuh ditepati. Fokus sekolah, sudah mau kuliah malah pacaran."

Aku refleks mengangkat wajahku untuk kembali menatapnya.

Bukankah tadi aku mengatakan bahwa Kaivan bukan pacarku dengan menggeleng? Apa arti dari gestur menggeleng sudah berubah?

Belum sempat kuucapkan sesuatu, papa yang tadinya terlihat cuek tiba-tiba menyahut dari depan.

"Siapa pacaran, Ma?"

"Ini anakmu sudah pacar-pacaran saja. Lulus sekolah saja belum," sahut mama dengan nada kecewa seakan aku memang benar-benar melakukan sesuatu yang mengecewakan.

Aku meremas rokku. Dalam hati aku tidak terima. Tapi aku tidak punya kesempatan untuk mengungkapkannya.

"Siapa pacarnya?" Papa sudah memutar lehernya untuk menghadap ke arah belakang dan menatap mama. Aku kembali menundukkan wajahku takut.

"Itu anak cowok tadi. Papa enggak lihat? Main hp mulu sih, makanya sesekali anak tuh diperhatiin. Jangan sibuk sama kerjaan sendiri."

Aku menghela napas. Ini bukan pertama kalinya aku menjadi alasan kedua orang tuaku mulai saling menyalahkan seakan aku memang terlahir untuk alasan mereka bertengkar.

My SemicolonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang