83. K untuk Kaivan

103 30 34
                                    

"Enggak tahu," Rony menggeleng, terlihat gugup.

Aku menarik napas dalam-dalam. Setiap hari jawaban yang selalu sama. Rony tidak tahu ke mana Kaivan pergi. Dia menghilang seperti ditelan bumi sejak kejadian di waterpark saat itu.

Tidak ada yang tahu di mana ia berada. Bahkan wali kelas pun tidak tahu.

Aku sudah mencoba segala cara untuk bisa mendapatkan setidaknya kabar tentang Kaivan. Tapi percuma. Aku tidak berhasil mendapatkan apa pun seakan ia memang tidak pernah ada.

Nomor yang pernah Kaivan pakai untuk menghubungiku ternyata nomor ponsel temannya. Dan saat kutanya—seperti teman-temannya yang lain dan tak banyak—dia juga tidak tahu di mana Kaivan.

Aku duduk di tempat dudukku. Melirik ke kursi kosong di sebelah membuatku tidak bisa fokus pada pelajaran hari-hari itu. Benar-benar suatu hal yang sangat mengganggu. Bagaimana aku bisa terus seperti ini?

Kutatap satu per satu teman-teman sekelasku. Mereka sedang sibuk dengan aktivitas masing-masing, tentu saja. Tak satu pun dari mereka memedulikanku seperti biasa, dan aku tidak keberatan dengan hal itu.

Tapi ... yang membuatku terus bertanya-tanya sampai detik ini, kenapa tidak ada satu pun orang yang tahu keberadaan Kaivan? Kenapa tidak ada satu pun orang di dalam kelasku yang mencarinya seakan mereka tak peduli?

Atau jangan-jangan ... mereka semua bekerja sama untuk menyembunyikan Kaivan dariku. Merahasiakan sesuatu yang tidak aku tahu tentang Kaivan?

"Hei, semalem gue masak martabak di rumah sama Mama. Martabak kesukaan lo, ini coba rasain." Rosa menyodorkan sekotak makanan kepadaku.

Aku tersenyum. "Makasih."

Rosa lalu mengangguk dan kembali ke tempat duduknya. Aku tidak tahu bagaimana hubunganku saat ini dengannya. Yang jelas ... semuanya baik-baik saja sekarang, meski masih sedikit canggung.

Pada akhirnya hari itu menjadi hari yang sama dengan hari-hari sebelumnya. Aku tidak bisa fokus karena ketiadaan Kaivan di dekatku.

🦋🦋🦋

Hari Sabtu


Aku bangun pagi-pagi sekali untuk duduk di beranda depan rumahku, membaca buku.

Monic menemaniku, meski kucing nakal itu hanya menghabiskan waktunya dengan tidur di dalam pot bunga. Rumah sepi, mama papa pergi ke Yogyakarta bersama Alex.

Aku tidak ikut karena hari Senin nanti ada ulangan harian fisika yang tidak bisa kuremehkan. Satu-satunya mata pelajaran yang membuatku harus bekerja keras untuk mendapatkan nilai di atas rata-rata.

Sebenarnya aku sengaja membaca buku di beranda rumah karena mengharapkan seseorang. Mengharapkan dia akan datang seperti dulu.

Dan meskipun aku berjaga dari kemarin sore hingga Sabtu sore lalu Minggu sore, orang yang kuharapkan tak pernah muncul di depan gerbangku.

🦋🦋🦋

Minggu Sore


Apa kalian sadar kalau menunggu sesuatu yang tak kunjung datang membuat waktu terasa seakan berputar lebih lama dari biasanya? Itu yang sedang kurasakan.

Pada akhirnya aku tidak sempat belajar fisika seperti yang kurencanakan. Aku benar-benar terganggu dengan hal yang lain.

"Kaivan ke mana?" lirihku mulai lelah menunggu.

Hari sudah mulai gelap dan nyamuk-nyamuk pun berdatangan memperebutkan darahku. Aku tidak mungkin duduk di beranda sampai larut malam. Aku ... tidak mungkin menunggunya seperti ini terus.

My SemicolonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang