Tidak ada yang spesial dari hari itu. Kaivan benar-benar tak bisa kugapai. Hal buruknya, aku tidak tahu kenapa dia tiba-tiba diam seperti itu. Tapi yang terburuk dari yang terburuk adalah ... Adid yang mulai berspekulasi jika Kaivan benar-benar patah hati karena aku pacaran dengan Lucky.
Kaivan tidak mungkin patah hati. Banyak alasan yang bisa kugunakan untuk menyanggah pernyataan Adid itu. Tapi, sebaiknya aku diam. Kalau Kaivan bisa diam seharian seperti itu sambil menatap jendela, aku pun bisa.
Malamnya, aku sudah menggosok gigi, mencuci wajah dan siap memakai piyama untuk tidur. Aku ingin hari itu segera berlalu. Aku ingin tahu, apakah besok semuanya akan kembali normal. Karena aku sangat benci perasaan ini. Perasaan tidak tahu akan sesuatu.
Kuletakkan ponsel di atas meja, di sebelah tempat tidur. Aku berbaring dan berusaha untuk tertidur. Namun, entah kenapa perasaanku tidak enak. Aku merasa gelisah sepanjang malam dan biarpun aku sudah siap untuk tidur sejak jam sembilan malam, ternyata aku tidak berhasil tidur bahkan saat jam dinding di dalam kamarku menunjukkan pukul sebelas malam.
"Kenapa sih, Bella? Tinggal tidur aja. Besok masih sekolah." Aku mencoba untuk berbicara pada diriku sendiri. Tapi percuma.
Rasanya ada yang terus mengganggu batinku. Apa ini yang dinamakan perasaan yang sangat peka akan sesuatu?
Akhirnya, aku bangkit berdiri dan berjalan menghampiri connecting door yang menghubungkan kamarku dengan kamar adikku. Akhir-akhir ini ... aku benar-benar jarang berkomunikasi dengannya. Alex benar-benar sibuk. Mama terlalu banyak memberinya les.
Kulihat Alex sudah terlelap. Tubuhnya tenggelam di dalam selimut tebal sementara AC di kamarnya berhasil membuatku membeku. Dia benar-benar sangat toleran terhadap suhu dingin.
"Dia tidur. Besok ada les sepak bola, sebaiknya aku tidak membuatnya terbangun."
Tapi aku gelisah. Aku merasa tidak nyaman sendirian.
Aku berjalan kembali ke atas tempat tidurku. Kali ini aku tidak berbaring, aku hanya bersandar pada bagian punggung tempat tidur dan meraih ponsel yang tengkurap di atas meja dengan mode silent penuh.
8x Panggilan Tak Terjawab dari 0822338xxxxx
"Huh?" Aku tidak tahu siapa yang memanggilku di tengah malam seperti ini.
Siapa pun itu. Dia masih belum menyerah.
0822338xxxxx sedang memanggil
Aku tidak pernah menerima telepon dari nomer tak dikenal sebelumnya. Tapi, entah kenapa ... aku menerimanya.
"Halo?"
"Bella, Hei."
Suara Kaivan? Apa aku salah dengar?
"K–Kai?"
"Aku di luar. Kamu ... bisa keluar?"
Tunggu dulu. Apa yang Kaivan maksud dengan dia di luar? T–tidak mungkin kalau dia di depan rumahku kan?
Aku melompat turun dari tempat tidur dan berjalan ke arah jendela kamar. Letak kamarku di lantai dua dan menghadap ke arah depan. Aku bisa melihat jalan perumahan dari jendela.
Dan ... aku melihatnya.
"Kaivan?" Aku refleks menyebut namanya.
Kaivan di sana. Dia benar-benar berada di luar. Di depan gerbang besi rumahku. Sedang duduk di atas motornya tanpa memakai helm.
Dan meskipun aku yakin kalau angin di malam hari pasti sangat dingin dan mudah sekali membawa penyakit, Kaivan hanya memakai celana pendek di atas lutut dan sebuah kaos tanpa lengan seperti jersey basket.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Semicolon
Teen FictionSebuah semicolon digunakan saat seorang penulis sebenarnya bisa mengakhiri sebuah cerita, namun memutuskan untuk tidak melakukannya. Penulis itu adalah kamu, dan cerita itu adalah hidupmu. - Project Semicolon. Ini adalah cerita tentang Bella, gadis...