Apa kalian pernah berada di posisiku sekarang?
Merasa bahwa hidup kalian bagaikan sebuah buku cerita yang penuh dengan konflik dan terus mengerucut sampai pada puncak. Saat kalian sudah mulai terbiasa menghadapi itu semua, tiba-tiba ada saja sesuatu yang tak terduga—sebuah titik di mana semua yang pernah kita alami tanpa jawaban itu sebenarnya memiliki rahasia. Dan saat rahasia itu terungkap, kalian tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan.
Rosa menangis sejadi-jadinya—wajahnya mulai sembab, matanya membengkak dan suaranya sangat parau sampai tak lagi bersisa. Aku tidak pernah membayangkan kalau pada akhirnya, akulah yang akan membuatnya mendapat kesedihan separah itu.
Aku tidak pernah membayangkan kalau dengan hidup saja ... seseorang bisa sangat dirugikan karena keberadaanku. Siapa lagi sekarang yang ingin memberitahuku kalau sebaiknya aku tidak ada di tempat itu?
Jatuh cinta.
Aku tidak pernah membayangkan kalau Kaivan jatuh cinta padaku, bahkan sejak sebelum aku dan dia bisa berkomunikasi secara intens seperti saat ini.
Bagaimana dia bisa menyembunyikannya dariku? Bagaimana dia bisa jatuh cinta padaku tanpa bicara padaku sedikit pun?
"Puas lo sekarang? Lo udah menang. Lo dapetin segalanya yang gue harepin tanpa lo minta." Rosa benar-benar harus berhenti bicara atau tenggorokannya akan terluka.
Aku tahu apa yang bisa membuatnya berhenti.
Aku ... adalah masalah yang menyebabkan kesedihannya. Aku ... harus segera pergi. Sejak awal, seharusnya aku yang pergi, bukan Rosa. Karena dari apa yang Rosa ceritakan padaku, sejak awal ... dia ingin aku pergi.
"Hei, Sa. Maafin aku. Aku enggak tahu soal itu." Rasanya aneh mengatakan kalimat seperti itu.
Tapi aku harus mengatakannya sekarang. Aku harus memaksa diriku untuk bicara padanya sekarang. Karena kalau tidak, aku tidak tahu kapan lagi aku bisa mendapatkan momen yang pas seperti saat ini.
"Gue udah berusaha buat move on. Dan gue berhasil. Tapi tetep aja, kalo keinget lo bisa dapetin orang yang enggak pernah bakal bisa gue dapetin dalam hidup gue, gue jujur enggak terima, Bell. Kenapa harus lo?"
Rosa berjalan menghampiriku dengan wajahnya yang seperti itu. Kedua tangannya mencengkeram bahuku, mengguncangku seakan aku tidak mendengarnya sedikit pun.
"Kenapa harus lo? Kenapa Kaivan harus jatuh cinta sama lo? Gue benci sama Kaivan. Gara-gara dia ... gue jadi iri sama sahabat gue sendiri."
Aku tersentuh. Aku baru tahu kalau semua itu juga berat untuk Rosa. Bahkan mungkin lebih berat dari apa yang selama ini aku alami.
Melalui semua perkataan Rosa sejauh ini, aku sadar bahwa sebenarnya dia sangat menyayangiku. Dia menganggapku sebagai sahabatnya yang spesial.
Dia benar-benar menganggapku seperti itu.
Tapi karena Kaivan—karena orang yang mengisi hati Rosa sejak lama—perasaan Rosa padaku seakan terbelah menjadi dua. Dia pasti menghadapi dilema. Dia pasti sangat patah hati saat itu.
Andai saja saat itu aku tidak pulang dan tetap bersama Rosa. Menunggunya mengungkapkan perasaannya pada Kaivan—satu hal yang tak pernah aku tahu sampai detik ini—apa mungkin semuanya akan berubah?
Mungkin ... kalau aku menunggu Rosa saat itu, aku masih bisa menjadi tempatnya menangis tanpa perlu membenciku? Mungkin ... kalau aku bersamanya saat itu, aku bisa memaki Kaivan karena telah menolaknya dan mengaku jatuh cinta padaku. Mungkin ... kalau aku bertahan lebih lama di sana saat itu, Rosa akan lebih baik daripada memikirkannya seharian seorang diri.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Semicolon
JugendliteraturSebuah semicolon digunakan saat seorang penulis sebenarnya bisa mengakhiri sebuah cerita, namun memutuskan untuk tidak melakukannya. Penulis itu adalah kamu, dan cerita itu adalah hidupmu. - Project Semicolon. Ini adalah cerita tentang Bella, gadis...