50. Janji Kelingking

100 35 30
                                    

Meskipun ia terus menyebutku bodoh, tapi ia mengucapkannya dengan sangat lembut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meskipun ia terus menyebutku bodoh, tapi ia mengucapkannya dengan sangat lembut. Dan itu membuatku bingung.

Benar ... dia memang selalu ada. Dia mengawasiku dan aku bisa merasakannya. Tapi ... apa itu artinya dia juga sahabatku sekarang? Apa seseorang bisa menganggap orang lain sebagai sahabatnya meski tanpa pernah mengucapkan ke satu sama lain kalau mereka bersahabat?

Aku benar-benar tidak mengerti. Kenapa hubungan antar manusia begitu rumit dan merepotkan.

Kaivan tersenyum. Dan ia kembali menarik wajahku, menempelkan dahiku dengan dahinya seperti sedang berkomunikasi dalam diam. Dan aku nyaman. Aku merasa aman.

Aku bisa merasakan perasaan itu lagi setelah sekian lama.

Perasaan nyaman dan merasa dilindungi saat aku bersama Rosa dulu.

Dan saat ini. Aku bisa mendapatkannya dari Kaivan?

"Maaf," erangku menyesal, masih sambil menatap tangan Kaivan yang berdarah karena perbuatan bodohku. Aku tidak seharusnya ikut melibatkan dia dalam satu hal ini. Aku menyesal.

"Kalo lo sakit, gue juga sakit. Enggak perlu minta maaf. Sekarang, ikut gue." Kaivan berdiri lebih dulu lalu mengulurkan tangannya ke hadapanku. Aku menyambutnya. Air mataku sudah kering, tidak ada lagi yang menetes, hanya saja rasanya tetap tidak nyaman kalau mata membengkak seperti itu.

Kaivan menggenggam tanganku lalu berjalan memanduku. Aku tidak tahu ke mana ia akan membawaku. Yang jelas, aku hanya akan mengikutinya mulai saat ini. Kaivan adalah sahabatku dan dia sudah mengatakannya. Aku percaya padanya. Lebih baik daripada tidak punya satu pun orang di dunia yang kejam ini untuk bisa kupercaya.

Langkahnya berhenti di depan ruang UKS. Ah, benar, aku dan dia harus mendapatkan perawatan segera sebelum infeksi yang tidak diinginkan terjadi. Tangan Kaivan masih menggenggamku erat, tak mengendur sedikit pun.

Namun, baru saja akan membuka pintu yang tertutup itu, tiba-tiba seseorang dari dalam membukanya lebih dulu. Nyaris membentur Kaivan yang berdiri sangat dekat dengan pintu.

Rosa dan Ani.

Aku tidak tahu apa yang mereka berdua lakukan di dalam UKS. Yang aku tahu, aku segera tertarik untuk menatap kedua tali sepatuku saat aku melihat mata mereka sekilas.

"Cih ... masih belum puas aja lo habis mesum di gudang? Sekarang malah gandengan tangan di sekolah pas jam kelas. Kawin aja sana enggak usah sekolah!" bentak Ani. Aku tahu ia tidak mungkin tidak mengucapkan sesuatu.

"Lo kenapa, Van? Kenapa tangan lo?" suara Rosa.

Suaranya berhasil menarik perhatianku untuk menatapnya. Dan saat aku menatapnya, mata Rosa hanya berfokus pada Kaivan.

"Bukan urusan lo. Minggir, gue mau masuk." Kaivan yang dingin telah kembali, versi Kaivan yang tidak pernah aku lihat saat ia bicara padaku.

"Astaga, ini pasangan emang bener-bener gila ya. Kalian mau bunuh diri bareng? Biar kayak Romeo and Juliet gitukah maksudnya? Cielah jijik banget gue lihatnya." Ani mengernyit sambil mengibaskan tangannya di depan hidung.

My SemicolonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang