Selamat pagi!!!!
Absen pagi dululah, aku nulis part ini tadi jam 4 jadi kalo kalian baca part ini jam berapa?
Semakin banyak yang absen, semakin cepet aku up part selanjutnya!!
Jangan bosen nunggu yaaaa
o0o
Happy reading!!! Semoga suka yaaa!!!
o0o
Seminggu berlalu begitu lama semenjak kepulangan Fino ke kota di mana ia melanjutkan pendidikannya, ah tidak-tidak. Semenjak kepergian Arsya, kehidupan Nala berjalan sangat lambat. Tidak hanya lambat tapi juga terasa hampa dengan luka besar yang tak kunjung sembuh.
Padahal dulu sebelum ia bertemu Arsya, ia baik-baik saja. Tapi kenapa sekarang saat lelaki itu sudah pergi dan ia kembali sendiri ia merasa sangat menderita? Seharusnya Nala bisa, seperti apa yang ia lakukan sebelum bertemu Arsya dulu. Seharusnya rasa kehilangan ini juga hilang mengingat sudah setahun lebih kekasihnya pergi. Tapi, kenapa semua masih terasa menyakitkan? Seolah semua kejadian memilukan yang menimpanya itu baru terjadi kemarin. Seolah senyuman Arsya untuk terakhir kalinya itu ia dapati kemarin. Seolah tangis-tangis orang di sekitar dan memanggil nama Arsya itu baru terjadi kemarin. Kenapa waktu berjalan begitu lambat?
"Sorry."
"Hm?"
"Sekali lagi maaf, gue duluan."
Suara itu, suara yang sudah lama tak ia dengar kini kembali menyapa telinganya. Serak, berat dan rendah yang di mana membuat jantung Nala berdebar lebih cepat beribu kali lipat.
10 hari berlalu dari hari di mana ia bertemu sosok Arsya di kedai es krim favorit mereka dulu. Nala sendiri tidak tahu ia Arsya tau bukan, tapi ia sangat yakin bahwa lelaki itu adalah Arsya. Ia juga tidak tahu, hari itu ia sedang halusinasi atau tidak. Karena seperti apa yang Fino ucapkan bahwa Arsya memang tidak benar-benar meninggalkan Nala. Ada kalanya ia merasakan sosok itu hadir di sisinya, menemaninya dan juga menjaganya.
Tapi hari itu, ia dapat merasakan tubuh kekar yang tak sengaja ia tabrak. Itu nyata, bukan halusinasi belaka. Tapi bagaimana cara ia membuktikan bahwa lelaki itu memanglah Arsya. Sedang Nala dengan mata kepalanya sendiri melihat tubuh kaku Arsya yang dimasukan ke liang lahat.
Di teras rumah, sepasang kekasih duduk lesehan dengan kepala sang gadis yang bersandar di bahu kanan lelaki yang tengah merangkul bahunya.
"Kak."
"Hm?"
"Tiba-tiba aku kepikiran sama omongannya Rea tadi siang," ucap Nala membuat Arsya mengkerutkan keningnya.
"Emang Rea ngomong apa?" tanyanya penasaran.
Nala beranjak dari posisi bersandarnya. Ia mengubah duduknya menjadi menghadap Arsya dan menatap lelaki itu.
"Tadi tuh Rea baca novel, terus tokoh utamanya meninggal. Nah Rea tiba-tiba ngomong, katanya dia gak bakal siap ditinggalin sama orang yang dia sayang. Entah itu mama, papanya, kakaknya, kakek neneknya, sahabatnya atau pacar sekali pun. Rea bilang dia gak bakal pernah siap ditinggalin," jelas Nala membuat Arsya tersenyum kecil dalam mendengarkan penjelasan itu.
Mulut kecil Nala yang berceloteh sangatlah lucu, apalagi dengan wajah yang serius.
"Gak ada orang yang siap ditinggalin, Nana."
Nala mengangguk, "Nah itu! Kalo aku, tanpa baca cerita yang sad ending. Aku emang gak siap buat ditinggalin, aku ... aku takut sendiri, aku takut gak punya temen. Ya pokonya aku gak siap dan gak akan pernah siap ditinggalin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Caraphernelia (Nala Story)
Novela Juvenil"Kak ... Arsya?" "Nala?" . . Sepeninggal Arsya satu setengah tahun lalu membuat kehidupan Nala berubah. Tidak hanya hidupnya, kepribadiannya pun kian berubah membuat orang-orang tidak percaya bahwa itu adalah Nala si gadis ceria yang bawel nan cerob...