0.1.9 Mimpi dipagi hari

972 108 8
                                    

Hm gimana ya wkwkw langsung baca ajalah ya

o0o

Happy reading!! Semoga suka yaaa

o0o

Kepalanya menunduk, jantungnya berdebar cepat dengan kedua tangan mungilnya yang saling berpelukan seolah memberi semangat satu sama lain. Di dalam kepala kecilnya, ia memikirkan segala cara untuk terlepas dari situasi menegangkan seperti ini. Mencari ide-ide yang sekiranya bisa mengalihkan atensi lelaki tampan di hadapannya. Tapi sial, tak ada satu pun ide atau cara terlintas dalam otak kecilnya.

Ia lantas menghela nafasnya panjang, entahlah kenapa padahal ia hanya menunduk dengan takut tapi rasanya sangat lelah.

"Harus berapa kali saya bilang?" suara berat, serak, datar dan dingin itu kembali terdengar menyapa telinganya yang sangat ingin ia sumpal.

Lagi-lagi, ia tak bisa menjawab. Membuatnya mendengar helaan nafas lelah dari lelaki itu.

"Nala Zanneta," panggilnya dengan penuh penekanan.

Nala menelan ludahnya sendiri dengan susah payah. Jika Arsya sudah memanggil nama lengkap, tamat sudah riwayat Nala. Bahkan cara terlicik yang mungkin saja tiba-tiba terlintas di otaknya tak bisa menyelesaikan semua.

Memanggil Nala dengan nama lengkap, mendengar helaan nafas yang panjang, suara yang sangat datar serta dingin. Belum lagi Nala merasa sepasang mata tajam menatapnya sedari tadi. Semua itu menandakan bahwa seorang Arsyanendra Sangga Zafar, sudah benar-benar kesal dan emosi. Sedikit saja seseorang menyenggolnya, maka emosi itu akan lepas kendali.

Jadi tugas Nala adalah diam, menunduk, seperti anak kucing yang ketahuan mencuri lauk majikannya. Karena melawan pun ia akan kalah, bahkan kalah hanya dengan membalas tatapan tajam Arsya.

"Saya gak suka kamu gak nurut kaya gini," ucapnya membuat bibir Nala tanpa sadar melengkung ke bawah.

"Saya cape loh kalo kamu kaya gini terus," lanjutnya dan semakin membuat Nala berpikiran yang tidak-tidak.

"Kalo kamu gini terus sa--."

"Gak mau! Gak mau putus!" ucap Nala langsung memotong perkataan Arsya dan mengangkat wajah yang sudah basah oleh air matanya.

Alis Arsya terangkat sebelah melihat menggemaskan itu, "Kamu kapan nurut sama saya?" tanyanya.

Nala berusaha keras menahan tangisannya, "I--iya, aku nu--nurut, ma--aaf," jawabnya.

Arsya lagi-lagi menghela nafasnya pelan, tak tega melihat gadisnya menangis seperti ini. Ia lantas mengangkat sebelah tangannya dan mengusap air mata yang terus keluar itu.

"Jangan nangis, saya gak suka liat kamu nangis," ucapnya lembut membuat Nala mencabikan bibirnya pelan.

"Kakak yang bikin aku nangis!"

Arsya terkekeh pelan, "Maaf sayang."

Sekarang sebisa mungkin Nala menahan bibirnya untuk tidak tersenyum. Ia bahkan sudah mengalihkan pandangannya tak mau menatap mata Arsya. Dan tindakan itu benar-benar membuat Arsya gemas sendiri, sehingga mengecup sayang kening Nala.

"Kak!" rengeknya.

Arsya lagi-lagi tersenyum, merapikan anak rambut Nala yang menghalangi wajahnya.

"Saya khawatir Nala, sangat khawatir. Kalo saya gak bisa ada di deket kamu, kamu boleh minta tolong teman-teman saya untuk sama kamu. Siapa saja, asal jangan pernah sendiri," ucap Arsya dengan lembut dan penuh kasih sayang, agar gadis nakal seperti Nala ini paham.

Caraphernelia (Nala Story) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang