7

1K 179 37
                                    


"Kau suka mataku? Hahaha! Makanya kamu suka warna pink, nak? Tidak apa. Tidak perlu malu untuk menyukai sesuatu, selama itu bukan hal buruk."

┬┴┬┴┤┈┈┈┈┈┈┈┈├┬┴┬┴

"KAU...!?"

"...huh?"

Toko butik terkenal, butik Celestia, diramaikan oleh pengunjung seperti hari-hari biasanya. Namun kali ini, pertemuan tak disangka terjadi. Seketika, hampir seluruh mata yang ada di ruangan mengarah pada sumber teriakan amarah.

"KAU? KENAPA KAU DISINI?"

"...huh???"

Dua manik yang sama-sama terbelalak saling bertemu. Mulut mereka berdua menganga, sementara orang-orang yang menyaksikan hanya bisa terheran-heran. Mereka bingung melihat seorang pemuda, memasang ekspresi marah pada seorang wanita berjas hitam.

"UGH! KENAPA AKU BISA BERTEMU DENGANMU DISINI!?"

Alis (Y/n) mengerut, wajah tercengang, memandang orang di depannya mengacak-acak rambut frustasi. Padahal dia cuma ingin melaksanakan salah satu tugasnya; mengambil pesanan seragam, sekalian membeli beberapa kain... tak disangka-sangka, justru kejadian aneh kembali menimpanya.

Qian menghela napas kasar, lalu melemparkan tatapan tajam pada sang Manajer.

"Aku akan menganggapmu tidak ada! Bersyukurlah! Jangan menggangguku!" peringat Qian tegas, lalu mengalihkan pandangan dan mencoba fokus pada kain-kain yang terpampang di atas meja.

(Y/n) menyipitkan mata. Perasaan mereka baru saja bertemu, memangnya (Y/n) mengganggunya? Lebih-lebih, tingkah Qian yang berusaha acuh tak acuh mengherankan (Y/n). Namun si gadis mora mengendikkan bahu, biarkan saja orang aneh itu. Tatapan (Y/n) pun kembali ke meja di hadapannya.

Sembari memilih-milih kain, sesekali rasa penasaran menyerang (Y/n), ia melirik Qian yang menatapi kain dengan fokus. Tebersit keinginan untuk menelepon Dainsleif atau menangkap basah pemuda ini, tetapi kalau dipikir-pikir, akan sulit.

(Y/n) juga bingung, apa yang dilakukan Qian di toko butik? Ah... dia jadi mengingat hobinya yang suka menyatukan benang. Apa dia membeli kain untuk menjahit? Qian nampak seperti orang biasa, padahal seorang penjahat yang berbaur bersama pengunjung butik. Selain tidak punya bukti, mana mungkin mendadak... (Y/n) menelepon polisi? Yang ada nanti justru dia yang diinterogasi, karena sudah menuduh yang tidak-tidak. Lagipula, nampaknya Qian cukup tenang. Mantan penculiknya itu kelihatan tak ingin berbuat apa-apa.

Plus fakta bahwa agensi diam soal penculikan kemarin... ya, agensi menutup kasus itu rapat-rapat dan Dainsleif sendiri tidak bertindak. Seolah-olah, mereka menganggap Qian dan ancamannya tidak pernah ada. Semenjak saat itu pula, tidak ada yang membahas soal hal tersebut. Situasi kembali tenang, menyebabkan (Y/n) dulu sempat bertanya-tanya pada Dainsleif (walau masih bertengkar) tetapi tak dijawab. Sekali lagi, kecurigaan terhadap TVT menumpuk di pikiran (Y/n).

Padahal mereka bisa saja memproses lewat jalur hukum dan menangkap Qian. Belum dihitung-hitung, kekuatan TVT itu tidak dapat terelakkan, Tevyat saja tunduk padanya. Pasti akan mudah menyelesaikan kasus secuil penculikan Qian. Namun kenapa mereka diam?

Oleh sebab itulah, (Y/n) memutuskan untuk tidak ikut campur. Seperti kata Qian, anggap saja pertemuan ini tidak ada. Menemukan mantan penculikmu di toko butik dalam keadaan santai... entah seberapa banyak kejadian aneh lagi yang akan jatuh ke (Y/n).

Akan tetapi, (Y/n) tetaplah (Y/n). Rasa penasarannya perlahan-lahan mengalahkan ketidakpeduliannya. Ia dalam beberapa detik melirik ke Qian, waswas bila pemuda itu mendadak melakukan sesuatu. Mau bagaimana pun, peristiwa sebulan lalu tentunya akan terus dikenang (Y/n). Imej Qian yang baik nan polos hancur total setelah semua itu.

[END] 𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐇𝐄 𝐌𝐀𝐍𝐀𝐆𝐄𝐑 ┆✘ Second BookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang