10

1K 172 41
                                    


"Balaslah kebaikan dengan kebaikan. Jangan menjadi orang yang tidak tahu diri. Ingat, hukum karma itu berlaku. Hm? Oh... ya, aku mempercayainya, nak."

┬┴┬┴┤┈┈┈┈┈┈┈┈├┬┴┬┴

Hari berganti hari, waktu terus berdetak semenjak (Y/n) mengetahui fakta TVT menjalankan sebuah pabrik obat-obatan. Bagi (Y/n) sendiri, ia tidak paham "Obat-obatan" disini dalam maksud apa. Apakah obat penghapus ingatan seperti obatnya Rhinedottir? Atau obat medis? Atau kemungkinan terburuk... obat-obatan terlarang seperti narkoba? (Y/n) sungguh tidak ada ide atas hal tersebut.

Kini, dia harus membagi fokusnya dengan rapi. Kalau Dainsleif tidak ingin memberitahu, (Y/n) telah bertekad menguak kebenarannya sendiri. Oleh karena itu, ia akan mulai dari meminta penjelasan pada seseorang. Semoga saja orang ini mau membantunya.

"A-ada apa, Manajer? K-kenapa memanggilku datang kesini?"

Pemuda bersurai pirang yang dikepang itu nampak gugup dan bingung. Wajar saja, mendadak di waktu istirahatnya, sang manajer memintanya untuk datang ke apartemen sendirian. (Y/n) berkata, ia ingin berbincang dua mata saja bersama Aether, sehingga keempat anak bebek lainnya tak menunjukkan diri.

"Aku ingin menanyakan banyak hal padamu, Aether," ujar (Y/n) serius, menambah rasa gugup si Viator.

Ingatan Aether melayang beberapa hari lalu, ketika berbincang dengan Kazuha.

"Hei, Ther... kalau Manajer tiba-tiba nanya-nanya kamu, jawab ya. Kasihan dia, kebingungan, mana lagi kak Dain nutupin semuanya."

"Apa maksudmu?"

"Pokoknya, jika suatu saat Manajer menanyakan rahasia kita, kasih tahu aja."

"...kenapa aku?"

"Karena kau lihat sendiri, kan? Kami semua pecundang. Kamu doang yang tegas ngambil langkah berani, dari nyuruh dia berhenti sampai berhadapan dengan Kak Dain sendiri. Lagipula, nampaknya kamu mengetahui sesuatu yang tidak kami ketahui. Jadi memang lebih baik kamu aja."

Apakah yang dimaksud Kazuha di hari itu adalah ini? Duduk di sofa berhadapan dengan (Y/n), dan wajah gadis tersebut kelihatan begitu serius dan tajam.

"Aku akan langsung ke inti. Apa kau tahu apa yang disembunyikan Dainsleif dariku? Mengenai TVT?" Pertanyaan (Y/n) membuat Aether terbungkam.

Pikirannya segera meliar kemana-mana, mencari cara agar ia tak menjawab pertanyaan itu. Namun (Y/n) mengetahui ekspresi gelisah Aether, si gadis cepat-cepat meyakinkannya, agar ia mendapat jawaban. Untuk sekarang, hanya Aether harapannya.

"Tolong jawablah. Aku tahu urusan Dainsleif dan TVT bukan urusanku, tapi aku berhak tahu. Aku bagian dari mereka, dan kalian semua mengetahuinya kecuali aku. Aku tidak mau menjadi satu-satunya orang bodoh disini," ketus (Y/n).

Aether tertegun. Tentu ia menyadari perubahan manajernya. Beberapa hari terakhir, Aether sadar (Y/n) perlahan menjadi kaku, suka melamun, dan tidak terlalu fokus. Yang lebih parah, ketika (Y/n) ceroboh, ia bertingkah biasa saja dan meminta maaf. Manajer yang ia kenal, biasanya akan panik atas kecerobohannya sendiri. Belum lagi, ia tak nampak seceria pada umumnya kalau soal mora. Kini (Y/n) berubah menjadi lebih... depresi?

Namun Aether sudah memikirkan balasan matang-matang. "Maaf, Manajer... aku nggak bisa ngasih tahu."

Rasa bersalah meliputi si Center, sedangkan manajernya mendapat rasa kecewa. Bahkan Aether pun... tidak mau memberitahunya? Bukankah anak ini sendiri yang pernah memintanya berhenti, yang paling prihatin dengan resiko berada di TVT? Kenapa dia pun, tak mau memberitahu (Y/n)?

[END] 𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐇𝐄 𝐌𝐀𝐍𝐀𝐆𝐄𝐑 ┆✘ Second BookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang