27

703 144 25
                                    


Jika menginginkan sesuatu, kau harus mengorbankan sesuatu juga.
❛ ━━━━━━━━・❪ ✮ ❫ ・━━━━━━━━ ❜

TAP TAP TAP

"Sandi morse!?"

"Dengarkan aku ...," bisik Heizou, tenang tapi terburu-buru. Di saat bersamaan, kakinya menepuk-nepuk lantai gelisah.

Entah komat-kamit apa yang dikeluarkan mulut sang detektif, keenam orang hanya fokus pada satu suara, pukulan kaki pada lantai. Meski Heizou mengucapkan beberapa kata, dia sendiri pun tidak henti-hentinya melirik ke bawah sebagai sinyal agar mereka mendengar sandi yang dia berikan.

"Ledakan. Baju. Pura-pura. Curi HT Pistol."

Sedangkan sorot mata menjelaskan segalanya, seolah-olah mereka bisa saling bertelepati.

"Kita akan terkena ledakan. Tapi jangan khawatir, ingat pakaian aneh yang diberikan Tenryou tadi? Itu baju anti ledakan. Nanti kita harus pura-pura pingsan, mereka pasti ingin mengambil barang kita. Saat itulah, kita akan ambil kembali dan kalau bisa, curi pistol mereka saat mereka nggak liat."

DUARRR

Bertepatan setelahnya, perkataan si jenius dikabulkan.

.

.

.

.

.

"Ha. Kalian mencarinya?"

Kepanikan Qian sudah turun. Dia membalas Heizou dengan senyuman lebar dan alis mengerut. Meski ketujuh orang itu telah memanggil bantuan dan mencuri senapan-senapan anak buahnya ....

"Apakah bahkan si mainan mencari kalian?"

Tetap tuan rumah-lah yang pastinya lebih unggul.

Mendadak, puluhan pria bertopeng mengelilingi pihak TVT. Otomatis mereka mundur keluar dari jangkauan sofa, punggung saling berhadapan satu sama lain, membentuk lingkaran pertahanan dan mengarahkan pistol mereka pada lawan.

Mau bagaimanapun, mereka hanya berhasil mencuri tujuh pistol dan kalah dalam jumlah. Sisi positif dari keadaan sekarang ialah ... setidaknya misi mereka berhasil, mengabarkan para Harbinger kondisi saat ini.

"Kita ini idol, loh. Emangnya kalian bisa kelahi?" bisik Venti, menyengir menertawakan kemampuan teman-temannya sekaligus dirinya sendiri.

"Aku pernah belajar bela diri dulu," balas Heizou santai, yang mana menambah kelucuan bagi mereka. Sekarang dia pegang pistol, bukan pakai sabuk.

"Hm. Aku nggak tahu cara menembak." Xiao ikutan angkat suara dengan wajah datarnya. Meskipun begitu, ia tetap berusaha memegang senapan sesuai yang pernah ia lihat dulu.

"Harus ada tekniknya, kah? Tinggal tarik pelatuk apa susahnya?" Sedangkan Aether mengendikkan bahu.

"Wuih, bahaya, lah. Nanti yang ada kamu malah nembak temen sendiri," balas Kazuha sedikit sinis.

Aether malah tertawa, "Kalau begitu, bagus dong. Kayaknya aku bakalan ahli dalam hal ini."

Kedua orang lain hanya diam mendengarkan candaan 5WIRL di situasi setegang itu. Tanpa kelima pemuda sadari, pegangan Dainsleif dan Albedo terhadap pistol benar-benar tepat. Posisi tubuh mereka juga lebih benar, menandakan mereka berdua satu-satunya yang profesional dalam hal menembak di sini.

"Kalian ... gak takut mati apa? Ini pistol beneran, lho," celetuk Venti tiba-tiba, sedikit nada ragu dikeluarkannya.

Hening. 5WIRL terdiam. Benar juga, mereka memegang senapan api yang nyata, bahkan tidak tahu cara menggunakannya, belum lagi pihak musuh yang lebih ahli. Bukankah juga ... apa berarti mereka akan membunuh seseorang di sini?

[END] 𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐇𝐄 𝐌𝐀𝐍𝐀𝐆𝐄𝐑 ┆✘ Second BookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang