29

705 135 9
                                    


"Pada akhirnya, yang punya hati-lah ... yang akan menuntaskan segalanya."

... beliau ada benarnya.

❛ ━━━━━━━━・❪ ✮ ❫ ・━━━━━━━━ ❜

"Tarik saja pelatuknya."

Cahaya pagi menyerobot masuk melalui atap kaca, menyiram panggung dan pistol yang tengah terarah pada seorang gadis. Matahari tahu permainan drama mereka, senang hati mendaftarkan diri menjadi petugas pencahayaan panggung.

Deru napas satunya tak karuan, sedangkan justru yang diancam nampak begitu tenang. Saksi hanya bisa terkesiap, menunggu dan menghormati keputusan sang gadis mora. Namun di sisi lain, mereka telah memasang kuda-kuda, mempersiapkan diri bila Qian bergerak selangkah lebih maju.

Yang gelisah di sini adalah Dainsleif. Betapa inginnya ia menarik (Y/n) menjauh, senjata api hitam tersebut nyata. Dulu dia yakin Qian tidak akan berani menembak seseorang ... tetapi sekarang? (Y/n) baru saja menghantam kepercayaannya dan dia pastinya tak akan tanggung-tanggung lagi.

Namun mengapa?

Mengapa (Y/n) tak sedikit pun mundur?

"(Y/n) ...." Nada putus asa keluar. Sungguh, Dainsleif tak ingin dia terluka.

"Biarkan aku sekali saja, kumohon Dain."

... gadis itu juga keras kepala.

Hah.

Dainsleif mengambil langkah mundur. Memang dari dulu ... dirinya selalu mengekang sahabatnya sendiri. Berusaha menjauhkannya dari marabahaya, tetap saja kena. Mencoba menyembunyikan segalanya, tetap saja tahu. Mungkin, mungkin untuk kali ini ... Dainsleif harus rela melepaskan meski sedetik.

"Qian."

Tenang.

"Apa kau tahu? Jika kau meledakkan TVT, berarti kau akan mengulang masa lalu, mengulang tragedi Khaenri'ah."

Yang menggema di aula hanyalah suara (Y/n).

"Kau menyayangi karyawan-karyawanmu. Kau peduli pada hidup mereka yang tragis. Kau memperhatikan nyawa seseorang, jadi kenapa? Bukannya meledakkan TVT sama saja seperti melakukan tindak Khemia, bahkan lebih buruk?"

Salah satu yang (Y/n) sadari ketika berada di mansion Cha adalah ... Qianfan menjadi "manusia" jika disangkutkan pada bawahannya. Tak pernah sekali pun di rumah itu ia mendengar ada pelayan yang berkeluh kesah, atau orang bertopeng yang merutuki dirinya. Nyatanya, dia bertekad membawakan balas dendam untuk mereka.

" ... berhenti nge-drama. Apa maumu?"

Dingin. Sedingin senapan yang dia pegang. Alis Qian menajam, si pengkhianat keterlaluan. Mengapa dia menjadi orang yang sok tahu? Apa maunya? Padahal ... padahal di titik ini, dirinya sudah terpojok. Kalah. Namun dia ....

Banyak omongan doang. BANYAK OMONG!

Pegangannya terhadap pistol semakin erat.

"Maaf."

... apa?

Maaf. Satu kata.

... itu yang dia inginkan?

Benda runcing seketika menusuk hawa ruangan. Hati mereka menyusut, entah mengapa, suara lembut tadi justru meremas setiap jiwa hingga berkeping-keping, terutama pemuda bermanik merah muda ini.

... maaf?

"Aku, atas nama Celestia dan TVT, serta dari diriku sendiri, meminta maaf sebesar-besarnya pada Khaenri'ah dan Abyss."

[END] 𝐁𝐞𝐡𝐢𝐧𝐝 𝐓𝐇𝐄 𝐌𝐀𝐍𝐀𝐆𝐄𝐑 ┆✘ Second BookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang