Empat

138 6 1
                                    

Enjoy to reading!
_..._..._..._..._..._..._..._..._...

"A-yah." panggil Sandra lagi.
"Ada teman deket kakak yang mau main ke sini." ujar Sandra memberikan pernyataan.

Ayah sudah berada di suapan terakhir untuk membereskan acara makan malamnya.

"Hm," Ayah bergumam sembari mengerutkan keningnya sebab memikirkan sesuatu. Merasa aneh karena ini kali pertama Sandra mengabari Ayah bahwa akan ada temannya yang datang ke rumah.

Padahal biasanya jikalau memang ada temannya yang datang seperti kelompok untuk mengerjakan tugas bersama di rumah Sandra, dia tidak meminta izin atau persetujuan pada Ayah.

Asmita berdeham.. "Temen apa demen."

Sandra melirik tidak suka pada Asmita. Dari bawah meja, kaki Sandra menendang ke arah kaki Asmita. Apa-apaan coba maksud Asmita ini?!

"Siapa?" tanya Ayah singkat.

"Biasalah, Yah. Kak Sandra udah pacaran, tuh." adu Asmita pada Ayah lagi.

Sandra buru buru menyangkal apa yang Asmita ucapkan di hadapan Ayah. "Ngawur!! Asmita jangan di dengerin, Yah. Masa si Ami di percaya." Sandra berusaha meyakinkan Ayah dengan teramat, kedua tangannya di kibas kibaskan di hadapan Ayah agar Ayah tidak percaya akan ucapan yang Asmita lontarkan.

Tanpa sadar, Bunda memberikan senyuman lebar dan tatapan yang sulit untuk Sandra definisikan jika di perhatikan.

Ayah mulai curiga akan kejadian hal ini. Hingga akhirnya Ayah menyimpulkan bahwa kali ini Sandra meminta izin pada Ayahnya perihal pacarnya yang akan datang ke rumah. "Pacar kamu hobinya apa?"

Sandra mencoba menahan malu. Wajahnya sudah kemerahan seperti warna kepiting yang di rebus.

"Main basketball."

Eh!

Setelah mengungkapkan hal itu Sandra menutup mulutnya. Dia baru menyadari bahwa dengan menjawab pertanyaan Ayah yang ini, secara tidak langsung itu artinya Sandra meng-iya-kan bahwa dia sudah memiliki pacar. Apakah Ayah sudah menyadari tujuan sebenarnya Sandra ini apa?

Meja makan menjadi ramai setelah Sandra terlihat salah tingkah. Ayah, Ibu, dan Asmita menertawakan dirinya.

"Keceplosan juga, kan?" Bunda berkomentar.
"Bukan Bunda, loh, yang ngasi tahu." lagi lagi Ajeng -Bunda Sandra, terkekeh karena melihat kelakuan Sandra.

Kini Ayah sudah benar benar yakin, "Oh, jadi selama ini kamu sudah pacaran tanpa ngomong ke Ayah?" Ayah menghampiri Sandra untuk menggelitikinya.

"Ampun, Ayah. Maksud Sandra enggak kayak gitu."

Sandra berusaha menghindar meloloskan diri dari Ayah. Namun yang lolos hanya sebuah tawa geli yang Sandra rasakan.

Bunda dan Asmitapun ikut menghampiri mereka. "Hayo, terus, Yah biar kapok kak Sandra." kata Asmita di hadiri gelak tawa yang terdengar sangat memuaskan.

Bunda sudah lumayan lemas untuk tertawa lagi, "Udah, ah."
"Enggak papa pacaran kan Yah? Selama masih wajar dan bisa jadi penyemangat belajar. Kenapa enggak?" usul Bunda akhirnya.

"Ternyata anak Ayah udah gede."

Mata Sandra berbinar, memancarkan kebahagian itu terlihat muncul pada dirinya sendiri. "Ayah dan Bunda udah setuju berarti?"

Ayah memeluk dan mencium kening Sandra. Dia juga menganggukan kepalanya pertanda setuju akan hal argumen yang Bunda utarakan. "Tapi dia harus nyiapin topik pembicaraan tentang hobi Ayah. Burung."

Sandra tergelak. Dia terkejut dan membulatkan dua bola matanya. "I-ya, Yah." pasrah Sandra.

Padahal yang Sandra tahu, sang kekasih -Sevix Adnandra ini tidak tahu apa apa tentang burung.

Ya, tapi nanti gampang lah. Bisa survey dulu. Pikir Sandra.

~~~

"Gimana kata Ayah?"

"Emmmm." Sandra berpura-pura kebingungan untuk mengungkapkan perihal ini.

Sesekali matanya melirik pada Sevix hanya untuk menemukan wajah Sevix yang juga tidak kalah gugup dan penasaran menunggu jawaban dari Sandra.

Setelah lama memperhatikan dan menunggu sebuah jawaban dari Sandra. Kemudian Sandra menggelengkan kepalanya.

"H-hah serius?" entah kenapa yang Sevix rasakan saat ini adalah gugup. Bahkan lebih dari limarius Sevix gugup dua kali lipat.

Mengapa Ayah tidak mengizinkan? Apakah--

Tiba-tiba Sandra memeluk Sevix lalu tertawa. "Prank!"
"Itu kameranya aku taro di bawah tanah."

"Hah, gimana?" berhubung Sevix masih gugup, dia menjadi overload.

"Ayah sama Bunda udah fiks restuin hubungan kita."

"YEAYYYYY."  Sandra dan Sevix teriak dan bahagia secara bersmaaan.

~~~

"Kamu jadi kesini?"

Sevix yang mendengar pertanyaan seperti itu di seberang sana langsung membenarkan posisi duduknya untuk segers menjawab Sandra di telepon. "Jadi dong. Tapi ini gimana, ya yang masalah burung. Aku masih ngapal ngapalin jenisnya sedikit sedikit."

Sandra menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Aku juga bingung, soalnya aku juga sama sekali enggak paham tentang burung gitu."

"Duh, gimana, ya."

Sevix mempertemukan kedua jarinya hingga terdengar bunyi yang nyaring dan renyah bak dia menemukan ide cemerlang yang baru sebagai pertanda jalan untuk sebuah solusi.

"Coba tolong dong kamu tanyain yang Ayah pelihara di rumah, tuh, jenisnya burung apa."

"Oh, iya, juga ya." bahkan Sandra tidak terpikirkan untuk memepertanyakan hal ini.

Sandra langsung menghampiri Ayah di luar rumah yaitu ruang teras. Yang sedang Ayah lakukan saat Sandra keluar adalah membaca koran.

Tanpa basa basi Sandra langsung bertanya perihal burung yang berada di dalam kandangnya itu, kebetulan sedang berada di hadapan Ayah, jadi Sandra lebih mudah untuk basa basi. "Yah,"

Panggilan dari Sandra membuyarkan fokus Ayah. Ayah reflek melepas kacamatanya sejenak kemudian memasang kembali setelah Ayah mengelap kacamata itu.

Di luar teras rumah itu kurang lebih ada empat jenis burung. Mungkin Sandra bisa menebak salah satu dari empat jenis burung yang ada disitu. Kakak tua, ya, hanya itu jenis burung yang Sandra ketahui. Yang tiga jenis lagi itu asing di mata Sandra, dia tidak tahu. Bulu burung itu berwarna biru dan memesona. Tapi Sandra tidak tahu itu jenis burung apa.

"Ayah jelek."

Burung kakak tua itu menirukan suara Sandra.

Ayah hanya membalas dengan tertawa, "Sandra suka bercanda." kata Ayah.

"Burung kakak tua tidak pernah muda." ujar Sandra lagi, tanpa Sandra sadari dia mengucapkan kalimat itu dengan sebuah nada.

"Why?" Sandra merasa aneh sebab burung kakak tua itu enggan menirukan suaranya lagi.

"Ah nggak asik. Kalo yang itu jenis burung apa Yah?"

Ayah berdiri dari duduknya, "Tiga jenis burung ini sebenarnya sama tapi privillage mereka berbeda."

"Inituh namanya burung Cekakak. Bulunya cantik, namun kadang kurang ramah sama orang yang jarang dia lihat."

Sandra mengangguk anggukan kepalanya. Meskipun Sandra tidak terlalu paham perihal burung yang Ayah jelaskan itu.

Yang Sandra lakukan setelah mendapat jawaban dari Ayah adalah kembali ke ruang kamarnya.

***

Saya bikin ending di cerita ini semengalirnya aja. Tapi ini kok kayak bau bau happy end😭😭😆

***

By the way kriteria topik untuk berbicara dengan Ayah Sandra lumayan, ya. Saya juga sebenarnya tidak tahu banget persoalan burung yang nulisnya akhahsh.

1008 words

Kakak Kelas [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang