Kageyama yang duduk di sebelahnya mengerti maksud dari ucapan Hinata, ia merasa ngeri membayangkan sebuah vila kosong yang dibiarkan selama bertahun-tahun, terlebih lagi vila ini berada di tengah hutan. Ntah karena terlampau ngeri membayangkan hal itu, atau malah karena terlampau terburu-buru menyantap nasi karinya, Kageyama tersedak, ia menepuk-nepuk dadanya sendiri.
Hinata yang berada di sisi kiri Kageyama benar-benar tidak menyadarinya. Untungnya Yachi yang berada di sisi kanan Kageyama langsung menyodorkannya minum sambil membantunya menepuk-nepuk punggung Kageyama. Sesaat kemudian, Yachi menyadari seharusnya ia cukup dengan memberinya air minum saja. Ntah mengapa, Yachi mendadak malu sendiri dengan tindakannya barusan.
"Wah wah Yachi, aku rasa Raja kita tidak terlalu membutuhkan tepukan itu." Tsukisima yang memperhatikan hal itu langsung mengambil kesempatan untuk menggoda Yachi. Yachi semakin malu, ia berharap mukanya tidak memerah sekarang. Shimizu tertawa kecil melihat tingkah Tsukisima, ia merasa Tsukisima sering mengomentari hal yang berhubungan dengan Yachi. "...karena Raja Besar kita bukan tersedak makanan, tapi terlalu keget mendengar apa yang dikatakan Hinata, wajar saja, dia kan penakut." Lanjut Tsukisima, seolah mengerti apa yang ada di pikiran Shimizu, Tsukisima merasa harus memperjelasnya sesuatu, ia tidak ingin Shimizu menertawakannya karena salah paham dan berasumsi yang bukan bukan.
"Siapa bilang aku penakut?! Dan berhenti meamanggilku Raja!!"
"Bahkan saat makan?" lirih Daichi yang sudah memaklumi tingkah para juniornya.
Yachi yang mendengar Daichi langsung tersadar ia belum menjawab pertanyaan Daichi sebelumnya karena terpotong oleh teman-temannya.
"O-oh, vila ini sering disewakan kok. Jadi tidak dibiarkan kosong begitu saja. Kata ibu, penjaga vila tadi yang menguruskanya, rumah mereka berjarak sekitar satu kilometer dari sini, jadi tidak terlalu jauh" jelas Yachi. Kageyama dan Hinata yang mendengarkan merasa sedikit lega karenanya.
Mereka berbincang mengenai hal lainnya sampai makan malam selesai. Satu per satu mulai masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
"Shimizu-senpai? Mau ke mana malam-malam begini?" Yachi menggosok matanya pelan saat melihat Shimizu mengenakan jaketnya. Yachi sempat tertidur sebentar sebelum Shimizu bangkit dari ranjang."Maaf Yachi. Aku membangunkanmu ya? Aku nggak bisa tidur. Mau cari udara segar sebentar."
"Ini udah malam, mau aku temani?"
"Nggak usah. Kamu lanjut tidur aja. Aku cuma mau ke halaman depan aja kok" ucap Shimizu sambil membuka pintu kamar mereka dan bersiap keluar.
***
Jam menunjukkan pukul sebelas lewat tiga belas saat Suga menuju dapur untuk mengambil minum, ruang dapur sudah gelap karena lampu dimatikan, namun Suga masih bisa melihat samar adanya semacam jejak kaki yang habis menginjak tanah basah di pintu belakang, tapi hanya beberapa langkah saja. Ia berusaha untuk tidak berpikiran yang aneh-aneh dan melanjutkan tujuannya ke dapur.
Suga merasa awas saat mendengar ada langkah kaki yang mendekat. Gelas yang dipegangnya diletakkan di meja, dan ia bersiap mengambil pan yang cukup besar sesat sebelum Tsukisima menunjukkan wajahnya.
"Sugawara-san? Kau mau makan malam lagi?" Tanya Tsukisima saat melihat tangan Suga mengapung di udara dekat peralatan masak berada. Ia mengira bahwa Suga akan membuat omelet atau sejenisnya.
"Hah? Mana mungkin. Ini tadi.." Suga bimbang harus menjelaskannya atau tidak. Jika dijelaskan bisa-bisa Tsukisima salah paham dia takut dengan semacam hantu, kalau begitu bisa-bisa Suga diejek oleh adik kelasnya yang satu itu, "...ah lupakan aja. Aku duluan ya." Lanjut Suga sambil membawa segelas air putih yang sempat diletakkannya di meja tadi, meninggalkan Tsukisima yang menatapnya dengan sedikit bingung.
"Lehermu bisa tercekik kalau kau pakai bantal lehernya terbalik"
Suga bangkit dari posisinya yang telungkup. Sudah beberapa belas menit dia dalam posisi seperti ini. Setelah bertemu dengan Tsukisima di dapur, Suga segera membaringkan dirinya di sofa dengan bantal lehernya.Memang benar sih, sebenarnya lehernya terasa tercekik saat Suga memakai bantal leher terbalik, dengan badan yang telungkup dan wajah yang terbenam ke bantal yang lain. Terasa sedikit tercekik dan sakit, namun dia tetap mempertahankan posisinya seperti itu sampai Shimizu menegurnya.
Shimizu menghidupkan lampu ruang tamu sebelum akhirnya ikut duduk di sebelah Suga.
"Ngapain sih gelap-gelapan dengan posisi begitu?"
"Aku nggak bisa tidur. Lagi nyari posisi ternyaman"
"Dengan posisi begitu? Aku yakin itu bukan posisi ternyaman. Kenapa nggak rebahan di kamar aja?"
"Takut ganggu Daichi"
"..."
"Kau sendiri? Oh, aku nggak dengar pintu kamarmu terbuka dan tiba-tiba kau di sini?!!" Tanya Suga. Ia menatap Shimizu dengan tatapan curiga. Shimizu terlihat tertawa pelan, ia menutup mulutnya sembari tertawa, manis dan anggun di saat bersamaan.
"Apa kau berpikir aku ini hantu?" Tanya Shimizu setelah puas menertawakan Suga. Shimizu memegang tangan kanan Suga dan mengarahkannya pada tangan kirinya sendiri. "Lihat, aku bisa disentuh kan? Aku benar-benar Shimizu"
Suga yang tidak siap dengan perlakuan mendadak dari Shimizu itu segera menarik tangannya lagi setelah beberapa detik menyentuh tangan kiri Shimizu. Mendadak pipi Suga terasa hangat."I-iya, iyaa, aku percaya. Jadi, kau dari mana?"
"Dari halaman depan. Aku juga nggak bisa tidur. Aku cari udara sebentar."
"Emang di kamar nggak ada udara?"
Suga bermaksud bercanda untuk mencairkan sedikit suasanya yang menurutnya agak canggung setelah insiden memegang tangan tadi. Tapi reaksi yang Suga harapkan tidak terjadi, kalau tadi ia mengatakannya pada Yachi, mungkin saja Yachi akan menjelaskan perkaataan Suga sebelumnya sejelas-jelasnya sambil sedikit panik, dan tentu saja hal itu akan mengundang tawa. Tapi sayangnya yang dihadapannya sekarang bukan Yachi.Shimizu hanya menatapnya, dan itu membuat keadaan menjadi lebih canggung dari sebelumnya. Atau mungkin hanya Suga yang menganggap kalau saat ini sedang canggung. Buktinya, Shimizu terlihat biasa saja.
Shimizu menghela napasnya pelan dan menyandarkan tubuhnya di sofa, pandangannya ke depan, ke arah TV yang tidak menyala.
"Kita udah pergi jauh gini. Semuanya terlihat bersenang-senang. Tapi kau malah terlihat muram."
"Gitu? Padahal aku biasa aja loh ini" jawab Suga. Shimizu menatapnya sejenak, lalu kembali menatap layar TV. "Maksudku, aku juga bersenang-senang" lanjut Suga.
Iya, dia yakin dia bersenang-senang. Setelah makan malam tadi, Suga ikut bermain kartu dan tertawa bersama mereka, apa itu tidak terlihat bersenang-senang di mata Shimizu?
Ah, selain itu, ia juga turut mendengarkan dan menimpali cerita-cerita seram dari Kinoshita dan Narita. Dan itu yang sempat membuat Suga agak gelisah mendengar langkah kaki yang ternyata milik Tsukisima.
"Benar? Baguslah kalau begitu. Yaudah, aku masuk kamar duluan ya"
Shimizu berlalu meninggalkan Suga yang masih terduduk dengan bantal leher yang tidak terbalik seperti tadi.
Benar sih, sesekali Suga masih terpikir akan hal itu, tapi dia sudah berusaha tidak mempedulikannya lagi dan menikmati apa yang ada.
Suga jadi menduga-duga, apakah Shimizu selama ini memang sepeka itu dengan semua anak voli? atau akhir-akhir ini Shimizu sering memperhatikan dirinya? Suga tidak bisa mendapat jawabannya.
Suga bangkit dengan malas untuk menuju kamarnya. Dia harus memaksakan dirinya tidur atau besok dia tidak akan bisa menikmati liburan mereka karena kurang tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bercela [END] ✔
FanfictionMemberi toss terbaik adalah hal yang harus ia lakukan. Berdiri di lapangan dengan waktu terlama yang ia bisa adalah hal yang harus ia pertahankan. Di tahun ketiga ini, ia akan mengukir kenangan indah di lapangan voli sebagai tim dari Klub Voli Karas...