"Ini.. terlalu berat. Aku tak pernah membayangkan mereka tidak mempedulikanku" Suga menjawab pelan, tidak terihat candaan atau bahkan ekspresi marah di wajah Suga. Suga serius. Dan saat ini, Suga terlihat putus asa.
"..."
"Aku... Saat diskusi mengenai masalah ini, lebih baik mereka memarahiku, mengumpat padaku, lalu memaafkanku untuk kesalahan yang tidak kuperbuat daripada mereka menganggapku tidak ada seperti ini."
"Kalau mereka seperti itu, berarti mereka benar-benar menganggap kaulah pelakunya."
"Apa bedanya dengan sekarang? Mereka memberi batas untukku. Mereka mencurigaiku." Suaranya Suga sedikit meninggi, tidak bermaksud marah pada Daichi, hanya saja dia terbawa pada percakapan saat ini.
"Beri mereka waktu Suga, mereka masih bingung dengan apa yang terjadi."
"Kau selalu memikirkan perasaan mereka ya? Bagaimana denganku yang mendadak tertuduh?"
Daichi mendadak tidak bisa mengatakan apa pun. Walau dianggap sudah selesai, ternyata bayang-bayang masalah ini masih tertinggal.Daichi tidak pernah berniat menjadi berat sebelah, tapi karena dia salah memilih kata, Suga menganggapnya lebih memihak yang lain.
"Sekarang apa yang harus ku lakukan Daichi? Satu-satunya kemampuan yang ku punya di atas kemapuan Kageyama adalah kepercayaan. Dan sekarang kepercayaan itu telah memudar bahkan nyaris hilang. Jadi apa lagi yang tersisa sekarang?" Nada suaranya melemah, ia terlihat putus asa seperti beberapa menit yang lalu.
Daichi diam sejenak. Ini sisi lain dari Suga yang belum pernah ditunjukkan Suga secara gamblang seperti ini.
Daichi paham terkadang ada rasa ketidakpercayaan diri dalam diri Suga, tapi Daichi tidak menyangka dia bisa menyebutkannya sejelas itu.
Di samping itu, Daichi tidak menyukai Suga yang berputus asa seperti ini. seharusnya Suga terus berusaha, seperti yang selama ini dilakukannya."Kageyama. Kageyama. Kageyama lagi. Kenapa kau selalu membandingkan dirimu dengan Kageyama?! Kau dan Kageyama adalah dua orang yang berbeda!"
"Kami berdua di posisi yang sama Daichi! Kami berdua sama-sama setter, tentu saja aku membandingkn diriku denganya! Aku tau saat semua orang memandangku menyedihkan karena posisiku tersingkir oleh setter jenius dari kelas satu! Apa kau tau perasaanku Daichi? Di tahun terakhirku, aku hanya ingin berdiri lebih lama di lapangan. Bukan di bangku cadangan!"
Semua kaliamat itu keluar dalam dua tarikan nafas, ia sedikit tersengal. Suga tertegun. Sadar dia tidak menyaring apa-apa saja yang harus dikatakannya, ia kelepasan. Seharusnya dia tidak membahas hal ini lagi, tapi sialnya masalah di vila membuatnya frustasi dan lagi lagi mengungkit hal ini.
"Maaf. Tolong lupakan."
Suga mulai melangkah dan bergegas dari sana, meninggalkan Daichi yang masih mencerna kalimat Suga. Selama ini dia menyimpannya sendiri, di balik senyumnya.
Semenjak perisiwa di vila, hari-harinya semakin berat. Tatapan berbeda dari teman-temannya yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya kini dirasakannya. Ia hanya ingin membuat kenangan manis di tahun terakhirnya, tapi Suga malah lebih mengacaukannya dan merusak segalanya. Kini, dia menyesali mengutaran ide berlibur yang tidak sepenuhnya berasal dari dirinya.***
"Kenapa kau memanggilku? Tidak biasanya."
"Tsukisima-kun, kau benar-benar mengira Sugawara-san pelaku kejadian di vila kemarin?"
Tsukisima bergeming, Yachi yang mendadak memanggilnya hanya karena ini membuatnya sedikit tidak nyaman. Lagi pula Tsukisima berpikir masalah ini sudah selesai untuk dibicarakan.
"Apa kita harus membahas hal itu lagi?"
"Habisnya aku merasa Suga-san diperlakukan berbeda. Aku tidak rela Suga-san diperlakukan seperti itu."
Tsukisima menghela napasnya, berpikir kenapa dia ada di sini untuk mendengarkan kekhawatiran Yachi, terlebih yang Yachi khawatirkan adalah orang lain.
Tsukisima masih belum menanggapi Yachi. Beberapa siswa-siswi dan teman Yachi berlalu-lalang menyaksikan Yachi yang tidak biasanya berada di koridor sekolah terlebih bersama seorang anak laki-laki.
Tentu saja mereka sedikit penasaran, karena biasanya Yachi hanya menghabiskan waktu istirahanya di kelas, sibuk mencoret-coreti buku catatannya sendiri.
Yachi masih berdiri menghadap ke arah Tsukisima yang sedang berdiri memandangi langit dari jendela, kedua tangannya bertaut dan mengantung di lur jendela. Saat ini ia terlihat tidak peduli dengan Yachi, tapi sebenarnya dia benar-benar mendengarkan, menaruh perhatian penuh pada apa yang akan dikatakan Yachi.
"Jadi kau mau apa?"
Tsukisima menoleh sebentar saat mengatakannya, tidak bermaskud meremehkan atau menantang Yachi, Tsukisima benar-benar ingin tau apa yang ingin dilakukan Yachi sampai memanggil dirinya seperti ini. Tsukisima merasa yakin Yachi tidak memanggilnya hanya untuk mendengarkannya mengkhawatirkan Suga.
"Aku mau kau bersikap seperti biasa pada Suga-san"
"Aku bersikap biasa aja"
"Semenjak kejadian di vila, kau tak menganggapnya ada, Tsukisima!"
"Benarkah?" Tsukisima mengubah posisinya, kini ia membelakangi jendela, pandangannya mengarah pada dinding kelas di depannya, ia menyenderkan dirinya, tangannya tetap bertaut. "Tapi.. kau tau Yachi, mungkin Sugawara-san akan merasa kau meremehkannya. Kau seperti adik yang memohon kepada setiap orang untuk menjadi teman kakaknya. Menyedihkan."
"Benar juga.." Yachi ikut bersandar dan melihat dinding kelas tepat di sebelah Tsukisima. Beruntung dia menghubungi Tsukisima terlebih dahulu, setidaknya dia jadi tau tindakan yang akan dilakukannya malah bisa mempermalukan Suga. "..jadi aku harus bagaimaana?" tanyanya lirih.
"Kenapa kau sangat mempedulikan Sugawara-san? Kau suka padanya?"
"Apa? T-tentu aja aku suka!"
Tsukisima memicingkan matanya sebentar, sebelum menormalkan ekspresinya kembali, "wah, benarkah? Aku tidak menyangka kau mengatakannya terang-terangan."
Yachi diam. Tidak menanggapi Tsukisima, karenanya Tsukisima semakin yakin kalau Yachi sangat menyukai Suga.
"Semua orang menyukai Sugawara-san. Memang ada yang tidak menyukainya?"
"Aku.."
"Apa? Kenapa?" Yachi mengarahkan pandangannya pada Tsukisima. Kini, seluruh perhatiannya tertuju kepada pria tinggi di hadapannya itu. "Maksudku, Sugawara-san itu ibarat malaikat.." lanjutnya.
"Lagi-lagi ada seseorang yang tertipu oleh tampangnya. Just for your information, aku suka perempuan, tentu aja aku tidak suka Sugawara-san."
"Hah? Apa hubungannya?" Ada jeda sejenak di sana sebelum Yachi terjolak kaget karena apa yang diucapkannya sebelumnya. "APA?! MAKSUDKU BUKAN SEPERTI ITU!"
Yachi baru menyadarinya 'suka' yang dimaksud Yachi berbeda dengan 'suka' yang dimaksud Tsukisima.
Yachi menyadarkan tubuhnya lagi di dinding, sekarang posisinya seperti semula, menghadap ke dinding. Secara spontan Yachi menutup wajahnya dengan kedua tangannya yang malah membuat Tsukisima sedikit memperlihatkan senyumnya.
"Jadi.. kenapa kau sampai seperti ini demi Sugawara-san?"
"Aku tidak mau Sugawara-san diperlakukan seperti itu karena.." kalimat Yachi menggantung, ia masih mempertimbangkannya lagi apakah ia harus mengatakannya pada Tsukisima atau tidak.
"Karena?" Desak Tsukisima yang mulai tidak sabar akan pembahasan yang tidak ada habisnya ini.
"..karena aku tau kalau bukan Sugwara-san pelakunya."
"Apa?! Sejak kapan? Kenapa bisa? Jadi Siapa pelakunya?" Tsukisima tanpa sadar melontarkan beberapa pertanyaan sekaligus pada Yachi. Yachi sedikit mundur karena tanpa Tsukisima sadari, dirinya telah mencondongkan badannya ke arah Yachi.
Sadar dengan Yachi yang terlihat sedikit tidak nyaman, Tsukisima kembali ke posisinya semula. Ia ingin segera tau apa yang sebenarnya terjadi, terlebih lagi saat yachi bilang bahwa dia punya bukti bahwa pelakunya bukan Suga, Tsukisima semaki kalut, karena tuduhannya pada Suga tempo lalu salah, dan sekarang ia mengakui sikapnya yang tidak sopan pada Suga. Mendadak ia sangat merasa bersalah pada Suga walau pun Yachi belum menunjukkan bukti yang dimaksudnya, terlebih lagi tuduhan yang dilemparkannya pada Suga adalah tuduhan tak mendasar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bercela [END] ✔
FanfictionMemberi toss terbaik adalah hal yang harus ia lakukan. Berdiri di lapangan dengan waktu terlama yang ia bisa adalah hal yang harus ia pertahankan. Di tahun ketiga ini, ia akan mengukir kenangan indah di lapangan voli sebagai tim dari Klub Voli Karas...