"Mah, pipinya kok ngga tembem kaya dulu?"
"Sekarang kok belum bangun? Punggungnya engga capek mah?"
"Ana kok pake infus terus? Tangannya ngga capek?"
"Lio! Kau ini banyak tanya. Sudahlah diam saja!" Kesal Gio pada Lio.
"Apaan sih Jamet, tanyanya sama siapa yang jawab siapa." Julid Lio di hadiah i pelototan.
"Hust Lio! Siapa yang ajarin kamu bicara ngga sopan kaya gitu?! Engga boleh, engga baik! Itu kakak kamu." Tegas Karin.
"Aku dengar dari kakak² yang lewat mah, maaf mamah." Melas Lio.
"Minta maaf sama kakak!" Ujar Karin.
"Kak, maafin Lio ya." Pinta Lio.
"Engga."
"Tuh kan mah, udah minta maaf tapi kakak malah gitu. Engga asik ah." Malas Lio.
"Gio!! Jangan gitu!"
"Oke-oke kakak maafin, tapi kamu kupasin 2 buah jeruk ini buat kakak."
"Tuh kan nyebelin." Kesal Lio, tetapi tetap mengupaskan jeruk untuk kakak nya.
"Nih." Lio memberikan jeruk yang sudah di kupasmya dengan kesal."
"Makasih, nih yang satu kamu."
"Hehe makasih kakak. Oh ya mah kapan Ana bangun?" Tanya Lio lagi sambil memakan jeruk.
"Sebentar lagi, kalian harus sering-sering jenguk Ana." Jelas Karin.
"Oke."
"Mah aku ingin memeluk Ana." Ucap Lio kemudian.
"Lio, Ana kan masih sakit, jadi belum boleh ya??! Nanti kalo ana udah sembuh kamu oleh peluk, cium atau apapun sama ana. Oke?!"
"Yahhh, aku ingin memeluknya." Sedih Lio.
"Begini saja, bagaimana jika mamah menggendong Lio? Kemudian Lio mencium Ana? Setuju?" Hibur Karin pada Lio.
"Lio mauu." Lio kembali bersemangat mendengar itu. Karin pun menggendong Lio, dan....
Cup
Satu kecupan mendarat di jidat Ana. Lio yang berhasil mencium adiknya itu pun sangat senang.
"Gio? Kau mau juga?" Tanya Karin pada f
Gio Yang sedang memakan pisang."Tidak, aku bisa sendiri. Aku tidak pendek seperti Lio." Ejek Gio pada Lio yang membuat mata Lio berlinang air mata.
"HUAAAAAAA." Tangis Lio pecah kemudian, hal itu membuat tertawa puas.
"Gio adeknya jangan di ejek Mulu ah, nangis kan. Mamah mau tenangin Lio dulu kamu tungguin Ana ya!" Karin meninggalkan Gio di ruangan Ana. Gio masih setia memakan buah pisang yang tersisa sambil menatap ranjang yang ditempati Ana.
Setelah habis, Gio menghampiri ranjang itu dan melihat Ana dengan seksama. Mengelus kepala Ana lembut, kemudian turun ke pipi Ana yang sudah sedikit berkurang.
"Kau ini adalah anak temuan yang berhasil merebut hati keluarga ku. Kau pakai apa hah?! Apa kau menggunakan ke imut an mu ini? Cepatlah bangun, semuanya menunggumu." Ucap Gio yang masih setia mengelus pipi Ana.
"Badanmu kurus sekali, mungkin jika kau keluar kau akan hilang terbawa angin." Kekeh Gio.
"Dulu ini berisi, sekarang berkurang. Saat kah bangun kau harus makan banyak agar pipimu terisi lagi." Setelah mengucapkan itu Gio melepaskan tangannya dari pipi adik barunya. Melihat dengan seksama sama seperti tadi.
"Gio, ayo kita pulang. Lio sudah tidur, supir juga sudah menjemput. Kau juga butuh istirahat, ayo pulang."
"Iya, lalu siapa yang menjaga Ana?" Tanya Gio.
"Nanti ada seseorang disini. Jangan khawatir. Ayo pulang, sebentar lagi papah mungkin akan segera pulang."
"Oh iya Gio, tolong ambilkan tas mamah di dekat Ana." Pinta Karin pada anak sulungnya.
"Ini." Beri Gio.
"Terimakasih Abang, ayo pulang." Entahlah, pipi gio memanas mendengar kata itu. Ia ingin di panggil Abang oleh adik-adik nanti, tapi Lio tetap kekeh ingin memanggil kakak.
Gio berjalan dengan mamahnya, mereka pulang menuju rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANA || LIANA
General FictionCuma gabut aja. Ide-ide kaga jelas di tuangkan semua. Kalo mau vote ya