15.

17.2K 1K 13
                                    

Hampir 5 bulan berlalu. Ana sudah bisa berjalan dengan normal. Walaupun kadang masih terjatuh tapi tak apa, itu adalah suatu perkembangan besar yang terjadi.

Dihari Minggu yang cerah ini. Ana sedang duduk sendiri di bawah pohon yang selama ini selalu menjadi tempatnya bermain.

"Bosen." Desah bosan Ana.

"Papah masih tidur. Mamah arisan. Ana bosen." Keluh Ana.

"Cari kakak aja gimana ya? Tapi kakak dimana?" Pikir Ana.

"Cari aja deh. Nanti kan bisa tanya-tanya." Ana memutuskan mencari kedua kakaknya. Walaupun tidak tau mereka di mana tapi Ana tetap mencarinya. Jika ia tau ia tidak akan mencari bukan?

"Om, tau Kak Lio engga?" Tanya Ana pada penjaga gerbang. Ana sudah mencari di kamar dan di ruang bermain, tapi nihil, tidak satupun dari kakaknya yang terlihat. Hingga ia berjalan sampai gerbang rumahnya.

"Lio? Tadi kayaknya sama mang Parman." Jawab penjaga sambil mengingat-ingat.

"Mang Parman itu siapa?" Tanya Ana lagi.

"Tukang kebun. Yang biasanya nyiram tanaman di taman belakang." Jawab penjaga itu lagi.

"Mang Parmannya dimana om?" Tanya Ana sekali lagi.

"Om tidak tau pastinya, tapi mungkin di belakang rumah. Yang dekat tembok itu. Kalo engga tau lagi, emm.... dekat pohon jambu air." Jawab penjaga itu detail agar ana tidak bertanya lagi.

"Oke makasih om. Semangat kerjanya ya Om. Sampai jumpa."  Ucap Ana sebelum pergi sambil melambaikan tangannya. Dan penjaga itu membalasnya dengan lambaian tangan dan tersenyum,,, iya tersenyum, tersenyum tertekan.

Ana berjalan sambil mengingat-ingat letak pohon jambu air yang di maksut penjaga tadi.

Ketemu! Ia menemukan kakaknya yang sedang menyusun kerikil. Ternyata tempat ini tidak jauh dari tongkrongannya. Hanya beberapa meter adalah pohon yang biasa Ana tempati. (Bukan Kunti ya)

Ana berjalan dengan sangat pelan. Saat sudah di belakang kakaknya ia menutup mata kakaknya.

"Heh, siapa ini?" Seru Lio kaget. Lio meraba-raba tangan kecil Ana. Kemudian menebak.

"Ana kan?" Tebak Lio dengan benar.

"Kok kak Lio tau?"  Kesal Ana.

"Tau dong. Kamu kan adek kakak." Jawab Lio sombong.

"Kakak ngapain disini? Tadi Ana cariin kakak terus loh." Tanya Ana.

"Nyusun batu kerikil. Biar bagus dilihat, Ana suka di tanamkan? Jadi kalo Ana kesini, Ana bisa nyaman." Jawab Lio sambil menyusun batu kerikil lagi.

"Ana mau bantu." Seru ana semangat.

Ana ikut membantu kakaknya menyusun batu kerikil di taman ini. Tapi Ana sedikit risih dengan rambutnya yang sudah mulai panjang. Dan Lio mengetahui hal itu.

"Rambut kamu ikat dulu Ana." Ucap Lio.

"Ana engga bisa." Cengir Ana.

"Sebentar." Lio beranjak dari tempatnya. Ia mencuci tangannya di keran yang tersedia. Kemudian kembali.

"Iker rambut kamu mana?" Tanya Lio.

"Ini di saku." Tunjuk Ana ke saku celananya.
Lio mengambil tali rambut itu kemudian mengikatkan nya pada rambut adiknya. Sungguh manis.

"Ke kencengan engga?" Tanya Lio memastikan. Ana hanya menggeleng.

"Makasih kakak." Ucap Ana sambil tersenyum manis. Lio mengangguk kemudian kembali melakukan aktivitasnya dan Ana pun ikut.


"Ngapain kalian?" Tanya seseorang dari belakang. Mereka yang sedang fokus pun tersentak kaget.

"Bang Gio, jangan ngagetin dong." Kesal Lio.

"Iya nih kakak ngagetin." Sahut Ana setuju.

"Iya maaf. Kalian ngapain?" Tanya gio lagi.

"Nyusun kerikil. Kakak mau ikut?" Jawab Ana semangat.

"Kayak engga ada kerjaan." Sindir Gio.

"Kita engga punya pekerjaan, makanya kita nyusun kerikil. Emang kakak punya kerjaan?" Tanya balik Lio. Gio menjawab dengan gelengan kelapa.

"Kita sama-sama engga punya pekerjaan. Ayo nyusun kerikil." Ajak Ana.

Dan Gio pun ikut menyusun batu kerikil bersama dengan adik-adik nya. Entah apa yang dipikirkan remaja 14 tahun itu. Ia seperti anak polos.

Ayo kita susun batu kerikil!!!!

ANA || LIANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang