Para orang tua menunggu giliran untuk menjenguk Ana. Memang, tidak boleh banyak orang yang berkunjung, jadi mereka di haruskan untuk bergiliran.
Nyonya Region atau ibu Karin sedari tadi sudah menahan tangis dan kesal. Pasalnya, sang besan sudah sedari tadi tidak kunjung keluar. Ia ingin cepat-cepat melihat cucu perempuannya.
Ceklek
Akhirnya.... Tuan dan nyonya meswara sudah keluar dari ruangan. Langsung saja, nyonya Region langsung menuju ruangan yang di tempati Ana, tak lupa melayangkan tatapan kesalnya pada sang besan.
"Ada apa dengan mertuamu Dion?" Tanya Mira pada anaknya.
"Dia sudah sedari tadi ingin masuk ma. Tapi mama dari tadi tidak kunjung keluar, dan sekarang ia sangat kesal." Jawab Dion yang tau kekesalan mertuanya.
"Selain ratu dandan dia juga ratu tidak sabar. Dasar." Cibir Mira yang langsung di bekap oleh suaminya.
"Mulutmu ini. Sekali saja kau akur dengan besan mu, bisa?" Tanya Handry.
"Tidak." Ketus Mira.
Sedangkan didalam ruangan.
"Astaga cucuku... Oma sangat terkejut dengan ini. Hingga Oma langsung bangun dari tidur cantik Oma setelah di telfon Papahmu." Tangis dramatis Kartika di samping ranjang Ana.
Karin? Karin dan ayahnya sedang duduk bersama. Suasana canggung melingkupi mereka, Karin yang takut dengan ayahnya dan ayahnya yang terlalu kaku. Sungguh sangat cocok.
"Bu... kau jangan menangis. Bedakmu luntur..." Cicit Karin pelan yang dapat merusak suasana.
"Ha? Benarkah?" Tanya Kartika yang seketika menghentikan tangisnya.
"Iya... Seperti ibu lupa menggunakan foundation waterproof."
"Hiks... salahkan ayahmu. Tadi ibu di ancam akan di tinggal jika berdandan lebih lama. Bahkan ibu tidak sempat mandi." Tangis Kartika pecah kembali. Tapi tangannya sibuk mencari-cari barang di tasnya.
"Ini akan memalukan jika di lihat mertuamu nak. Ini salah ayahmu." Ucap Kartika sambil menggunakan bedak. Karin cukup terhibur dengan tingkah laku ibunya.
"Jika kau berdandan maka tidak akan cukup waktu setengah jam, sedangkan kau meminta untuk cepat. Apa salah ku?" Ucap Faisal di akhir i pertanyaan pada Kartika.
"Terserah pokoknya salahmu." Beginilah wanita.
"Iyaa." Pasrah Faisal. Karin terkekeh dengan keberanian ibunya. Seorang wanita doyan dandan yang berhasil mengambil hati seorang yang kaku dan dingin.
"Karin. Apakah ibu masih terlihat seperti habis menangis." Tanya Kartika yang di jawab gelengan oleh Karin.
"Baiklah." Kartika kembali menghadap cucunya.
"Ana... Cucuku.... Kau adalah anak hebat... Anak sekecil dirimu bisa bertahan dengan ini.... Oma bangga nak... Semoga kau cepat sembuh. Hiks... Oma dan Opa sayang padamu nak... Hiks...." Kartika kembali menangis dengan penuh drama.
"Kau seperti berpuisi." Sahut Faisal.
"Sssttt.... Diam kau. Kau ini dari tadi diam saja, tapi sekali berbicara membuat kesal."
"Hmm." Oke, akhirnya Faisal lebih memilih diam, daripada terkena patokan maut dari istrinya.
"Karin... Kau harus menjaganya sebaik aku menjaga dirimu, kau harus membawa nya ke mall untuk berbelanja. Jangan lupa nanti ajak ibumu ini, oke nak?" Entah ini adalah pesan atau apa tapi Karo hanya mengiyakan saja.
"Sudah, kita jangan berlama-lama di sini. Nanti aku sama dengan Besan mu. Ibu dan ayah pergi dulu. Kau jaga Ana dengan baik ya nak?!." Ucap Karin sambil membenarkan kembali dempul nya.
"Tentu." Ucap Karin yakin.
Melihat sang suami yang tidak melakukan apapun untuk Ana akhirnya Kartika menyeret paksa Faisal untuk mendekat.
"Apa?" Tanya Faisal.
"Kau ini, sudah tua tapi tidak peka. Setidaknya elus lah rambutnya, aku tau kau masih belum menerimanya tapi jangan terlalu di tunjukkan di depan anakmu. Hargai perasaan anakmu!" Bisik Kartika dengan cubitan maut.
Tanpa banyak bicara, Faisal mengelus lembut rambut ana. Dan Ana memejamkan mata dan mengeluarkan air matanya. Faisal yang melihat itu langsung melepaskan tangannya. Ada perasaan aneh yang menyebar dari dalam dirinya.
Karin yang melihat itu agak kaget, namun ia juga senang. Setidaknya ayahnya mau dengan Ana. Itu saja sudah cukup untuk karin.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANA || LIANA
General FictionCuma gabut aja. Ide-ide kaga jelas di tuangkan semua. Kalo mau vote ya