Selepas teman temannya pergi Lio menghampiri Ana di bawah pohon. Ternyata Ana sudah tertidur lelap di atas rumput dengan memeluk bonekanya.
Tak ingin mengganggu, Lio duduk di sebelah Ana sambil memandang wajah damai adiknya. Rasa bersalah tiba tiba menyelimuti hatinya.
Ia masih tidak bisa melupakan kejadian itu. Saat dimana adiknya babak belur di tangan orang lain. Di mana ia tidak bisa menjaga adik yang sangat ia sayangi. Di saat bersamaan ia harus melihat ibunya yang memohon pada kakeknya agar tidak membawa mereka.
Ia sangat merasa bodoh. Ia gagal!
Hatinya berulang kali mengucap kata 'maaf' . Berusaha membendung air matanya. Ia juga merasa bersalah ketika mengingat dirinya menjahili Ana sampai menangis.
"Cowok kok nangis," celetuk Ana yang baru bangun. Dengan mata merah ia berusaha duduk walaupun sedikit oleng.
Lio yang sedang menatap langit kini berganti menatap Ana dengan datar.
"Bicit, gw lagi tahan kedip sama langit. Lo mana tau,""Tambah gila, langit mana kedip" Ana menatap Lio dengan rumit. Sebenarnya dimana otak kakaknya?
"Bowlehhh, macam mana pula tak boleh. Kalo lagi hujan itu kan langitnya kedip kedip," celetuk Lio semakin tidak jelas.
Ana hanya bisa tersenyum, "Iya in deh, biar seneng," lelah, Ana lelah dengan tingkah alien Lio.
"Mandi sono, udah sore. Jangan di luar kalo sore sore gini." Ana hanya mengangguk dan masuk kedalam.
Sedangkan Lio masih terdiam di sana. Entah apa yang ia pikirkan, tapi raut wajahnya terlihat rumit. Tak lama ia tersadar dan masuk kedalam rumah.
🌳🌳🌳🌳
Esok harinya.
Lio pulang dengan keadaan babak belur. Kebetulan Ana di rumah hanya bersama dengan kakaknya. Orang tuanya sedang bekerja di luar negeri untuk beberapa saat.
Ana yang bermain dengan kucing kucingnya kaget melihat keadaan Lio. Tapi matanya kembali cerah saat melihat gadis di belakang Lio.
Orang yang sangat ia tunggu, orang yang ingin ia temui sejak kejadian itu. Rasta.
Awalnya Rasta tidak ingin bertemu dengan Ana. Ia sangat menyesal dan merasa dirinya sangat bodoh. Ia gagal menjaga Ana, teman baiknya.
Ana langsung berlari dan memeluk Rasta, "Rasta.. aku kangen," tubuh Ana sedikit bergetar karena ia menangis.
Sungguh ia sangat merindukan Rasta. Rasta memeluk Ana dengan erat, ia menahan tangisannya.
"Kenapa Rasta gak mau ketemu Ana? Rasta gak sayang Ana lagi ya?!" Ana semakin memeluk erat Rasta.
"Bukan Ana, aku cuma masih bersalah. Sekarang udah di sini kan? Ana jangan sedih lagi," Rasta melepas pelukannya dan mengusap air mata Ana.
"Melow banget kek drama indosiar," celetuk Lio.
"Kurang ya bogeman gw? Mau lagi?" Tanya Rasta sinis.
Ana bingung dengan ini, apakah ini semua kelakuan rasta?
"Emang bang Lio kenapa?" Ana semakin bingung melihat Rasta yang cengengesan. Sepertinya benar dugaannya.
"Biasa anak kingkong ngamuk. Tadi aja nolak di ajak kesini sekarang malah nangis nangis bombay,"
Tanpa aba aba Rasta meninju perut Lio kuat dan menjambak rambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANA || LIANA
General FictionCuma gabut aja. Ide-ide kaga jelas di tuangkan semua. Kalo mau vote ya