Angkasa biru dengan guratan putih membentang hingga ke tempat yang jauhnya tak terkira. Udara yang masih terasa dingin menari membawa oksigen dan mengalir ke dalam tubuh. Suara presenter terdengar begitu serius membawakan sebuah berita, tapi tak ada satu pun orang di rumah ini yang mendengarkannya. Televisi memang dibiarkan menyala sejak setengah jam yang lalu.
Serbuk putih berceceran di mana-mana bersama cokelat dan mentega yang mengotori meja. Cangkang telur yang belum dibereskan juga masih tinggal di sana. Sebuah wadah berisi aneka bahan kini sedang diaduk oleh pria bertubuh jangkung menggunakan mixer.
Di sampingnya berdiri seorang gadis mungil dengan rambut yang digelung asal dengan skirt jumpsuit selutut berwarna coklat muda bermotif kotak. Tangannya sibuk mencomot choco chips di piring yang akan di campurkan ke dalam adonan.
“Serius amat, Bang.” Goda Zoya lantas terkekeh melihat cokelat leleh yang menempel di wajah Juan.
“Kenapa ketawa?” Tanya Juan bingung yang masih sibuk dengan adonan kuenya.
Tak menjawab, Zoya justru berjalan menuju meja makan dan meraih beberapa lembar tisu. Gadis itu lantas mendekat kepada Juan. Mengangkat tangan, Zoya dengan perlahan membersihkan kotoran di wajah tampan di hadapannya.
Juan hanya diam lantas mematikan mixer-nya. Pria itu menghadap ke arah Zoya yang tengah mendongakkan kepala. Maklum, gadis itu begitu pendek jika harus bersanding dengan Juan seperti ini.
Juan kemudian menempelkan bokongnya di meja untuk menyejajarkan tingginya dengan si gadis. Zoya masih fokus hingga akhirnya sepasang mata itu saling beradu. Tangan Zoya berhenti di hidung mancung Juan. Netranya seolah tak ingin berpaling sedetik pun dari manik teduh itu.
Bentuk wajah Juan bak pahatan, nyaris sempurna. Apalagi di pandang dari jarak dekat seperti ini, benar-benar hampir tak ada celah sedikit pun. Begitu indahnya ciptaan tangan Tuhan yang satu ini.
Tangan kekar itu terangkat menyelipkan beberapa helai rambut Zoya ke belakang telinga. Perempuan itu menjauhkan tangannya dari wajah Juan, masih dengan tatapan yang tak lepas.
Perempuan itu merasakan tangan Juan yang sudah memegang tengkuk lehernya. Beranjak dari tempatnya, Juan mengirim seulas senyum yang saat itu membuat tubuh Zoya membeku beberapa saat.
Pria itu mengikis jaraknya dengan Zoya. Satu tangan yang menganggur kini mulai meraih pinggang kecil sang gadis. Jantung Zoya praktis berpacu lebih cepat, bahkan tangannya sudah terasa dingin. Anehnya, bergerak di saat seperti ini terasa begitu sulit.
Wajah Juan semakin mendekat, membuat Zoya semakin sulit bernapas. Bahkan manik mata pria itu sedari tadi tak mampu lepas dari bibir mungil dengan lip tint beraroma pulm tersebut.
Zoya semakin merasakan tangan Juan semakin menarik punggungnya, membuat otaknya semakin tak bisa diajak untuk berpikir. Deru napas segar Juan bahkan sudah terasa menyentuh kulit wajah. Tangan Zoya lantas menggenggam erat apron yang ia pakai.
PRYANGG
Suara menggema membuat Juan menarik wajah menjauh. Pria itu sedikit terkejut sebab suara loyang di samping Zoya yang sengaja perempuan itu jatuhkan.
“Ah, udah jam sembilan. Buruan kita panggang sebelum semakin siang.” Ucap Zoya kikuk lantas memasukkan choco chips ke dalam adonan brownies.
“A-iya.” Balas Juan canggung seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Keduanya kini kembali fokus membuat kue khusus untuk Dion. Hari ini pria paruh baya itu berulang tahun dan Juan ingin merayakannya bersama Zoya. Ide membuat kue ini juga dari Zoya, semalam mereka juga menghabiskan waktu untuk berbelanja di supermarket.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You Juan | Lee Jeno [END]
Teen Fiction[Spin off Dear Renza] ⚠️Belum direvisi, masih berantakan. #1 on Semesta [06-11-22] Kepergian mu sangat menyakitkan untukku. Seolah semesta tak ingin lagi melihatku bahagia. Dalam pelukan ku, kau direbut paksa begitu saja. Lantas dengan penuh percaya...