VOTE KOMEN juseyo~
Makasih yang masih baca, tetap pantengin terus kelanjutan kisah Zoya, Juan, Haidar ya...
Happy Reading^^
_________________
Dua pasang kaki berjalan di sebuah lorong panjang bersama beberapa orang berseragam putih berlalu-lalang. Membuka salah satu pintu kamar keduanya lantas masuk menemui seseorang di dalamnya.
Zoya berdiri di belakang pria berjaket yang sedang mendekati Dion. Pria itu menyapa lembut sang ayah lantas mengajaknya berbicara.
“Ayah... Juan mau bicara sebentar. Ayah dengerin Juan dulu ya...” Ucap pria yang meraih rubik di tangan sang ayah.
Dion hanya diam seraya memandang Juan dengan tatapan polos. Juan kemudian menarik dua kursi untuknya dan Zoya. Keduanya lantas duduk menghadap Dion yang duduk di atas tempat tidur dengan kaki menggantung. Ikatan tali di kaki pria itu sudah dilepas kemarin siang.
“Yah, kemarin lamaran Juan diterima sama Zoya. Juan seneng banget.” Juan berucap seraya menggenggam tangan Dion. Zoya tersenyum haru melihat interaksi anak dan bapak tersebut.
“Sekarang Juan mau minta doa dan restu dari Ayah. Juan ingin segera menikahi Zoya dalam waktu dekat ini.” Lanjut Juan membuat Zoya menoleh.
“Restui dan doakan Juan ya, Yah. Ayah harus cepat sembuh biar bisa mendampingi Juan saat akad nanti. Juan sayang sekali sama Ayah.”
Juan mencium tangan Dion pun dengan Zoya. Saat Zoya baru menempelkan hidungnya di tangan Dion, pria paruh baya itu menyentuh puncak kepala perempuan di depannya. Dion mengusap lembut kepala Zoya hingga membuat perempuan itu menitikkan air mata.
Melepas genggaman tangan, Dion memandang Zoya dengan tatapan yang begitu hangat. Apa dia mengerti semua perkataan yang Juan ucapkan? Apa Dion juga ikut merasakan kebahagiaan anaknya?
Entahlah. Tapi, Juan bisa merasakan bahwa ayahnya telah merestui hubungannya dengan Zoya. Senyum yang terbit dari wajah Dion akan Juan anggap sebagai sebuah keridhoan.
Setelah berpamitan pada Dion keduanya lantas membawa diri menuju pemakaman. Selain untuk mengunjungi makam sang mama, Juan juga ingin meminta izin pada Renza untuk menikahi Zoya.
Kini keduanya telah berada di depan makam Renza. Juan menaburkan bunga disusul Zoya yang meletakkan seikat bunga lily. Tangan mungilnya kemudian mengusap lembut nisan berukir nama seorang pria yang pernah menjadi alasannya bahagia.
“Renza, sekarang aku mau berhenti. Berhenti untuk berharap semua mimpi yang pernah kita rangkai akan terwujud. Aku akan lebih bahagia seperti yang kamu minta. Bahagia bersama seseorang yang kamu percaya mampu membuatku menjadi seorang perempuan yang sempurna.” Tutur Zoya masih mengusap nisan dingin di depannya.
“Aku akan menikah dengan Juan. Terima kasih atas segala bahagia yang pernah kamu berikan. Terima kasih atas semua ketulusan yang kamu punya. Dan terima kasih telah mencintaiku.” Final Zoya lantas mengukir senyum hangat yang terlihat menyakitkan.
Juan mengusap punggung perempuan di sampingnya lantas memandang ke arah nisan.
“Ren, gue yakin Lo pasti udah izinin gue untuk membahagiakan Zoya. Gue janji akan selalu jaga Zoya dan yang pasti gue nggak akan nyakitin dia. Lo harus lihat pernikahan ini, meskipun Lo lihat dari atas.” Tutur Juan kemudian tersenyum simpul.
Setelah puas menyampaikan segala hal di depan makam Renza, keduanya lantas beranjak untuk pulang. Di perjalanan keduanya saling diam dengan pikiran masing-masing.
Pria berhelm full face itu teringat seluruh pesan yang disampaikan oleh Tio-papa Zoya- saat dirinya meminta izin untuk menikahi Zoya beberapa hari sebelum melamar Zoya malam itu.
“Tapi, apa kamu mampu mempertanggung jawabkan keputusanmu dalam memilih putri saya sebagai pendamping hidup?”
“Jika iya, maka saya akan izinkan kamu menikahi Zoya.”
“Zoya adalah putri satu-satunya yang saya punya. Sejak kecil saya memberikan kasih sayang dan perlindungan penuh padanya, bahkan jika harus merelakan nyawa demi dia saya rela.”
“Jika Zoya menerima lamaranmu, mulai saat itu kamu harus berjanji pada saya untuk tidak menyakitinya. Kamu harus jaga dia sebagaimana saya menjaganya. Bukan bermaksud apa-apa, tapi saya ingin memastikan bahwa putri saya berada di dalam pelukan pria yang tepat.”
“Saya selalu memberinya makanan terbaik, pakaian terbagus, dan cinta yang tulus. Saya ingin kamu bisa mengusahakannya juga untuk Zoya. Dia seorang perempuan yang berhati lembut. Setiap hal yang dia lakukan adalah ketulusan. Jangan sampai kamu membuatnya menangis, karena saya selalu berusaha membuatnya untuk tersenyum setiap hari.”
“Suatu saat nanti jika kamu sudah tidak mencintainya, tolong jangan sakiti dia dengan mengacuhkannya. Kamu juga tidak perlu memberitahukan padanya, cukup datang pada saya dan katakan bahwa kamu ingin berhenti dalam menjaganya. Saya sendiri yang nanti akan menjemput dia tanpa membuatnya terluka.”
“Juan, saya merestui hubungan kalian. Saya akan ingat setiap janji yang kamu ucapkan pada saya untuk Zoya. Bahagiakan dia, ya?”
Tes
Bulir bening itu praktis terjatuh di tengah-tengah fokusnya berkendara. Pria itu lantas menghela napas panjang untuk menetralkan perasaannya.
Ya, Juan sudah berjanji untuk tidak menyakiti perempuan di belakangnya. Mulai detik ini ia akan lebih lagi dalam melindungi dan menyayangi Zoya. Dia tak ingin mengingkari janji, apa lagi membuat Zoya tersakiti.
Berhenti di lampu merah laki-laki itu membuka kaca helmnya. Ia berusaha menghirup udara segar untuk meredakan rasa nyeri yang merambat di perutnya.
Merasa terlalu nyeri, tangan kekar itu meremas jaket yang ia pakai. Hingga lampu berubah menjadi hijau barulah Juan melepas cengkeraman itu.
Matanya melirik sang gadis melalui spion. Zoya tampak baik, baginya itu sudah lebih dari cukup.
_______________
_______________"Membahagiakanmu kini menjadi cita-cita terbesarku. Bantu aku untuk mewujudkannya, aku janji akan membuatmu menjadi perempuan yang paling bahagia."
- Juan -
"Melepaskan bukanlah hal yang sederhana untuk dilakukan. Direlakan terasa begitu menyesakkan, dipertahankan hanya tinggal sebuah angan."
- Zoya -
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You Juan | Lee Jeno [END]
Ficção Adolescente[Spin off Dear Renza] ⚠️Belum direvisi, masih berantakan. #1 on Semesta [06-11-22] Kepergian mu sangat menyakitkan untukku. Seolah semesta tak ingin lagi melihatku bahagia. Dalam pelukan ku, kau direbut paksa begitu saja. Lantas dengan penuh percaya...