34 - Video Perpisahan

1.5K 152 22
                                    

Rintik hujan masih terus berjatuhan sesaat setelah Zoya pulang dari prosesi pemakaman Haidar. Perempuan itu masih diam di kamar menatap ke arah luar jendela yang basah. Ada sesak yang masih ia coba hilangkan dari dalam dadanya.

Zoya tak pernah membayangkan Haidar akan meninggalkannya setelah menyelamatkan putra kecilnya. Ia juga tak menyangka selama ini pria itu ada di sekitarnya tanpa ia sadari sedikit pun. Membantu dan melindunginya secara tidak langsung.

Semua ini terasa begitu tiba-tiba. Bahkan bagi Zoya tak akan pernah ada kata siap untuk kehilangan sosok sahabat bernama Haidar. Lantas setelah ini kepada siapa lagi dirinya akan berbagi keluh?

Haidar sudah kembali menjumpai sahabat lamanya, Renza. Pria itu pasti sedang bersenang-senang di atas sana. Tak bisa dibayangkan, mungkin Haidar sedang menceritakan kisah cinta tanpa balasan pada Renza. Dan Renza akan menertawainya sebab menganggap Haidar sebagai pria yang bodoh.

"Mama," panggil seorang bocah laki-laki di ambang pintu.

Zoya tak menoleh sedikit pun, perempuan itu tak mendengar suara anaknya sebab masih larut dalam lamunan. Rendi masuk dan berjalan mendekati sang ibu.

"Ma..." lirih Rendi seraya memegang tangan ibunya.

Perempuan dengan kain hitam di kepala itu menoleh lalu menampilkan senyuman sumir pada anaknya.

"Kenapa Ren?" tanya Zoya lembut seraya mengusap surai sang anak.

"Jangan sedih terus, ya?" Zoya tersenyum lebih lebar mendengar kalimat yang keluar dari mulut Rendi.

"Iya. Mama nggak sedih kok," ucap Zoya.

Rendi mendekap tubuh Zoya erat seolah sedang menyalurkan kekuatan untuk ibunya. Zoya membalas pelukan hangat itu seraya mengusap pelan punggung kecil Rendi. Menghela napas panjang Zoya memejamkan matanya sesaat mencoba untuk menetralisir perasaannya.

"Ma, Rendi ngantuk. Mau tidur di samping Mama." Ucap anak itu lalu naik ke tempat tidur.

Zoya hanya tersenyum simpul lalu ikut naik ke tempat tidur. Keduanya lantas berbaring. Rendi memeluk tubuh Zoya begitu pun sebaliknya. Sejujurnya Rendi tidak mengantuk, ia hanya ingin ibunya istirahat. Kalau tidak seperti ini mungkin Zoya akan terus duduk sampai matahari terbenam.

Rendi memandangi wajah Zoya yang sudah terpejam. Ia tahu mamanya sedang sedih, tapi ia tidak tahu bahwa kesedihan itu sebab Haidar meninggal. Zoya belum memberitahu tentang kematian Haidar pada Rendi. Dirinya sendiri masih sangat sedih, ia tidak ingin anaknya ikut merasakan hal yang sama.

Lima belas menit berpura-pura tidur akhirnya Rendi membuka mata, sepertinya mamanya sudah tidur nyenyak. Anak itu melepas pelukan secara perlahan agar Zoya tak terbangun. Turun dari ranjang Rendi ke luar kamar dengan kaki berjinjit agar tak menimbulkan banyak suara.

Anak itu berjalan menuju dapur untuk mengambil susu kotak cokelat di lemari pendingin lantas pergi ke teras untuk mencari udara segar. Rendi duduk kemudian meneguk minuman manis itu dengan perlahan.

Ia hanya mengayun-ayunkan kakinya yang menggantung seraya mengedarkan pandangan ke halaman. Hujan sudah muai reda, rintik hujan sudah hampir menghilang.

Merasa minumannya habis anak itu turun dari kursi lantas berjalan untuk membuang sampah. Baru satu langkah menuruni tangga teras seseorang memasuki gerbang rumahnya.

"Om!" Seru Rendi kemudian berlari menuju pria yang baru ia kenal sepekan yang lalu.

Anak itu begitu semringah melihat kehadiran pria itu lantas bertanya, "Kok ada di sini? Tau rumah Rendi dari mana, Om?"

"Om sering ke sini, dulu." Jawab pria berkemeja putih lengan pendek kemudian berjongkok di depan Rendi.

"Oh..." Rendi hanya ber-oh ria.

Thank You Juan | Lee Jeno [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang