31 - Pertarungan di Atas Awan

1K 147 27
                                    

Suara gemericik air tak kunjung berhenti, membuat perempuan dengan rok sepaha itu mendekati kamar mandi. Ia beberapa kali mengetuk pintu, tapi tak ada sahutan dari dalam. Meneriaki nama orang itu juga sudah ia lakukan dan tetap tak mendapat jawaban.

Merasa khawatir ia langsung berlari ke luar ruangan untuk mencari bantuan. Sesaat kemudian perempuan cantik itu kembali bersama dua orang pengawalnya.

BRUGG

Dalam satu dobrakan keras pintu toilet itu terbuka menampilkan seorang pria yang terduduk di lantai dengan bercak darah di bibirnya. Tubuhnya yang lemas langsung dibopong oleh dua pria berbadan besar itu.

“Kita bawa ke rumah sakit sekarang.” Tutur perempuan itu kemudian meraih tasnya.

“Baik, Nona.” Balas salah satu pengawal lalu berjalan mengikuti majikannya.

Di dalam mobil perempuan itu terus menepuk pipi temannya agar tersadar. Wajah tegas itu memucat dengan tangan yang mulai mendingin.

“Bangun, Juan. Kamu harus sembuh, Zoya masih butuh kamu. Please,” ucap Siska tulus.

Tanpa sadar, air mata perempuan itu menetes membasahi tangan Juan yang ia genggam. Bibirnya gemetar menahan tangis dan sesak dalam dadanya. Pria yang disayanginya sedang bertarung dengan takdir Tuhan.

Mobil mewah itu berhenti tepat di depan ruang UGD bersamaan dengan mobil ambulans. Secara bersamaan para perawat membantu dua orang pria yang tengah sekarat ke luar dari mobil. Keduanya lantas dibawa masuk ke dalam ruangan untuk segera ditangani oleh tim medis.

Siska berjalan cepat melewati seorang perempuan yang sedang menangis di samping bocah laki-laki menuju receptionist. Ia ingin meminta pihak rumah sakit memberikan perawatan terbaik untuk rekannya. Sedangkan di depan UGD perempuan berkemeja itu duduk di kursi panjang dengan isakan yang tak terhenti.

“Ma... Jangan menangis terus, Rendi bingung harus apa.” Ucap Rendi lalu duduk di samping ibunya.

Zoya menghapus air matanya lantas merangkul tubuh Rendi. Ia berusaha menenangkan dirinya sendiri di atas rasa kekhawatirannya yang begitu besar pada Haidar.

Merogoh ponselnya dari dalam tas, ia mencari sebuah nomor. Detik berikutnya ia menempelkan benda pipih itu ke telinga.

“Halo Angga. Haidar... Dia kecelakaan.” Ucap Zoya dengan suara bergetar lalu kembali terisak.

...

“Di UGD rumah sakit kota,”

...

Zoya menutup ponsel ketika sambungannya diputus oleh Angga. Ia lantas kembali merangkul Rendi yang juga masih takut dengan kejadian beberapa saat yang lalu.
Sekitar lima belas menit kemudian Angga datang bersama dengan Dea. Sepasang suami istri itu lantas menenangkan Zoya dan Rendi. Perempuan itu menceritakan semua kronologi yang terjadi sore tadi.

Tak lama kemudian pintu UGD terbuka bersamaan dengan keluarnya seorang pria berjas putih dengan stetoskop di tangannya. Zoya praktis beranjak dari tempatnya dan menanyakan kondisi Haidar.

Dokter mengatakan Haidar mengalami cedera pada kepalanya yang menyebabkan terjadinya pendarahan dalam otak. Kini Haidar akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut melalui CT Scan. Mereka diminta untuk menyelesaikan administrasi agar pasien bisa segera ditangani.

Mendengar itu Angga langsung berlari menuju ruang receptionist, di sana ia tak sengaja berpapasan oleh Siska. Namun, saat itu Angga tak begitu mempedulikannya.

~•~•~•~•~•~

Suara alat medis terdengar jelas di ruangan serba putih ini. Zoya duduk di samping brankar di mana Haidar berbaring dengan selang oksigen di hidung.

Thank You Juan | Lee Jeno [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang