22 - Penyempurna Hidup

743 140 11
                                    

Hai hai hai

Makasih yang masih setia mengikuti kisah Zoya^^

Maaf jika ada sesuatu yang kurang berkenan di hati kalian.

VOTE KOMEN jangan lupaaaaa

Yang kali ini belum bisa nonton abang-abang 127 tetep semangat ya.

Jangan banyak nangis oke?

Happy Reading~

__________________

Gemercik suara air mancur begitu menenangkan pendengaran. Perempuan dengan rok sebetis dan sweater rajut berwarna mocca duduk tak jauh dari sana. Sudah sejak setengah jam yang lalu tak berpindah tempat dan hanya diam dengan pikiran yang berlarian.

Semenjak menemukan buku diary itu, Zoya mulai sering mengunjungi makam Renza. Dia akan mengirim doa dan bunga untuk sekedar mengurangi rasa bersalah yang tak seharusnya ia rasakan.

Seperti hari ini, dirinya baru saja selesai berkunjung dan seperti biasa ia akan duduk di taman seraya melihat air mancur. Terlihat membosankan, tapi bagi Zoya ini sangat membantunya untuk menetralkan perasaan.

Merasa lelah ia beranjak dari bangku lantas berjalan untuk mencari taksi. Beberapa menit berdiri ada satu taksi yang berhenti tak jauh darinya. Seorang pria berjaket dengan topi dan masker yang menutupi wajah turun lantas berlalu begitu saja.

Zoya praktis menghampiri taksi tersebut untuk mengantarnya ke rumah. Di dalam mobil Zoya masih sempat menoleh untuk melihat ke mana perginya pria itu.

Selama sebulan ini setiap ia pulang dari makam Renza, pria bertopi itu selalu turun dari taksi tak jauh dari tempatnya menunggu. Entah kebetulan atau tidak, tapi hal itu begitu menarik perhatian Zoya.

Ingin sekali dirinya menyapa sesekali, tapi rasa takut akan penolakan jauh lebih besar. Beruntung kalau dirinya disambut ramah, kalau tidak bagaimana?

Sesampainya di rumah Zoya disambut oleh Juan yang masih menggendong tas kerjanya. Pria itu terlihat begitu khawatir dengan istrinya.

“Kamu dari mana? Aku cari keliling rumah nggak ada,” tanya Juan cemas.

“Aku dari makam, Juan. Kan udah biasanya aku ke sana. Kenapa nyariin?” balas Zoya lembut.

“Aku lupa. Tapi, kalau mau ke sana lagi sekarang nunggu aku aja. Kamu udah hamil besar, nggak bagus juga kalau keseringan mengunjungi makam. Ya?” Tutur Juan seraya merangkul Zoya masuk ke rumah.

“Iya, Juan.” Balas Zoya kemudian tersenyum lebar melihat kekhawatiran sang suami.

Baru saja akan menjatuhkan bokong di sofa, suara pintu yang diketuk terdengar begitu keras membuatnya kembali menegakkan tubuh. Pria yang sudah melepas dua kancing kemejanya lantas berjalan untuk melihat siapa yang datang dengan begitu rusuh.

Hey, yow, my brother. How are you today?” sapa pria berkemeja flanel dengan arloji mahal yang melingkar di pergelangan tangan.

“Awalnya baik, tapi jadi buruk gara-gara Lo dateng. Masuk-masuk,” balas Juan lantas mempersilakan Angga masuk.

“Sayang! Tunggu!” Seru seorang perempuan dengan dua anak di belakangnya.

Perempuan itu terlihat begitu repot membawa dua plastik putih berukuran besar yang entah apa isinya. Juan praktis menoleh, sedangkan yang dipanggil malah berlari masuk ke ruang tamu.

Mendaratkan tubuh ke sofa gadis bersurai pendek itu menghela napas panjang. Bukannya mendapat perhatian ia justru mendapat kekehan dari sang kekasih.

“Jahat banget sama tunangan sendiri. Berat tau...” Sungut Dea kemudian mengerucutkan bibirnya.

Thank You Juan | Lee Jeno [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang