• Prinsipnya: Tidak semua hal harus kamu ketahui.

477 16 0
                                    

—175. Prinsipnya: Tidak semua hal harus kamu ketahui.

Postingan yang Arkeyna perlihatkan sebelumnya adalah balkon dari kafe itu sendiri. Dari dulu gadis itu memang sering berdiam diri di sana,  sekedar mengerjakan tugas, atau bertemu dengan Nuga.

"Hhhh, lagi-lagi gue baru sadar kalau mereka sering ketemu di kafe ini. Bego banget, kenapa gue pernah percaya kalo Keyna emang pacarnya si bang Jehan?"

Decky memperhatikan Arkeyna dari jauh, setelah mengumpulkan kepingan puzzle tentang keberadaan gadis itu, Decky menyimpulkan bahwa Arkeyna memang memiliki tujuan lain. Yakni antara mengenang kebersamaan hubungannya, atau menunggu seseorang—yang telah lama tidak jumpa—menghampirinya secara tak terduga.

"Heh! Gue bilangin Bos Jio lu ya nguntit costumer cewek."

Ancaman itu membuat Decky tersentak, ia menoleh ke belakang mendapati pekerja tetap di kafe ini. Hindun namanya, lelaki jangkung dengan segala tingkahnya yang membuat orang sekitar lelaki itu mengelus dada.

"Heuuu! Gue gibeng juga lu, Bang, ngagetin mulu jadi orang."

Hindun menyunggingkan senyum remeh. "Gue bukan orang, gue ...."

"Halaaah, lo tuh kucing anggora. Udah diem!" Hindun dengan segala obsesinya terhadap hewan buas dan Decky sang pematah. Decky mengambil tatakan berisi beberapa pesanan yang akan ia antar ke meja Arkeyna. Lalu melirik lelaki yang kini kesal setengah mati sembari berkata penuh tipuan, "Dan asal lo tau, tuh cewek, ceweknya Bang Han. Mampus lo gue bilangin!"

Secepat kilat Decky pergi, secepat itu pula Hindun mengubah raut wajah, sangat terkejut. Jehan? Gila! Hindun tidak aman, sebentar lagi ia berurusan dengan lelaki menyebalkan itu.

"Kasian ceweknya, apa dia nggak kesiksa pacaran sama orang ter-nggak jelas seantero kota?" Hindun tidak bisa membayangkan kelakuan lelaki yang beberapa kali membantu jaga kafe itu memang selalu di luar nalar. "Ck! Mending gue nongkrong sama anak-anak maba di belakang, dah. Woi, Julpan! Ikut ke belakang kagak?"

Sementara di tempat lain, Decky sudah tepat berada di belakang Arkeyna. Ia mengambil napas panjang sebelum menegur gadis itu dengan senyuman ramah.

"Hai, Key! Ini pes ... astaga, Keyna! maaf-maaf."

Suara yang terlalu nyaring, ditambah tepukan pundak mendadak membuat Arkeyna refleks membalikkan badan. Tangannya tidak sengaja menyenggol tatakan yang di bawa Decky, pun mengakibatkan minuman yang dibawa tumpah. Beruntung minuman tersebut tidak mengenai mereka berdua.

"Ya ampun, Ky. Sorry banget, sini gue bantu." Arkeyna lekas turun dari kursi dan membantu Decky merapikan kekacauan tersebut.

Namun, lelaki itu menahannya dan menyuruh Arkeyna agar diam di tempat agar tidak terkena pecahan kaca. "Nggak-nggak, nggak papa, Key. Maaf, ini salah gue. Aduh, ngagetin banget, ya? Maaf-maaf. Kacanya kena lo, nggak?" Decky panik, ia merasa bersalah karena terlalu bersemangat tadi dan berakhir seperti ini.

"Gue nggak papa."

Setelah itu, ada waiters lain yang membantu mereka membersihkan. Suasana yang canggung tidak seburuk sebelumnya, kini Decky duduk di meja yang sama dengan Arkeyna.

"Sorry, ya, Key. Kalau kerjaan lo jadi keganggu gara-gara gue tadi," mohon Decky sungguh, ia tidak berniat mengagetkan Arkeyna.

"Nggak, udah-udah. Makasih, ya, udah sigap," respons Arkeyna memahami kekhawatiran Decky. Ia memberikan senyuman kecil, meyakinkan lelaki itu bahwa semua bukan masalah besar.

"Lo kayanya tadi kaget banget, Key."

Lagi, Arkeyna tersenyum, tetapi kini berbeda. Kentara ada sesuatu di kurva yang terbentuk di sana.

Decky menggaruk keningnya yang tak gatal. "Lo ... lagi mikirin banyak hal, ya?"

"Ah?"

"Gue denger pas lo refleks nyebut nama Bang Nu tadi. Lo ngiranya yang dateng itu dia, ya?"

Pertanyaan yang membuat Arkeyna menurunkan senyum. Sejak nama Nuga kembali disebutkan, ada sedikit nyeri yang tertinggal di dalam hati.

"Nggak, kok. Gue ... emang, maksudnya iya, belakang ini ada beberapa hal yang gue pikirin. Ngurusin tugas yang belum selesai-selesai." Arkeyna terkekeh canggung. "Oh, iya. Sekarang cuma lo aja yang freelance di sini?"

Niat ingin mengalihkan topik, Decky justru menangkap maksud lain dari pertanyaan Arkeyna.

"Heem. Gue sama Michael gantian. Kalau Bang Han sesuka hati datangnya. Kalau Bang Nu, gue denger dia udah mulai investasi ke kafe Bang Ji yang baru dibangun Bang Cak. Jadi, dia bakalan lebih jarang ke sini daripada sebelumnya." Decky menjeda, ternyata benar, kedatangan Arkeyna ke sini untuk mencari lelaki itu, terlihat dari respons mata menunduk yang diberi.

"Lo nyari dia, ya, Key?"

"Gimana?"

"Bang Nuga. Sorry, ya, kalau sebelumnya gue nggak tau lo pacar dia. Dan sekarang, gue juga baru tau kalau kalian udah nggak berhubungan lagi."

Arkeyna menghela napas pendek, sudah banyak yang tahu.

"Key."

Sang empunya nama mendongak.

"Mereka lagi pulang ke kota kelahirannya."

"Mereka?

"Bang Nuga, sama Michael. Mereka nemuin ibunya Michael setelah sekian lama Nuga nggak pulang."

Sebelah sudut bibir kanannya terangkat. Tiba-tiba saja Arkeyna teringat saat ia merasa dibodohi mereka berdua.

"Gue seneng liat mereka bisa akur. Rasanya ngumpul bareng keluarga walaupun cuma tersisa satu orang itu emang hal yang paling luar biasa." Decky tersenyum, bayangan saat Michael dengan semangat menceritakan kebersamaannya dengan sang keluarga membuat bahagianya menular. Ya ... meski ada sedikit rasa iri, karena ia tidak pernah merasakan hal itu sejak ditinggal sendiri. "Apalagi buat Bang Nuga, dia laki-laki yang sampai saat ini gue jadiin panutan. Karena maut sekalipun, dia nggak pernah berhenti buat menghormati ibu kandungnya. Bahkan, kita semua—Cakra, Jehan, Jio—tau, kalau dia juga sebenarnya masih peduli sama ayah dia. Ya ... walaupun agak gitu."

Decky melirik Arkeyna yang diam-diam menyimak, meski tidak menunjukkan ketertarikan. Ia tersenyum lagi.

"Keyna."

"Kenapa lo ceritain tentang dia sama gue?" Pertanyaan tidak terduga, Arkeyna terlihat sedikit emosi di sini. "Lo sendiri tau, hubungan kita udah berakhir. Nggak ada lagi yang harus gue tau soal Nuga, Ky."

"Emang," tukas Decky cepat. "Emang begitu aturannya. Key, terlepas dari apa hubungan kalian berdua, nggak semua hal harus lo ketahui."

Tepat sasaran. Kalimat terakhir membuat Arkeyna menahan napasnya. Ia tertampar begitu keras hanya dengan sebuah kalimat yang keluar dari mulut lelaki itu. Lelaki yang jarang serius dalam ucapannya.

"Semua orang pasti punya sesuatu yang dia pilih untuk simpan sendiri. Baik gue, lo, bahkan Bang Nuga sekali pun." Decky mengangguk sendiri. "Bang Nuga, mungkin dia memang jarang cerita apapun tentang dirinya sama orang lain. Tapi, bukan berarti dia mau pendem semua sendiri. Dia itu orang yang akan cerita, kalau dia rasa dia siap. Terlebih hal yang dia sembunyiin dari lo itu bukan hal kecil, butuh keberanian besar buat buka luka hatinya lagi untuk cerita.

"Gue cerita ini bukan buat minta lo ngertiin dia. Tapi, seenggaknya, biar lo nggak begitu lagi sama orang lain—merasa harus mengetahui segala hal.

Maaf kalau kesannya bicara ini kasar, mungkin kalau Bang Cak denger gue bisa dimarahin abis-abian. Tapi, jujur gue sakit hati liat Bang Nu keliatan kosong kaya gitu. Dia yang lagi berusaha terbuka, jadi lebih tertutup lagi karena tau orang terdekatnya kecewa sama dia."

Decky berdiri, membiarkan Arkeyna terlarut dan merenungi apa yang ia katakan tadi.

"Dan satu lagi." Arkeyna tidak berani melihat Decky yang satu ini, ia memilih mendengarkan. "Jangan benci Michael, ya? Dia udah cukup banyak dapat kebencian yang nggak seharusnya dia terima sebelum ini. Makasih dan maaf, gue lanjut ke belakang dulu, ya."

— Next chapter

Paper Rings | Jeon WonwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang