Bus(y/i)ness

131 5 0
                                    

Tidak lama setelah Arkeyna menolak panggilan telepon Nuga, sang empu bergegas pulang tepat waktu sama seperti saat lelaki itu bekerja pada biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak lama setelah Arkeyna menolak panggilan telepon Nuga, sang empu bergegas pulang tepat waktu sama seperti saat lelaki itu bekerja pada biasanya. Nuga juga dengan cepat mencarinya ke seluruh penjuru rumah karena sempat tak dapat menemukan Arkeyna, padahal ia tengah mengambil air minum di dapur.

Di sinilah mereka, dengan Arkeyna yang berusaha tenang sambil minum air sedangkan Nuga terlihat cemas sekaligus kalut kalau-kalau perempuan itu marah, walaupun sebenarnya sudah.

"Sayang ...." panggil Nuga hati-hati. Dilihatnya mata sembab sang istri membuat ia merasa bersalah. "Kita bicara, ya?"

Mengabaikan Nuga yang ingin memulai pembicaraan, Arkeyna melenggang pergi ke kamarnya sendiri meninggalkan lelaki itu. Nuga sempat mencekal lengannya saat ia hendak membuka pintu, tetapi kembali terlepas karena Arkeyna mendiamkannya.

"Key."

"Apa?"

"Aku mau ikut masuk. Mau ...."

"Aku nggak mau kita berantem sebelum weekend nanti, okay? Kamu udah korbanin banyak hal buat kita bisa quality time tanpa kedistrak kerjaan kamu, kan?" tukas Arkeyna menyinggung sesuatu yang membuat Nuga termenung. "Leave me alone. Jangan sia-sia-in itu semua."

"... I'll give you space."

Tidak mendapati adanya jawaban lagi, Arkeyna masuk ke ruangan tersebut tanpa menutup pintu dengan benar. Kemudian merebahkan tubuhnya di tempat yang mana biasa mereka habiskan berdua. Akan tetapi, belum ia benar-benar mendapatkan posisi nyaman, suara benda beradu tembok berhasil mengejutkannya.

"I can't!" ujar lelaki itu kembali memperbaiki posisi semula setelah membereskan kekacauan.

Arkeyna menoleh cepat pada Nuga yang tadi terhuyung ke depan sembari memegang handle pintu.

"Kok gebrak pintu ..., kamu marah sama aku?"

"Eh, nggak sumpah!" Nuga refleks mengangkat jari tengah dan telunjuk secara bersamaan di samping wajahnya. Panik. "Aku nggak sengaja, tadi ... anu, jatoh ... kukira pintunya dikunci ...." Nuga lekas memberikan penjelasan—meski dua detik pertama terdengar bodoh—agar tidak terjadi kesalahpahaman yang membuat suasana menjadi lebih rumit kala menyadari getaran mata di wajah sang istri.

Nuga menghampiri gadis itu beberapa langkah, berharap Arkeyna berbaik hati untuk merengkuh rasa lelah yang kini ia rasakan. Namun, tidak ada tanda-tanda Arkeyna ingin didekati.

"Maaf ..., aku nggak bermaksud."

Arkeyna hanya terdiam, menunduk, memilih mendengarkan apa yang akan Nuga sampaikan alih-alih melihat lelaki itu.

"Aku nggak bermaksud buat kamu merasa sendirian."

Ungkapan itu menarik atensinya, diam-diam Arkeyna menatap Nuga saat lelaki itu tidak melihatnya. Satu kalimat itu perlahan membuat hatinya melunak. Jadi, Nuga tahu?

"Kamu pasti capek, ya, belakangan ini harus nunggu aku pulang malam, padahal sebelumnya siapin dinner buat kita yang berakhir kamu makan sendiri?" Nuga bergeming. Bayangan meja makan penuh sajian kala itu melintas di benaknya. "Maafin aku, ya, untuk itu?"

"Tidur kamu juga nggak nyenyak gara-gara aku selalu diam-diam pindah ke ruang kerja buat lanjutin kerjaan yang belum selesai. Apa yang kamu lihat setiap malam itu benar, aku nggak akan membela diri. Harusnya aku lebih peka sama kamu ...." Nuga menjeda, menyadari begitu banyak kesalahan yang ia lakukan, salah satunya tidak mengingat betapa sensitifnya indra pendengaran Arkeyna saat tidur sekalipun. "Maaf, nggak seharusnya aku tinggalin kamu tidur sendirian. Maafin aku ...."

"Nuga."

"Kamu boleh marahin aku, semarah-marahnya. Nggak apa-apa. Asal jangan diemin aku ... please?" Nuga dengan suara lirihnya.

Nuga berusaha mengontrol raut wajahnya agar terlihat meyakinkan, tetapi bahu yang menurun lesu didukung siratan mata putus asanya dapat terbaca jelas oleh Arkeyna.

Lantas, perempuan itu menghela napas panjang. Lalu ikut menekuk wajahnya sembari merentangkan tangan yang tentu disambut langsung oleh Nuga dengan sifat clingy-nya. Ia berjalan gontai sebelum menjatuhkan diri di atas tubuh Arkeyna yang sama-sama tengah berbaring.

Nyaman.

Seakan hilang rasa gundah serta lelah yang menyelimuti Nuga belakangan ini, saat tangan lembut Arkeyna mengusap rambutnya, mencium pucuk kepalanya, serta memberi balasan berupa pelukan yang tak kalah hangatnya.

"Maaf, ya ...," bisik Arkeyna ada rasa penyesalan ketika menyadari apa yang akhir-akhir ini ia perbuat terlalu berlebihan. "Maaf kalau aku malah berlebihan kaya anak kecil lagi ..., maaf kalau aku nggak ngertiin kamu ..., maaf kalau kerjaannya marah-marah terus."

Lembut sekali terdengar, sampai Nuga  memejamkan matanya, terdiam damai.

"Nuga?"

"I feel so safe ...." Nuga meletakkan pipinya di sana, ia memeluk Arkeyna dengan sisa tenaga yang ia punya. Sungguh, Nuga merasa sangat lelah kali ini. "When I'm with you."

Rona merah selalu muncul kala bahasa cinta lelaki itu terucap, membuat Arkeyna tersipu malu. Ia sangat berterima kasih untuk itu.

"I just want cuddles." Nuga mengembuskan napas panjang, tangannya yang menganggur menggenggam jemari perempuan itu. Kemudian tersenyum kecil saat menyadari cincin pernikahan mereka masih tersemat di jari mungilnya.

Arkeyna mengangguk. "If I can do that, then I'll do that. Apapun buat kamu, aku akan."

Nuga terkekeh ringan dalam pejamannya, Arkeyna menggunakan kata yang biasa ia ucapkan pada perempuan itu.

"Do you love me?" tanya Nuga dibalas kernyitan bingung Arkeyna.

"... Why would you say that?" Padahal sudah sangat jelas ia selalu dan akan terus begitu mencintainya!

"Then why you aren't you saying I love you to me?"

Bola mata Arkeyna seketika membulat. "Ish!" Sembari memukul pelan punggung lelaki itu kesal, tidak peduli dia mengaduh kesakitan. "Aku gak pernah gitu, ya! Aneh, orang aku tanya cuma sekali!"

Arkeyna menyadari jika Nuga sedang menggodanya dengan meniru ucapan yang sering ia lontarkan. Sedang lelaki itu tertawa puas melihat sang istri merajuk dengan mendorongnya menjauh.

"I love youuu."

"Nggak mau, kamu jelek! Aku mau diemin kamu lagi sebulan!"

"I'd be better if you gave me your attention, Sayang." Secepat kilat Nuga mencuri satu kecupan di bibir Arkeyna, kemudian menyeringai kecil dengan respons membeku perempuan itu. Tak mengoceh, tak pula menolak.

"I love you."

Setelahnya, seisi ruangan ini kembali menjadi saksi bagaimana kedua insan tersebut berbagi.

Next aku mau bikin "what if." Udah ada konten, cuma kalau mau req boleh di tello atau comment aja ya! Itu sangat, sangat, sangaaaat berarti buatku🥺💗

Thanku hihi

Paper Rings | Jeon WonwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang