∞ Paper Rings
Katanya, manusia hanya dapat berencana tanpa bisa mengendalikan seutas tali yang dikendalikan semesta. Saat tali tersebut disulam rapih tanpa cacat, akan terasa membosankan. Kemudian saat sulaman itu mulai rapuh termakan waktu, akan terasa menyakitkan. Berakhir saat sulaman tersebut benar-benar terputus, apakah guratan takdir akan tetap seperti itu, atau murah hati dari sang pencipta akan membuatnya kembali seperti apa yang diharapkan?
Tidak ada yang tahu, dan tidak dapat ditebak.
Semua telah tertulis.
Sebab, dua insan yang saat ini tengah melempar senyum haru satu sama lain—setelah pemberkatan di atas altar di hadapan Tuhan dan jemaat—tanpa peduli lagi ke mana semesta akan mengendalikan mereka sudah terlatih. Terlatih dalam permainan semesta yang selalu mencoba memutus garis takdir mereka. Seakan keduanya dibuat percaya, bahwa tidak ada kata satu di antara Nuga dan Arkeyna.
Saat ini, nanti, dan seterusnya, mereka akan terus berencana. Tanpa takut, tanpa henti. Mereka sepakat akan melawannya jika dirasa harus seperti itu.
Mungkin, karena hal itulah semesta cemburu terhadap tekad dan cinta yang besar antara keduanya. Hingga apa yang mereka tanamkan membuahkan hasil. Hasil yang mereka harap setiap detiknya, hasil yang mereka syukuri setiap saatnya.
Bukan semesta yang menyerah untuk menggoyahkan ikatan mereka, tetapi kesiapan menghadapi permainan takdirlah yang membuat Nuga dan Arkeyna yakin untuk tetap bersama sampai simpul takdir yang sudah diguncang sedemikian rupa itu tidak berkutik.
Menua sampai kembali menjadi tanah, sampai semesta tidak bisa lagi menemukan celah untuk memisahkan mereka.
Mungkin itu jawaban yang Arkeyna lontarkan sebelum dua insan yang berakhir dipersatukan ini memutuskan untuk menerima lamaran Nuga.
"Nuga, aku penasaran. Kalau waktu itu kamu nggak punya uang buat beli cincin kembar itu, karena cincin sebelumnya aku buang terus nggak kepake, tetep bakalan nikahin aku, nggak?"
"... Kamu serius anggap aku nggak punya uang?"
"Hehe, nggak, sih. Cuma sayang aja uangnya."
"Tetep nikahin."
"Pake apa?"
"Kertas lipet, dibuat cincin."
"Kok nyebelin, jawabannya serius nggak?"
"Serius. Pake cincin permata atau kertas lipet juga aku bakalan tetep nikahin kamu."
"Masa kertas lipet, kaya anak kecil aja."
Tanpa sadar jika pertanyaan yang gadis berumur dua puluh empat tahun itu lontarkan tidak jauh berbeda. Namun, inilah Nuga, dengan segala jawaban yang ia punya, pertanyaan sekanak-kanakan sekalipun akan tetap ia ladeni.
"Biarin. Justru kita bisa kenal karena cincin kertas yang pernah kamu kasih ke aku dulu, kan."
"Nugaaaa, kok masih inget, sih!"
"Masihlah, mau aku ceritain?"
Percakapan demi percakapan mengalir begitu saja. Membuat keping kenangan mereka di masa lalu kembali tergambar jelas, dari sudut pandangnya masing-masing. Cincin kertas memulai sejarah, hingga terbentuklah mereka, pada cerita yang akan selalu melekat dekat pada siapa yang membacanya.
Paper Rings.
Apapun yang terjadi, aku akan menua bersamamu.
— E N D —
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Rings | Jeon Wonwoo
RomantizmIni narasi AU ajaaa, lebih lengkapnya di Twitter © xxanianddd yaaa! Judulnya sama. Udah end