—206. Just Keep Your Words!
"Katanya pada di belakang, kok sepi?"
Michael bermonolog kala melewati tempat yang seharusnya jadi tempat perkumpulan. Lima menit lalu ia sampai, memang sedikit terlambat untuk menyaksikan seluruh malam ini, tetapi ia tetap memutuskan datang dan segera bergegas menemui mereka semua.
Tidak ada satu pun orang, hanya beberapa sisa-sisa champagne dalam gelas kecil yang menyambut penglihatannya.
Udah beneran selesai kali, ya? Tinggal party BBQ-nya aja ..., batin Michael seraya menghela napas berat. Ia tetap melangkah, ke dalam gedung.
"Jangan dulu, kita tunggu aja."
"Nuga pasti bisa ngatasinnya kali ini, lo tenang aja."
"Sumpah, Bang. Gue tadi denger banget ...."
Michael berhenti kala mendengar sayup-sayup orang saling berbincang. Ia melihat sekeliling.
Di sana rupanya.
Dengan berat hati, ia menghampiri mereka tanpa menyadari jika di atas sana tengah terjadi sesuatu yang membuat Jehan, Cakra, Jio, dan Decky—berkumpul mendadak.
Ketika ia hendak menyapa, suara dentingan logam begitu jelas terdengar. Ia melihat sendiri ada sebuah benda berkilauan yang menggelinding dari arah tangga, sebelum pada akhirnya berhenti di dekat sepatunya.
Michael mengerutkan keningnya. Cincin?
"Sttt, heh!"
Fokusnya terbagi, teguran dan lambaian tangan dari Jean membuat ia berniat untuk bertanya.
"Bang, ini cincin ...."
"Dapet apa aja selama jalan-jalan malem sendiri tadi?"
Sial. Michael lupa jika ia tengah dalam masalah besar. Cakra bertanya sarkas sembari menyilangkan tangan di dada.
Pasrah sajalah. Michael memilih cengengesan daripada harus menjelaskan apa yang terjadi padanya.
"Dapet ... angin, bercanda. Tapi tadi tuh agak nggak enak suasananya, makannya agak jaga jarak dulu tadi." Michael mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya secara bersamaan, peace. Akan tetapi, tidak melihat tanda-tanda luluh dari sang empu, ia segera berkata lagi, dengan suara kecil. "Maaf, Bang ... nggak akan diulangi lagi."
"Emang harusnya jangan."
"Iya tau, nanti gue bakalan minta maaf sama ...."
But why?!
Pertanyaan dengan nada yang cukup tinggi itu mengalihkan perhatian mereka yang ada di sana, termasuk Michael.
Ia menatap satu persatu dari mereka seakan mengajukan pertanyaan. Tetapi, gelengan mereka menjadi jawaban yang tidak membuat Michael puas.
Michael berniat untuk melihat apa yang terjadi di atas karena terdengar isak tangis perempuan yang ia yakini itu Arkeyna. Namun ....
"Jangan gegabah."
Tangan Jehan yang menahannya membuat ia mengurungkan diri. Meski begitu, Michael tetap khawatir. Ditambah cincin di tangannya yang tadi terjatuh dari atas tangga membuat ia berpikir yang tidak-tidak.
"Selama gue nggak ada ... ada hal yang terjadi?" tanya Michael entah pada siapa.
Cakra yang hendak menjawab, dihentikan oleh Jio. Lelaki itu tau, ini bukan waktu yang tepat untuk Cakra berbicara.
"Bang!"
Benar saja. Michael terlihat emosi setelah menelaah sendiri. Mulai dari suasana tegang, teriakan dan tangisan, serta cincin lamaran yang seharusnya sudah tersemat jatuh.
Ia meminta jawab, tetapi mereka bungkam. Sial, sial, sial! Ia melewatkan banyak hal.
"Gue harus ke atas."
"Michael."
Panggilan Jio dan gelengannya membuat Michael menaikkan sebelah alis.
"Apa lagi?"
"Biarin mereka selesain urusan mereka sendiri."
"Lo nggak denger, Bang, tadi si Nuga ninggiin suaranya depan Keyna? Terus lo bakalan diem aja liat cewek dibentak kaya gitu?"
Si. Michael menghilangkan sapaan hormatnya. Ia benar-benar tak habis pikir.
"Jangan gara-gara Bang Nuga udah dianggap adik kalian sendiri, bisa seenaknya dibiarin nyakitin anak orang kaya gini!"
"Jaga mulut lo!"
Kali ini Cakra yang bersuara. Ia tidak terima mendapat klaim seperti itu padahal jelas-jelas baik ia maupun teman-temannya tidak pernah membiarkan hal yang Michael sebutkan terjadi.
Decky dan Jehan yang sedari tadi bingung harus apa kini menahan Cakra agar emosinya tidak ikut naik, melihat Michael sudah seperti orang kesetanan yang melihat sumbu api terbakar cukup membuat mereka merasa panas.
"Terserah apa yang mau kalian bilang, gue ...."
"Ah!"
Sekali lagi. Atensi mereka serempak teralihkan pada pekikan itu.
Keyna ... Keyna!
Ia telat menerima respons. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat melihat begitu cepatnya gadis itu terjatuh dari atas. Michael berlari menghampiri Arkeyna yang sudah tak sadarkan diri dengan rambut yang sudah tidak teratur lagi bentuknya karena terbentur-bentur marmer tangga.
Tangannya bergerak memangku kepala gadis itu dan menempatkannya di pangkuannya.
Pikirannya kosong, hanya kepanikanlah yang melanda diri Michael.
"Key ... Kekey bangun, Key ... please." Nuga menepuk pipi gadis itu, berharap Arkeyna memberi respons baik, tetapi tidak ada. Yang ditunjukkan hanya wajah yang semakin memucat yang membuat bola matanya memanas. "Keyna! Key ... astaga Tuhan, Keyna tolong bangun, gue mohon ...."
Sementara Michael berusaha, Cakra meminta Esha melalui teleponnya agar segera menyiapkan mobil berhubung lelaki itu diam di luar.
Decky dan Jio berlari ke atas untuk menyusul dan memastikan keadaan Nuga, sedang Jehan ikut memeriksa keadaan Arkeyna dengan pertolongan pertama yang ia bisa.
"Key ... ayolah ...."
Jejak air mata yang nampak jelas di pipi Arkeyna membuat emosi Michael semakin bergejolak tak karuan. Ia mendongak ke atas dengan mata tajam yang langsung berhadapan dengan wajah nelangsa sang kakak, Nuga.
— Next chapter
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Rings | Jeon Wonwoo
RomantizmIni narasi AU ajaaa, lebih lengkapnya di Twitter © xxanianddd yaaa! Judulnya sama. Udah end