02. Menikahi Gadis Manusia

7.5K 370 0
                                    

Asap menguar dari cerutu. Gelombang putih itu tak hentinya membumbung tinggi ke udara, mendominasi sebuah ruang kerja dengan pencahayaan minim dari lilin-lilin yang menggantung di setiap sudut dinding.

Tampak sebuah lengan kokoh nan adil, yang sesekali datang mengangkat tangannya untuk menghisap ujung tembakau. Mata merahnya yang pekat seperti darah, sepintas berkilat di bawah sentuhan cahaya lilin yang berpendar, "Aku akan menikah dan menghasilkan keturunan, tapi.."

Sekali lagi pria bermata merah itu menghisap ujung cerutu dan menghembus kan asap dari mulutnya, kemudian berkata, "Aku tidak akan melakukannya dengan bangsa ku"

Seorang pria berambut hitam legam dan cepak, menautkan jari-jemarinya dan bertanya, "Lalu, pada siapa kau akan melakukannya?" Sesaat pria itu menahan nafasnya, tatkala asap putih yang sangat mengusik itu menusuk ke dua lubang hidungnya.

"Coba tebak!" Pria dengan mata merah sedingin es itu menyungging kan senyum tipis dibibir, "Pada siapa aku akan melakukannya?" Sekilas mata merah itu mengerling dengan tatapan tak terbaca.

"Pada manusia, hum?" Suara serak si pria berambut cepak terdengar malas. Agaknya ia sudah menduga itu sejak awal.

"Em" Menjepit ujung cerutu di bawah lipatan bibirnya, pria dengan kontur rahang yang tajam itu menghisap dengan sorot mata menggelap.

"Jadi.." Cerutu di tarik dan asap melambung keluar dari bibir merah gelapnya yang cantik, "Bantu aku siapkan!"

Alih-alih meminta bantuan, itu lebih terdengar seperti sebuah titah yang jatuh dari lidah kaisar.

"Egbert" Tatapan mata pria berambut cepak itu berubah menjadi sangat serius.

"Kau bercanda hum?" katanya. Sedikit terdengar kesal.

"Menikah?"

"Dengan manusia?"

Pria itu berdecak bosan dan memutar bola matanya jengah.

"Jangan konyol!"

"Sean" Ebert menatap tajam lawan bicaranya, "Apa sikap serius ku ini seperti candaan di matamu?"

Sean dapat merasakan seperti sesuatu yang dingin memercik dalam pupil matanya. Sean mendesah berat.

"Baik" Sean memperbaiki postur duduknya, "Aku tau kau serius" Tatapan Sean fokus tertuju pada Egbert.

"Mungkin jika kau hanya menikahi gadis manusia itu masih dalam jangkauan" Ujarnya, "Tapi jika sejauh mengandung anakmu..." Sean menautkan jari-jemarinya dan sorot matanya yang sedikit ngambang itu melirik lawan bicaranya.

"Apa kau yakin tubuh manusia yang lemah itu dapat melakukannya?"

"Kenapa tidak?" Egbert berkedik bahu, menunjukkan betapa santainya ia sampai tidak mempermasalahkan hal itu.

"Sekarang ini tidak hanya manusia yang hidup dengan teknologi serba canggih, bangsa kita pun begitu" Ucapnya kemudian, "Jadi, apa yang harus kau khawatirkan?"

Kali ini Sean mendesah panjang. Ia tidak punya sesuatu yang dikatakan sebagai bantahan, karena melakukannya pun percuma. Temannya satu itu sejak awal terlahir untuk tidak mendengarkan perkataan orang lain.

"Kalau begitu katakan alasanmu" Sean melipat kedua tangannya di atas paha, "Kenapa harus manusia?" Tanya Sean seraya setengah memiringkan kepalanya.

Tepat ketika asap putih itu kesekian kalinya datang mengganggu indra penciumannya, Sean yang tak dapat menahannya lagi, segera mengangkat punggungnya dan berpindah duduk ke sudut sofa. Hanya untuk sedikit menjauhi sofa tunggal di mana asap putih itu terus berdatangan dari lawan bicaranya.

Egbert yang menonton reaksinya itu, hanya menatap diam. Itu bukan kali pertama ia melihat Sean yang konservatif datang dengan sikap berterus terang betapa tersiksanya ia dengan cerutu favoritnya.

"Alasannya cukup sederhana" Egbert memukul ujung puntung ke atas asbak.

"Aku tidak bisa mempercayai bangsa ku lagi" Mengatakan itu, mata merahnya yang menatap ke asbak yang penuh debu kelabu itu tampak dingin dan mencekam.

"Cukup sekali aku di khianati oleh seorang wanita dalam hidupku" Lanjutnya lagi. Sesaat tatapannya redup dengan penuh siksaan akan pengkhianatan.

Egbert terlahir dan bertumbuh dengan jutaan musuh di sekelilingnya. Tapi sepanjang mimpi buruk tergelap yang ia miliki, tak pernah membayangkan cinta pertamanya akan berakhir menjadi musuhnya yang paling kejam.

Masih tersimpan dalam memori di otaknya, bagaimana jari-jemari lentik yang dulu diciuminya penuh khidmat...

Suatu hari datang mencekik lehernya di pertengahan malam tidurnya.

Itu...

Adalah mimpi terburuk dari jutaan bunga tidur yang ia punya.

"Baik, aku akan membantumu" Lama melihat Egbert terdiam, ia dapat melihat secercah aura melankolis yang dingin melapisi sorot matanya yang apatis.

Sean sadar...

Pria yang pernah bersikap begitu hangat dan romantis pada cinta pertamanya itu, kini hanya tersiksa sepi dalam jutaan penyesalan, kebodohan dan kenaifan.

Agaknya, itulah yang ia rasakan dari Egbert sekarang ini.

"Katakan preferensi mu, kau ingin yang seperti apa?"

Egbert berdeham dan memperbaiki posisi duduknya. Sorot mata merahnya telah kembali seperti semula. Itu dingin yang membosankan.

"Aku tak mau membuat ini sulit" Tukasnya seraya mengulum bibirnya yang masih tersisa aroma pekat tembakau.

"Jadi ambil saja satu gadis manusia yang hidup sebatang kara diluar sana" Katanya setelah penuh pertimbangan, "Dengan begitu, tidak akan runyam jika aku menikahinya"

Klise nya...

Itu membuatnya tidak perlu berurusan dengan keluarga mempelai, tapi cukup dengan pengantin wanitanya saja.

"Baik aku mengerti" Angguk Sean.

"Hanya mungkin wanita yang ku pilihkan ini bukan sosok sensual bergairah yang dapat menarik minat mu, apa tidak masalah?" Tidak di dunianya dan tidak di dunia manusia, Sean selalu kekal abadi dengan sikap konservatif nya.

Dia menjauhi rokok dan wine, karena menurutnya itu tidak bagus untuk di konsumsi. Dia pun sangat menjaga batasan-batasan antara pria dan wanita, seperti tidak berhubungan intim jika belum menikah. Dengan pemikiran yang seperti itu, ia pun selalu menjauhi hubungan ataupun relasi yang akan membawanya pada hal-hal yang bertentangan dengan prinsip hidupnya.

Ia pun menghabiskan hari-hari ternyaman nya di perpustakaan dan larut dengan jutaan buku. Berinteraksi dengan para tetua di akademi dan mendalami beraneka ilmu dan sastra.

Egbert tak habis pikir, bagaimana ia bisa berteman akrab dengan pria membosankan seperti Sean?

"Yeah maksudku, aku mengenal beberapa gadis manusia. Hanya mereka polos dan sedikit naif. Bagaimana?"

"Tidak masalah" Egbert tersenyum klise. Ia tidak terlalu peduli pada siapa ia akan menikah. Karena yang terpenting baginya adalah...

Menikah dan memiliki keturunan yang sah— untuk memperkuat kedudukannya.

"Karena yang aku butuhkan adalah keturunan, bukan percintaan"

Vampire's Secret Baby Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang