Monnie terbangun karena dering ponselnya. Wanita itu mengangkat kepala dengan mata terpejam. Ia mengerjap dan menggapai gawainya tersebut. Ia menatap nama di layar ponsel. Setelah itu ia memilih berbaring lagi. Itu adalah telepon dari Willy. Ia tidak mau menjawabnya. Satu menit kemudian satu pesan masuk. Monnie membacanya dengan malas. Itu pasti pesan dari Willy. Sedetik kemudian, Monnie terbelalak. Itu adalah email dari Penerbit Xinerva. Ia dinyatakan lulus dan diminta datang ke kantor pada pukul sebelas.
Monnie langsung bangkit dengan semangat. Ia bergegas mengkonfirmasi kehadirannya pada siang ini.
"Bibi!" Monnie memekik dan berlari mencari keberadaan lelaki itu.
Bibi yang sedang menikmati kopinya di taman belakang hanya melirik. Ia membiarkan Monnie menemukannya sendiri. Ia sedang malas untuk bergerak.
"Bi!"
"Apa?"balas Bibi.
"Aku diterima. Aku akan ke Penerbit Xinerva siang ini." Monnie menunjukkan emailnya dengan senang.
Bibi bertepuk tangan."Permainan akan sehera dimulai."
Monnie duduk di hadapan Bibi."Jam berapa sekarang?"
"Jam delapan."
"Apa aku harus bersiap-siap dari sekarang?' Monnie begitu bersemangat.
"Makanah lebih dulu. Kau butuh tenaga untuk menahan emosimu di depan Wynne. Kau pasti akan bertemu dengannya. Iya, kan?" Bibi mengulum senyum.
"Ah, itu betul. Yang harus kulakukan sekarang adalah mandi dan bersiap-siap. Lalu, aku makan. Apa ada makanan?"Bibi menopang dagunya dan menatap Monnie."Kau mau makan apa, Tuan Putri Para dayangmu ini akan menyediakannya."
Monnie tertawa."Aku mau steak.Tolong minta mereka menyiapkannya. Aku ingin bersiap-siap."
"Baiklah, Tuan Puteri,"balas Bibi yang kemudian meminta tim di dapur menyiapkan makanan Monnie.
Monnie berdandan dengan cantik. Ia mengenakan pakaian yang simple tapi tetap terlihat elegan. Ia tidak mau terlihat berlebihan kali ini. Ia ingin Wyne melihatnya sebagai sosok yang sederhana dan tidak neko-neko. Wanita itu segera makan usai berpakaian dan berdandan.
"Bi, ayo berangkat."Monnie berteriak memanggil Bibi.
"Tunggu aja di depan." Pria itu berteriak.
"Oke!" Monnie menuju teras rumah dan memutuskan untuk menunggu di sana.
Wanita itu melangkah hati-hati sambil mengecek ponselnya. Monnie membuka pintu.
"Monnie?"
Suara tersebut mengagetkan wanita berambut panjang itu. Monnie terperanjat melihat Willy Pria itu tiba-tiba muncul di depan rumahnya.
"Hai,"sapanya dengan hangat. Senyumnya menenggelamkan matanya, menyisakan dua garis lurus.
"Ke-kenapa kau ada di sini?"tanya Monnie yang masih kaget. Yang ia tahu, Willy sedang tidak ada di Indonesia. Lalu, pagi tadi ia sengaja tidak menjawab telepon pria itu.
Willy tersenyum dengan manis."Apakah aku tidak boleh datang?"
"Kau harus mengatakannya lebih dulu padaku. Aku baru saja akan pergi,"kata Monnie dengan wajah merengut.
Willy menatap Monnie dengan penuh cinta."kau tidak mengangkat teleponku. Aku ingin memberi kabar. Lalu, kuputuskan langsung datang."
"Tapi, aku sudah ada janji dengan salah satu Penerbit,"jelas Monnie.
"Kalau begitu aku akan mengantarmu. Ayo..."
"Ayo, Mon!" Bibi pun muncul dan beberapa saat mengulum senyum."Ah, ada Willy, apa kabar?"
"Kabarku baik, Bi."
"Aku bisa pergi sendiri bersama Bibi,"tolak Monnie,"ayo kita pergi, Bi!"
"Kalian pergilah. Sudah lama kalian tidak bertemu,"kata Bibi dengan tatapan memaksa pada Monnie. Ia ingin wanita itu pergi bersama Willy.
"Tap-tapi, bisa saja aku begitu lama di dalam, kan?"elak wanita tiga puluh dua tahun itu.
"Aku akan sabar menunggu. Jangan khawatir,"kata Willy yang semakin membuat Monnie tak berkutik.
Monnie menatap Bibi. Pria itu mengangguk sebagai bentuk dukungan agar Monnie pergi bersama Willy. Akhirnya Monnie mengalah dan pergi bersama pria itu.
"Aku akan menunggu di mobil,"kata Willy setelah Monnie masuk ke mobilnya.
"Semoga saja kau tidak bosan, ya. Aku tidak tahu berapa lama mereka ingin bertemu denganku."
"Jangan khawatir, Honey,"kata Willy yang kemudian melajukan mobilnya. Monnie menyebutkan sederetan alamat. Pria itu dengan sigap menjalankan kendaraannya ke tujuan.
Tiga puluh menit kemudian, keduanya telah sampai.Monnie menatap Willy."Kau yakin ingin menunggu di sini?"
"Iya. Jangan khawatir. Akan kutunggu selama apa pun itu."
Monnie mengangguk dan tersenyum tipis. Wanita itu turun dari mobil dan bergegas masuk. Ia melapor pada resepsionis dan ia dibawa ke sebuah ruangan di lantai tiga. Monnie duduk di ruangan yang sangat dingin dan wangi. Lima menit kemudian, masuklah dua orang wanita.
Salah satunya adalah Wyne."Selamat datang, Monnie." Wyne menyapa Monnie dengan sangat ramah dan hangat,"nama saya Wyne, pemilik Penerbitan ini sekaligus Penulis best seller. Ah, kupikir kau juga sudah pasti mengetahuinya."
Monnie membalas senyuman Wyne dengan tak kalah hangat. Ucapan Wyne membuatnya muak. Penulis best seller? Ah, itu karya miliknya."Hai, Bu Wyne, senang bertemu dengan Ibu. Suatu kebanggaan bisa dipanggil dan bertemu langsung dengan Ibu Wyne."
"Jangan sungkan, silakan duduk kembali." Wyne melihat ke wanita di sebelahnya. Wanita itu pun segera keluar dari sana. Hanya ada Wyne dan Monnie.
"Jadi, Monnie~tujuan saya memilih kamu adalah untuk membantu saya secara pribadi dalam penyelesaian naskah selanjutnya. Kupikir, tulisannmu sangat bagus dan bermakna. Akan sangat cocok membantuku dalam menyelesaikan novelku yang Trilogi. Kelanjutam dari Blueth dan Luciform. Kau tahu bukuku itu, kan?"
"Iya, saya sangat tahu. Tulisan itu sangat bagus,"kata Monnie dengan tenang,"lalu apa judul buku ketiganya, Bu?"
"Aku belum menentukannya."
Monnie menahan tawanya."Ibu belum menentukan judul ketiga?"
"Aku masih bingung harus memakai judul yang sudah kutentukan atau tidak. Intinya kau yang akan membantuku nanti. Kau juga tidak akan bekerja di Penerbitan ini tapi, bekerja denganku langsung. Aku ingin kau tinggal di rumahku. Lalu, kita akan mengerjakan naskahnya secata bersama. Aku akan memberikan gaji yang besar."
Monnie terdiam sejenak. Ia tidak peduli dengan gaji dan bagaimana ia harus bekerja."Baiklah, Bu."
"Ini kontraknya." Wyne menyodorkan beberapa lembar kertas,"isinya hanyalah perjanjian untuk Penerbitan. Anggap saja kau bekerja di sini sebagai asistenku. Nanti, kau akan kuberi gaji tambahan ketika di rumah. Kontraknya akan berbeda. Ini adalah rahasia kita berdua. Dengan menanda tangani ini, artinya kau setuju."
"Saya akan tinggal di rumah Ibu dan mengerjakan naskah bersama, bukan?" Monnie menegaskan.
"Iya, betul."
"Apa saya masih boleh keluar rumah menemui teman atai keluarga saya?"
"Tentu saja boleh. Tapi, kau harus merahasiakan hal ini. Jika orang menanyakanmu, katakan saja bahwa kau bekerja sebagai Editor. Kau paham? Selain itu, kau harus meminta izin padaku ketika akan pergi. Jika tidak, aku akan marah,"jelas Wyne.
"Baik, Bu. Saya akan menanda tangani kontrak." Monnie mengambil kontrak dengan tenang dan menanda tangani dengan cepat.
"Kau bisa bekerja mulai lusa. Datanglah lagi ke kantor ini dan membawa pakaian dan keperluanmu. Untuk kebutuhan makanan, aku akan menyediakannya."
"Baik, Ibu Wyne,terima kasih. Saya akan bekerja dengan baik." Monnie tersenyum penuh arti.
💌
![](https://img.wattpad.com/cover/262280691-288-k384186.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MUST BE A HAPPY ENDING
Romance⚠️ 21+ Cerita berisi banyak adegan yang membuat tidak nyaman. Bagi, Wyne Xynerva, ada dua cara untuk mendapat posisi tertinggi. Pertama, bekerja keras. Kedua, dengan menjatuhkan pesaingnya. Obsesinya membuat ia memilih jalan kedua. Ia menyingkirkan...