Lima

1.2K 152 14
                                    

Warning!!
Zona 21+

💌

Monnie ngobrol dengan Wyne selama satu jam lebih tiga puluh lima menit. Wyne menceritakan apa-apa saja yang harus dipatuhi oleh wanita itu. Peraturannya cukup banyak. Tapi, tidak ada yang memberatkan Monnie.ia akan menjadi asisten yang baik dan penurut. Dengan begitu ia bisa melancarkan aksinya.

Monnie keluar gedung dengan hati riang. Ia melihat mobil Willy masih terparkir. Ia menghampiri, mengetuk jendelanya dengan keras. Willy membukakan pintu.

"Maafkan aku, prosesnya agak lama."

"Tidak lama,"balas Willy dengan swnyuman hangat. Ia meraih kepala Monnie dan mengecup keningnya,"kau tidak ada kegiatan lagi, kan?"

"Tidak ada."

"Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu. Boleh, kah?"tanya Willy dengan hati-hati.

Karena hatinya sedang senang, Monnie mengangguk."Boleh. Bawa aku ke mana pun kau mau."

"Aku akan membawamu ke Hotel,"kata Willy sembari menyalakan mobilnya.

Monnie tidak mengatakan apa pun. Hal tersebit sudah biasa baginya. Ketika Willy membawanya ke Hotel dan menghabiskan waktu bersama di sana. Namun, mereka sudah lama sekali tidak bertemu. Mungkin sudah tiga bulan. Ini akan menjadi momen yang berkesan bagi Willy.

Sepanjang jalan menuju kamar, Willy tak oernah melepaskan genggaman tangannya. Monnie adalah wanita yang sangat berarti untuknya. Sayangnya, hati Monnie begitu beku. Sangat sulit untuk dicairkan. Sampai detik ini ia belum berhasil memiliki Monnie seutuhnya.

"Kamu dari Bandara langsung menjemputku tadi?"tanya Monnie saat mereka sudah sampai depan pintu kamar.

"Iya. Kau akan selalu menjadi orang pertama yang kukunjungi ketika sampai. Ayo." Willy menarik Monnie untuk masuk.

Begitu sampai di kamar, Willy memeluk Monnie dengan erat. Ia menenggelamkan wajahnya di leher Monnie, menghirup aroma tubuh wanita itu dengan begitu candu."Aku sangat merindukanmu, sayang."

"Itu terdengar mengerikan,Wil."

"Aku tidak peduli apakah itu mengerikan atau tidak. Yang terpenting itu tidak akan menyakitimu."jarak wajah Willy dengan Monnie hanya tersisa beberapa senti saja, sangat dekat. Monnie bisa merasakan aroma maskulin tubuh Willy.

Willy mengecup bibir Monnie sekilas. Kemudian menghirup udara di telinga dan leher Monnie. Aromanya membuatnya bergairah. Willy membalikkan tubuh Monnie dan mendorong tubuhnya ke dinding, menekan tubuh wanita itu dari belakang. Monnie merasakan milik pria itu mengeras di bokongnya. Willy mencumbunya dari belakang. Willy melepaskan pakaian Monnie dengan hati-hati. Ia tetap membiarkan Monnie memakai high heels-nya.

Monnie bisa merasakan pelukan Willy begitu hangat dan tulus. Hanya saja ia belum bisa menyerahkan hatinya untuk lelaki tersebut. Hubungan seperti ini hanyalah untuk kesenangannya sana. Keduanya bertatapan mesra. Monnie memberikan kecupan lembut, lalu kecupannya turun ke leher, dada, dan perut Willy.

Monnie berlutut dengan hati-hati, membuka ikat pinggang dan mengendurkan celana pria itu. Monnie menemukan sesuatu yang sudah sesak dalam balutan celana dalam. Ia menggenggam milik Willy. Kemudian mengulumnya lembut. Willy berpegangan pada dinding, membiarkan wanita itu melakukan apa yang ingin dilakukan. Sesekali ia menggerakkan pinggulnya pelan. Ia tidak mau Monnie tersedak. Willy meremas rambut Monnie dengan lembut. Wanita itu memperlakukannya dengan baik.

Willy menghentikan Monnie, meminta wanita itu berdiri. Willy memeluknya erat sembari meremas bokong Monnie. Kini, giliran Monnie melepaskan pakaian Willy secara keseluruhan. Monnie menjilat lekukan leher Willy dan mencumbu tubuh lelaki itu. Willy selalu memakai parfum yang sama selama bertahun-tahun. Dan itu adalah aroma yang paling Monnie suka.

Monnie menengadah, membusungkan dadanya. Willy menyambut Monnie dengan mengecup dada wanita itu. Dua gundukan kenyal tersebut kini dalam genggaman Willy. Tangan dan bibirnya secara bergantian menyentuh puncak dada Monnie. Satu tangan Willy memeluk pinggang Monnie dengan erat.

Willy berhenti, lalu menggendong Monnie dan membawanya ke ranjang. Ia menurunkannya dengan sangat hati-hati.

"Will~" Monnie terpana melihat Willy.

"Honey~"Willy menatap Monnie sendu. Ia mengusap wajah wanita itu, lalu menurunkan wajahnya. Bibir mereka menyatu dengan lembut. Suara kecupan lembut terdengar begitu mesra di kamar Hotel tersebut.  Willy menekan tubuh Monnie pelan. Wajahnya tenggelam dalam lekukan leher Monnie."Sudah lama sekali bukan, kita tidak seperti ini?"

"Ah!" Monnie mendesah saat merasakan milik Willy di permukaan miliknya. Menggesek secara perlahan namun pasti.

"Jadi, bolehkah aku menyatukannya sekarang? Aku sudah tidak sabar, sayang? Aku sudah menantinya cukup lama,"kata Willy sambil mengusap pipi Monnie.

Monnie mengangguk pelan. Sedetik kemudian ia memekik. Milik Willy masuk dengan cepat dan menimbulkan sedikit rasa sakit bagi Monnie.

"Lakukan dengan hati-hati. Gerakkan dengan pelan,"bisik Monnie di telinga Willy.

Willy mengangguk. Pinggulnya bergerak pelan, naik turun. Pria itu pun sedikit mengerang karena rasa yang ditimbulkan oleh daging lembut milik Monnie. Monnie memeluk tubuh Willy, mencengkeram punggungnya dengan erat. Milik Willy memiliki ukuran yang membuatnya cukup puas. Matanya terpejam saat milik mereka saling bergesekan.

"Wil~"Monnie mengerang.

Willy memberikan kecupan bertubi-tubi sembari terus menghunjam miliknya di bawah sana."Aku selalu menantikan hal ini. Aku sangat merindukanmu. Apakah kau tidak pernah merindukanku?"

"Aku~"

Ucapan Monnie terpotong karena Willy melumat bibirnya,"jangan ucapkan apa pun. Aku tidak mau terluka. Aku hanya ingin kamu tahu isi hatiku." Willy mempercepat gerakan pinggulnya hingga Monnie bersuara cukup keras. Desahan dan erangan Monnie membuat Willy semakin bergairah.

Willy mengganti posisi percintaan mereka. Ia memutar tubuh Monnie agar membelakanginya. Tubuh Monnie sangat seksi dilihat dari belakang. Wanita itu memiliki ukuran pinggul yang besar. Selain itu bokongnya terlihat padat dan besar. Pria itu meremas kedua bokong Monnie selama beberapa saat. Jemari Willy menempel pada milik Monnie mencari pusat diri wanita itu. Jemari Willy menekan daging berukuran kecil itu dan menggerakkannya dengan cepat.

Monnie meremas sprei dan mendesah hebat. Ia merasakan cairannya menetes dan mengalir di pahanya. Ia mulai lemas. Belum hilang rasa lemasnya, Willy sudah menyatukan milik mereka kembali dan menghunjam cepat. Monnie kembali mengerang dan mendesah hebat. Willy tidak memberikannya ampun. Pria itu menghunjamnya dengan hebat dan menyemburkan cairannya begitu dalam.

Kaki dan tangan Monnie terasa lemas dan bergetar. Ia tak mampu bertumpu lagi. Tubuhnya ambruk ke kasur. Willy ikut ambruk menindih tubuh Monnie.  Ia masih menggerakkan miliknya walau perlahan. Ini terlalu cepat. Tapi, ia bisa melakukannya lagi nanti. Ia tak akan membiarkan Monnie pergi untuk hari ini.

💌

MUST BE A HAPPY ENDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang