Part 15

615 89 11
                                    

Malam ini, Wyne mengadakan pesta kecil di rumahnya. Pesta kecil itu dihadiri oleh teman-teman sesama sosialitanya. Pesta kecil itu tidaklah sekecil yang orang pikirkan. Wanita itu memakai jasa dekorasi hanya untuk acara pertemuan dengan teman-temannya. Wanita itu juga mengundang chef untuk menyiapkan makanan mereka. Tak lupa minuman-minuman alkohol yang mahal.

Monnie menonton orang-orang sibuk menyiapkan tempat yang akan di adakan  tepi kolam renang. Lalu, ia memperhatikan Wyne yang tengah bicara dengan seseorang yang membawa gaun. Gaun itu berwarna maroon. Memiliki panjang sepaha dengan belahan dada rendah tanpa tali. Bagian bawahnya sedikit mengembang. Gaun itu terlalu seksi. Mungkin mereka yang datang semuanya adalah wanita.
Monnie memiliki gaun yang mirip dengan bahan yang berbeda. Monnie akan memantai dari kamarnya. Ia akan memanfaatkan setiap situasi yang ada.

Pukul delapan malam, semua sudah berkumpul. Wyne menyambut mereka dengan suka cita selayaknya tuan rumah yang mencuri perhatian.
Semua menatapnya kagum karena wanita itu memang sangat beruntung.

Saat bersulang, mata Wyne tertuju pada sosok pria di tengah-tengah keramaian. Ia meneguk wyne sembari menatap Wyne. Wanita itu tertegun dan menjadi kehilangan kata-kata.
Namun, ia berusaha agar senyumnya tidak sirna.

Vinz menghampiri Wyne perlahan."Halo,"sapanya ramah.

"Kenapa kau datang ke sini? Siapa yang mengundangmu?" Wyne menelan ludahnya kelu.
Ia meneguk minumannya berkali-kali untuk menyembunyikan ekspresinya.

"Aku datang bersama Melva, sahabatmu,"jawab pria itu dengan tenang.
Wyne tertawa sinis."Kau pasti tahu kalau ini rumahku, kan? Kau sengaja ikut ke sini?"

Vinz tertawa pelan."Aku tahu, tapi, aku sama sekali tidak berminat ikut. Bagaimana pun aku bisa melihatmu lebih dekat di kantor. Kau tahu, kan, Melva sangat menyukaiku. Maka dari itu dia terus memintaku. Memangnya aku bisa berbuat apa?"

"Sebaiknya kau menjaga jarak denganku." Wyne melengos pergi. Ia berinteraksi dengan tamu lainnya hingga tengah malam.

Wyne sadar bahwa ia belum menemui suaminya. Wanita itu berjalan cepat mencari keberadaan sang suami.  Vinz melihat ke sana kemari lalu secara perlahan mengikuti Wyne.

"Sayang~"panggil Wyne pada suaminya.

Pria itu muncul dan tersenyum."Kamu cantik sekali. Acaranya sudah selesai?"

Wyne menggeleng."Sebentar lagi. Kau tidak tidur?"

"Aku ingin memelukmu." Hide memeluk Wyne dengan bergairah. Apa lagi ia melihat wanita itu sangat seksi. Hide meremas bokong istrinya.

"Bersabarlah sebentar, ya. Aku pasti akan memuaskanmu,"balas Wyne di telinga lelaki itu.

"Wyne!!"

Wyne menoleh."Sepertinya ada yang memanggilku."

"Abaikan saja. Kita lakukan sebentar,"pinta Hide.

Wyne menjauhkan tubuh Hide."Hanya sebentar, sepertinya mereka ingin pamit." Wyne segera pergi. Hide mengikuti istrinya. Ternyata memang benar, ada temannya yang sedang berpamitan. Pria itu menunggu dengan sabar, tetapi, setelah itu Wyne justru pergi.

"Kenapa dia pergi?" Hide tampak kecewa. Ia segera mengejar Wyne sebelum wanita itu kembali.

Saat Wyne berjalan, tubuhnya ditarik begitu keras hingga bersembunyi di kegelapan. Wanita itu terbelalak.

"Kau?"

Vinz tersenyum menyeringai dan melumat bibir Wyne. Wanita itu memberontak, tetapi, Vinz mendesak bibir Wyne agar terbuka dan membalas ciumannya.

Sementara itu, Monnie dengan dress merah dan riasan wajah bold-nya berdiri tak jauh dari posisi mereka. Ia tersenyum menyaksikan Wyne dan Vinz yang tengah berciuman, lalu, sepertinya itu akan berlanjut ke adegan lainnya.

"Ternyata kau sangat buruk, Wyne, benar-benar buruk!"gumam Monnie. Monnie sudah menyiapkan banyak hal. Ia meletakkan kamera tersembunyi di dalam vas bunga. Ia memastikan adegan itu terekam dengan jelas. Lalu, ia menjauh sedikit.

Suara derap langkah terdengar mendekat. Monnie melihat itu adalah Hide yang mencari keberadaan istrinya. Monnie kembali melihat Wyne yang tengah dibekap oleh Vinz. Di saat itu Monnie pura-pura berjalan hingga membentuk bayangan yang menarik perhatian Hide. Monnie segera pergi ke tempat yang sepi.

"Sayang!"panggil Hide.

Monnie berhenti membelakangi lelaki itu. Tanpa Monnie sangka, pria itu langsung memeluknya. Hide menghirup udara dalam lekukan leher Monnie dalam-dalam. Ia memeluk dan meremas dadanya dengan penuh hasrat.

Dalam hitungan detik, Monnie membalikkan badan dan menunjukkan ekspresi kagetnya. "Ba-Bapak~"

Hide tersentak. Ia terperangah, ternyata wanita itu bukan istrinya. Namun, kenapa pakaian mereka bisa sama persis.

"Ah, maaf kukira istriku." Wajah Hide merah karena malu. Ia sudah salah memeluk orang. Entah di mana ia harus menaruh wajahnya. Terlebih lagi miliknya sudah menegang dan mungkin saja sudah menyentuh bokong Monnie. Wanita itu pasti sudah merasakannya.

Monnie bersikap santai."Tidak apa-apa, Pak. Setiap orang pernah keliru."

"Ngomong-ngomong, di mana Wyne?"tanya Hide yang sudah telanjur malu.

"Saya tidak tahu, Pak,"jawab Monnie.

"Maaf, ya, baju kamu sama seperti Wyne. Apa kamu juga ikut juga di acaranya"

Monnie menggeleng sembari mengangkat tangannya."Sebenarnya saya hanya pergi dengan teman saya tanpa sepengetahuan Ibu. Karena Ibu tidak mengizinkan saya pergi. Tolong rahasiakan ini, ya, Pak. Saya sedang pulang diam-diam."

"Ah, iya, baiklah. Tolong lupakan kejadian barusan. Aku sungguh tidak tahu." Hide merasa sedikit kesal karena harus menahan hasratnya. Lalu, entah dimana istrinya itu berada sekarang.

Monnie tersenyum sembari merapikan rambutnya."Tidak apa-apa, Pak, tidak ada yang terjadi. Terima kasih sudah merahasiakannya."

"Iya." Hide mengangguk dengan wajahnya yang merah.

"Kalau begitu, saya kembali ke kamar saya sekarang." Monni melintas di samping Hide, lalu berpura-pura jatuh tepat di belakang pria tersebut.

"Aduh!"

Hide membalikkan badan dan terkejut."Loh, kenapa?"

Monnie tertawa pelan."Saya tidak terbiasa pakai sepatu tinggi. Jadi, sedikit keseleo." Wanita itu meluruskan kakinya dan melepaskan high heelsnya. Gerakan beberapa detik penuh makna terekam jelas di otak lelaki itu.

"Lain kali berhati-hatilah,"pesan Hide.

"Terima kasih, Pak." Monnie bangkit dan berjalan sedikit pincang.

Hide tertegun melihat Monnie pergi. Tampaknya wanita itu tidak terpengaruh. Padahal ia sudah sempat meremas dadanya. Hide melihat kedua tapak tangannya sendiri. Ia tidak menyangka akan menyentuh payudara milik wanita lain. Tapi, sesungguhnya payudara Monnie memang bagus dan kenyal.

Entah kenapa hati Hide tergerak saat melihat Monnie kesulitan berjalan. Dengan cepat ia menghampiri wanita itu. Ia memeluk pundak Monnie dan memapahnya. Monnie menatap Hide beberapa saat seperti sebuah adegan sinetron.
"Saya bisa sendiri, Pak."

"Saya bantu saja,"katanya sembari tersenyum.

Monnie tersenyum dalam hati."Kita lewat sini saja, Pak, lebih cepat." Wanita itu memilih jalan lain agar tidak bertemu dengan Wyne. Meskipun saat ini, wanita itu pasti sedang bercinta dengan pria lain.

MUST BE A HAPPY ENDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang