Tumbang (Revisi)

2.2K 280 25
                                    

🍁🍁🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁🍁🍁

Jisoo tidak tau harus berkata apa saat bangun tidur. Ketiga adiknya, Jennie, Rose dan Lisa berada dalam satu tempat tidur. Saling memeluknya erat seakan tak ingin dipisahkan lagi.

Jisoo terus menatap garis wajah adik-adiknya yang tenang dalam buaian mimpi yang masih diselami. Si sulung Kim berusaha mengukir wajah ketiga adiknya satu persatu, semoga tidak lenyap ditelan penyakit yang menggerogoti tubuhnya.

Gadis pemilik bibir hati itu menitihkan air mata, mengingat kembali tentang penyakit yang menghantui di setiap malam-malam kelam sebelumnya. Membuat hati Jisoo hancur lebur. Dahulu dirinya tidak mempermasalahkan mengenai kondisi penyakitnya, ketika segala macam pengobatan yang sudah dijalani tak banyak membuahkan hasil selain hanya untuk membuatnya tetap bertahan, maka Jisoo pun memilih pasrah jika tuhan memang meminta dia untuk pulang.

Tetapi sekarang, berbeda cerita, perasaan Jisoo menjadi serakah ketika kehangatan keluarga yang telah lama pergi kini kembali. Perlahan-lahan hubungan yang mulai renggang, seperti air mengalir, begitu saja membaik. Membuat Jisoo ingin lebih lama mengabiskan waktu bersama mereka, keluarganya.

Jisoo mengigit bibir, menghalau suara tangis, tidak ingin menganggu tidur lelap ketiga adiknya. Si sulung Kim menahan pilu, menekan sesak di dada jika membayangkan tak bisa menyaksikan persalinan Jennie-menyambut keponakannya, tak bisa melihat Rose dan Lisa meraih kesuksesan.

Mata Jisoo buram, tertutup embun air mata...

Segera saja, dirinya beranjak menuju kamar mandi. Jisoo menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat lantas menyalakan air keran wastafel.

Jisoo menciptakan kebisingan untuk menutupi luka yang menganga lebar.

"Mengapa, mengapa harus sekarang?"

"Dulu ku pikir akan mudah untuk pergi!"

"Tapi mengapa sekarang malah terasa berat sekali, hanya untuk membayangkannya saja aku sesakit ini."


Wajah Jisoo sudah basah air mata, dia kemudian jatuh meluruh pada dinginnya lantai toilet, terasa tak kuasa hanya untuk menompa tubuh. Jisoo mengada menatap langit-langit, seperti sedang berkompromi dengan yang maha kuasa.

"Apa aku harus pergi, apa sekali saja aku tidak memiliki harapan?"

"Aku, aku tak sanggup meninggalkan mereka."

Jisoo menunduk, makin terisak, berjatuhan air mata di telapak tangannya. Sekali saja, mengapa rasanya hidup Jisoo tak pernah berjalan sesuai keinginannya.

HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang