Calon mertua

126 5 2
                                    

Orangtua Gemini adalah mungkin adalah pasangan paruh baya paling mesra yang pernah kukenal. Di umur keduanya yang sudah lebih dari setengah abad, keduanya tak pernah malu menunjukkan kemesraan mereka di depan umum seperti memakai baju couple, saling memanggil dengan sebutan Ayang Darling, saling menggandeng, dan bahkan berciuman tak kenal tempat. Mereka orang-orang yang baik, aku suka mereka, tetapi saat Gemini bilang orangtuanya datang aku benar-benar tak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Apa aku harus sembunyi?" tanyaku ketika dia terlihat panik.

"I... tunggu sebentar, gimana ya? Apa kau keberatan kalau kukenalkan sebagai pacarku?"

"Tidak, aku tidak masalah dengan itu."

"Okay, kalau begitu akan kusambut mereka. Umm... katakan saja kalau kau di sini cuma sekedar bertamu. Oke?"

Aku mengangguk, tak mungkin juga aku bilang aku menginap berduaan dengan putra tunggal mereka. Meski demikian aku harus memberikan kesan pertama yang bagus. Bagaimanapun, besar kemungkinan mereka akan jadi mertuaku dalam waktu dekat.

Selagi Gemini mempersiapkan tekadnya, aku pergi ke kamar mandi dan memperbaiki semua yang sekiranya bisa diperbaiki. Membersihkan muka, menyisir rambut, mengoleskan sedikit pelembab bibir (ini punya Gemini, bukan punyaku. Untuk apa dia menyimpan pelembab bibir?), dan berkumur dengan cairan pembersih mulut yang kutemukan di sana. Aku pun siap ketika Gemini membuka pintu.

"Hellow my son, how are you doing?"

Gemini mematung saat ibunya memeluk dan melakukan cipika cipiki. Gemini menerimanya dengan patuh, tersenyum paksa, dan bertanya; "Ayah dan ibu kok datang nggak bilang-bilang?"

"Nggak bilang-bilang? Kami kan kemarin telpon."

"Apa iya? Aku nggak ingat."

"Tak apa tak apa. Duduk duduk, kami bawa kue bawang kesukaanmu."

Dan di saat itulah pandangan ibunya beralih padaku. Kami sudah saling kenal sebelumnya, tetapi dia menatapku seperti melihat hantu.

"Elicia?"

"Halo Tante."

"Hai.... Kenapa kamu...."

Pandangannya beralih antara aku dan Gemini seolah sedang menonton pertandingan tenis. Gemini pun mengambil alih, menepuk pundakku sembari berkata, "Ayah, Ibu, kalian kenal Elicia kan? Saat ini... dia pacarku."

"Oh ya!? Woww, Elicia!"

Dengan antusias yang bahkan melebihi apa yang dia lakukan pada putranya sendiri, Tante ikut memberiku cipika dan cipiki sementara Om menepuk anaknya dengan ekspresi bangga. Mereka tampak seperti keluarga yang hangat, meski Gemini terlihat amat canggung dengan itu. Buktinya kedua orangtuanya langsung menganggapku sebagai keluarga sendiri. Terlalu ramah, itulah pendapatku, terlalu ramah sehingga terasa mencurigakan.

Firasatku benar. Tak lama kemudian Tante mengajakku untuk membuat minuman ke dapur. Jelas dia akan menginterogasiku.

"Jadi, sudah berapa lama kalian berpacaran?" tanyanya segera setelah Gemini keluar dari jarak dengar.

"Sudah... kurang dari dua puluh empat jam yang lalu."

"Oh? Tak lebih tua dari tunas kecambah. Tante senang Gemini punya pacar, tapi... apa kabar dengan Claudia?"

Aku tahu pertanyaan ini akan datang. Orangtua Gemini tahu tentang hubungan Gemini dan Claudia di masa lalu dan tahu bahwa aku berteman dekat dengan mereka. Apa jangan-jangan mereka menganggapku sebagai orang ketiga sekaligus perebut pacar orang?

"Singkat cerita, mereka berdua hilang kontak semasa kuliah dan tahu-tahu Claudia sudah menikah dengan... orang lain. Aku dan Gemini bertemu lagi setelah tahu kabar itu dan semuanya terjadi begitu saja. Aku sendiri juga tidak menyangka kami akan berpacaran."

AZURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang