Spesialis otak

122 5 0
                                    

Hari berganti. Karena bosan di rumah aku mengajak Elicia berjalan-jalan tanpa tujuan. Aku tak tahu mau ke mana dan Elicia juga tak punya tempat khusus yang ingin dikunjungi.

Di saat-saat inilah aku merasa daya ingatku sedang diuji. Apa dulu Elicia pernah bercerita tempat favoritnya? Dia bilang dia suka pantai, tetapi aku ingin menyimpan tempat itu untuk nanti. Kalau begitu, suatu tempat yang mirip….

“Sudah lama aku tidak ke aquarium.”

Elicia tampak antusias dengan pemandangan biru laut yang menyambut kami. Dengan hanya kaca yang tak terlalu tebal sebagai penghalang, kami bisa melihat keindahan laut seolah benar-benar berada di dalamnya. Ikan-ikan kecil, ikan-ikan besar, karang laut, hingga petugas yang tengah menyelam bersama ikan adalah pemandangan yang bisa kami nikmati tanpa harus menjadi basah. Tak ada ikan hiu (ya iyalah), tapi ada ikan pari manta yang tampaknya sanggup menelan pria dewasa hidup-hidup. Untungnya mereka cuma makan plankton.

Ini pertama kalinya aku ke aquarium. Saat di Amerika aku juga tak pernah dekat-dekat laut karena aku tak bisa berenang, tetapi pemandangannya memang indah. Syukurlah Elicia menyukainya.

“Makasih udah bayarin tiketku,” ucapnya, “tapi lain kali jangan lakukan itu, aku nggak mau dianggap perempuan matre.”

“Kalau bukan aku yang bayar tiketmu kau nggak mungkin bisa masuk. Lagipula biarkan aku bertingkah sedikit keren untuk pacarku.”

“Ini bukan cuma tentang sikap kerenmu, pikirkan perasaanku juga. Apa kau mau orang-orang menganggapku pacaran denganmu karna uang? Apa kau suka dianggap sebagai dompet berjalan?”

“Umm… kalau kau nggak suka aku juga nggak suka. Hadehh, kurasa orangtuaku tak pernah punya masalah dalam membeli tiket.”

“Itu karena mereka sudah menikah.”

“Tepat, itu alasan tambahan kenapa kita harus cepat menikah.”

Elicia menggigit bibirnya seolah mencoba menahan semua kutukan yang hendak dia ucapkan. Akhirnya dia pun menghembuskan napas dan berkata, “Minggu depan aku gajian, kita bisa pergi lagi saat itu.”

Menggoda Elicia adalah suatu hiburan yang menyenangkan, tetapi aku harus berhati-hati untuk tidak melewati batas.

Kami pun terus melangkah ke lautan yang lebih dalam, saling memberi komentar pada ikan-ikan berbentuk aneh yang kami lihat dan sesekali membayangkan seperti apa rasa ikan tersebut. Karena ini akhir pekan aquarium cukup ramai dengan keluarga yang bertamasya atau pasangan yang berkencan. Di tengah-tengah kerumunan itulah aku melihat mereka berdua.

Aku hanya melihat sekilas sebelum mengalihkan pandanganku dan Elicia melakukan hal yang sama, dia pasti melihat mereka juga. Meski begitu kami tidak mengatakan apa-apa. Elicia menggandeng tanganku dan membawaku masuk lebih jauh ke arah yang berlawanan dari mereka sampai akhirnya mereka menghilang di dalam kegelapan samudra.

“Gemini? Kamu Gemini kan?”

Jantungku berhenti berdetak untuk sesaat. Aku sama sekali tak menyangka mereka akan memanggilku dan sama sekali tidak mengharapkannya karena itu hanya akan menimbulkan kecanggungan yang tidak diperlukan. Aku tengah mencoba melupakan masa lalu, adegan klise semacam ini sama sekali tidak diperlukan.

Namun yang menanggilku adalah orang yang sama sekali lain. Dia seorang perempuan dengan umur empat puluhan, rambut pendek, jas putih khas seorang dokter, dan juga kacamata bulan separo yang membuatnya terlihat jauh lebih tua. Aku kenal perempuan ini.

“Dokter Nia? Wow, kebetulan sekali ya?”

“Kebetulan-kebetulan seperti ini memang sering terjadi.”

AZURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang