Keputusan, dan efek tak terduga

110 5 2
                                    

Pertemuan itu selesai tanpa kesimpulan apa pun. Cecile hanya memintaku mencoba segala hal untuk mendapat inspirasi. Meski begitu dia memberikan deadline satu bulan untuk setidaknya menyetorkan sepuluh ribu kata pertama. Dasar iblis!

Elicia sudah ada di rumah saat aku kembali jadi tanpa pikir panjang aku langsung memeluknya, menghirup aroma wangi dari tubuhnya untuk merilekskan sel-sel otakku yang seolah dirajam selama bicara dengan Cecile.

“Kau sedang apa sih?” tanyanya saat aku dengan sengaja menghirup aroma di balik bajunya.

“Menyerap energi.”

“Itu berbahaya. Kalau mau berfotosintesis serap saja energi Matahari.”

“Tapi kaulah matahariku.”

“….”

Pada akhirnya dia membiarkanku tetap memeluknya selama beberapa menit.

“Mencoba cara yang lain, itu saran yang benar-benar umum kan?” komentarnya setelah aku cerita apa yang terjadi.

Apa itu memang benar-benar saran yang umum? Bukannya Dre Parker dari Karate Kid menggantungkan jaket sebanyak ribuan kali agar mahir karate dan tidak melakukan gerakan yang lain?

“Kalau diingat-ingat aku belum tahu caramu membuat cerita,” tambah Elicia kemudian. Dengan senang hati aku membuka laptop dan menampilkan halaman Microsoft Word yang kosong untuk membuat cerita baru di hadapannya.

“Pertama-tama aku akan menentukan garis besar seperti karakter, plot, konflik, dan latar. Dan setelah aku punya ide untuk semua itu aku pasti akan memikirkan endingnya lebih dulu. Endinglah yang membuat cerita bergerak dan tidak kabur ke mana-mana. Contohnya, aku ingin membuat novel ini bertema laut dengan plot dan konflik berupa kutukan dan makhluk-makhluk mistis. Karakter utamanya….”

Aku langsung buntu di sini. Novel setengah jadi yang kubuat sebelumnya memiliki karakter utama seorang perempuan biasa, tapi jika aku ingin mencoba yang baru maka aku harus memilih hal lain. Kira-kira apa yang bagus?

Dan pandanganku otomatis jatuh pada Elicia.

“Kau mau jadi karakter utamaku?”

“Aku? Kau yakin? Aku ini cuma orang biasa.”

“Aku dapat ide luar biasa cuma dari melihatmu. Kau keturunan Jepang, Belanda, China, dan Indonesia. Bagaimana kalau karakter utama di sini adalah hasil kawin silang antara manusia dan mermaid. Saat siang dia mermaid yang bernapas dengan insang dan saat malam dia menjadi manusia. Ibunya di laut ayahnya di darat. Kurasa itu sudah jadi plot yang cukup menarik.”

“Kalau gitu sekalian aja buat dia punya kepribadian ganda, atau setidaknya kepribadiannya agak berbeda. Contohnya saat di darat dia benar-benar agresif tapi di laut dia benar-benar pemalu.”

“Itu ide menarik, sayangnya aku belum pernah bertemu orang berkpribadian ganda.”

“…. Well, mungkin orang seperti itu tak terlalu jauh darimu.”

“Siapa? Kau?”

Elicia menatap mataku lekat-lekat seolah aku punya kepribadian ganda yang akan keluar jika diberi rangsangan kuat. Sayangnya aku tak punya yang seperti itu.

“Aku tak punya kepribadian ganda,” jawabnya kemudian, “tapi itu menarik kan? Kepribadiannya saat siang dan malam yang berbeda bisa membawa banyak konflik menarik.”

“Dan nantinya mereka terbelah dua, yang satu berkelana di darat sebagai manusia dan yang satu berkelana di laut sebagai mermaid,” sambungku cepat, ide langsung mengalir dengan deras.

“Katakanlah mereka ingin berkumpul dengan ayah dan ibu untuk merayakan ulang tahun jadi si karakter utama harus mencari ayah dan ibu yang entah di mana. Karena waktu dua belas jam di darat dan laut sangat terbatas dia meminta bantuan Poseidon untuk membelah satu tubuh menjadi dua agar tiap kepribadian punya tubuh masing-masing. Mereka pun berkelana secara terpisah tapi bisa melihat apa yang lain lakukan, mata mereka saling terhubung.”

AZURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang