Apakah Gemini...

107 5 2
                                    

Aku sudah beberapa kali berkunjung ke rumah Gemini saat masa sekolah dan sampai sekarang posisi rumahnya masih belum berubah, begitu juga keadaan rumahnya. Rumah ini masih besar berlapis keramik berkilau yang memberikan kesan teduh di dalam ruangan. Perabotan yang kelihatan mahal, cemilan-cemilan lezat, serta halaman bermain yang luas.

Dulu aku sangat suka datang kemari demi mencicipi sedikit kemewahan yang tak pernah aku punya dan aku membenci diriku sendiri karena perasaan itu masih ada jauh di dalam diriku. Aku harus mengingatkan diri sendiri bahwa aku tidak memacari Gemini demi uangnya, tetapi orang-orang pasti akan tetap punya pemikiran seperti itu. Aku harus terbiasa dengan ini.

“Tante senang banget kamu datang, Elicia. Tante punya gaun yang pasti cocok buat kamu, gaun jaman Tante kuliah dulu.”

“Makasih Tante, tapi aku nggak bisa terima itu. Bukan menolak, aku cuma….”

“Merasa canggung?” terkanya tepat sekali. “Tante paham perasaanmu Elicia, tapi kalau sudah setua Tante kamu pasti ingin memanjakan anak cucumu dengan banyak barang duniawi. Nenekmu juga pasti sering kasih kamu banyak uang jajan kan?”

“Umm… Nenek… kami nggak pernah ketemu.”

“O-oh, maaf. Tapi tolong bantu perempuan tua ini untuk menyenangkan hati. Tante udah lama pingin anak cewek.”

Tanpa bisa melawan aku pun ditarik menuju kamar dan dipaksa untuk memakai semua pakaian milik Tante yang sudah kekecilan. Katanya ini adalah pakaian dari tiga puluh sampai dua puluh tahun yang lalu tapi kondisinya benar-benar terawat baik. Aku senang dengan kebaikan hati Tante, aku juga senang bisa memakai semua pakaian indah ini, tapi ini bukanlah tujuanku datang kemari.

“Kalau aku nggak salah ingat, Gemini dulu punya adik kan?”

Pertanyaanku sukses melenturkan kegembiraan di wajahnya. Setelah hampir satu jam dipaksa mencoba semua pakaian mulai dari seragam pegawai bank hingga gaun pengantinnya dulu, ini pertama kalinya Tante berhenti tersenyum.

“Mereka seharusnya jadi anak kembar,” jawabnya pelan, “tapi si adik meninggal di dalam kandungan. Akhirnya kami memberinya nama Gemini, si kembar dalam satu bintang.”

Si kembar dalam satu bintang. Dua dalam satu.

“Aku dulu ngerasa itu nama yang aneh, tapi nama itu tampaknya sangat bermakna bagi Tante.”

“Kau tak boleh sembarangan memberi anakmu nama,” balasnya dengan senyuman kecil. “Karena nama adalah identitas maka identitas itu harus bermakna.”

“Kalau begitu… kalau misalnya mereka berdua lahir dengan selamat, Tante akan beri nama apa?”

“Hmm? Apa ya….” Tatapannya berputar ke segala tempat sampai akhirnya tertuju pada jendela, tertuju pada langit cerah di luar sana. “Claude dan… Azure.”

“Azure?”

“Tidak tidak, kami benar-benar tak punya keponakan bernama Azure. Hanya saja Tante merasa itu nama yang bagus. Dalam bahasa Jepang nama mereka ditulis Aozora dan kumorizora, langit biru dan langit mendung. Bukannya nama itu terdengar saling melengkapi satu sama lain?”

“Ya… itu nama yang benar-benar bagus.”

Okay, kebetulan ini sudah terlalu berlebihan. Awalnya aku tak ingin berprasangka buruk, aku yakin kalau Azure adalah orang yang dipekerjakan sebagai pembantu dan kebetulan tak punya tempat untuk tinggal jadi Gemini memungutnya. Namun sekarang kemungkinan lain menjadi semakin kuat dan menggoyahkan keyakinanku.

Aku pernah baca sebuah cerita tentang anak kembar yang salah satunya meninggal di dalam kandungan dan mengakibatkan anak yang selamat memiliki dua kepribadian dari sang kakak dan sang adik. Jika yang seperti itu benar-benar nyata, dan aku takut kalau itu memang nyata, apakah Gemini benar-benar punya kepribadian ganda?

AZURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang