Satu; Justin and His Treatment

330 39 0
                                    

Setiap hari tidak ada yang spesial di hidup Elisa Kirana. Siswi yang baru saja memasuki era putih abu-abunya itu hanya melewati hari-harinya dengan belajar, berinteraksi dengan temannya yang tidak sampai sepuluh, lalu pulang dan menonton drama Korea kesukaannya.

Sebenarnya ini masih terhitung minggu-minggu pertama setelah ia resmi menjadi siswi SMA. Rasanya tidak seperti kehidupan di drama yang ia lihat.

Jangankan untuk jatuh cinta dengan teman sekelas atau siswa dari kelas sebelahnya, Elisa bahkan sudah sangat bersyukur mengingat beberapa teman lama di SMP juga mendaftar di sekolah yang sama.

"El!" panggil seorang siswi dengan hime cut yang dikolaborasi dengan kepang dua.

"Lama banget sih, Rena!" keluh Elisa.

"Ya maaf, tadi macet di jalan. Eh, El, tapi sorry lagi nih, gue sebenernya ada disuruh ke TU dulu, hehe."

Elisa menggerutu sebal. Kalau tahu begitu, ia tidak akan menunggu Rena dan langsung menuju ke kelasnya.

Setelah mengucapkan permintaan maafnya yang kesekian kali, Rena benar-benar menghilang dibalik tembok.

Elisa pun kembali berjalan ke kelasnya. Kini ia sendiri sambil memerhatikan bagaimana siswi lain yang datang ke sekolah secara beramai-ramai dengan temannya.

Lama ia berpikir hingga tak sadar, didepan kelasnya ada sosok laki-laki yang sedang bersandar di pintu kelas sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.

"Pagi, El," sapanya pelan. Hal itu sontak membuat Elisa tersadar, kemudian diberikannya senyum dan dimple yang menyertainya.

"Pagi, Justin," sapanya balik.

"Duh cakep banget pagi-pagi gini udah dapet dimple nya Elisa Kirana," tutur Justin dengan merangkul bahu Elisa tanpa ragu.

Seperti kisah remaja di novel atau drama yang Elisa lihat, Elisa merasakan efek kupu-kupu di perutnya. Ya, setidaknya ada Justin yang bisa membuat kehidupan putih abu-abunya sedikit berwarna.

Namun, tentu perilakunya berbanding terbalik dengan keinginan hatinya. Elisa justru melepas rangkulan dari Justin dengan pelan.

"Gak enak diliat anak-anak," ucap Elisa pelan.

Sebenarnya kedekatan antara Elisa dan Justin itu sudah menjadi rahasia publik. Siapapun tahu bahwa keduanya berasal dari sekolah yang sama dan fakta bahwa mereka berteman sudah hampir empat tahun.

Justin sedikit mengeluh kecewa. Tapi, ia segera mengalihkan topik. "El, tumben sendirian aja?" tanyanya dengan celingak-celinguk.

"Rena lagi ada urusan di TU."

Justin ber-oh ria. Sama sepertinya, Rena juga berasal dari sekolah yang sama dengan Elisa. Itulah sebabnya gadis itu sangat dekat dengan Elisa.

Sayangnya Rena berada di kelas sebelah, sehingga Elisa hanya bisa sendirian. (Justin dan Ares tidak termasuk hitungan, karena keduanya siswa laki-laki)

"Lo juga tumben sendirian? Ares ke mana?" Kini berganti Elisa yang bertanya.

"Biasa, Ares mah lagi ngapelin Winona. Sedih dia nggak bisa satu kelas sama pacarnya itu," jelas Justin sambil diselingi tawa.

Elisa kini sudah duduk dibangkunya, diikuti Justin yang juga duduk di bangku milik Brisa. Laki-laki itu tak ragu untuk menopang dagunya dan memerhatikan setiap gerak-gerik Elisa yang sepertinya tidak sadar tengah ditatap sebegitunya oleh Justin.

"Ju, lo udah ngerjain tugas Bahasa Inggris 'kan?" tanya Elisa sambil mencari buku tulisnya.

"Udah, 'kan waktu itu gue belajar sama elo."

"Oh iya ya."

Elisa masih disibukkan dengan segala kegiatannya dari meletakkan buku di meja, menutup tasnya, dan meletakkan ponselnya di loker bawah meja.

"Ju, yang tugas Biologi kita sekel—" Elisa menghentikan kegiatannya saat ia memutar tubuhnya ke arah Justin dan menemukan fakta bahwa laki-laki itu tengah menopang dagunya sambil memberikan tatapan yang benar-benar tidak baik untuk kondisi jantungnya.

Ah, biar Elisa kasih tahu kalau tatapan mata Justin benar-benar mematikan. Matanya yang tajam seperti serigala itu benar-benar akan menghipnotis siapapun yang beradu tatap dengannya.

Dengan tawa yang canggung Elisa berkata, "Lo ngapain sih?"

Justin hanya menggelengkan kepalanya, lalu menghentikan kegiatan menopang dagunya.

Awalnya Elisa sangat bersyukur sebelum laki-laki itu berdiri, pamit untuk kembali ke depan pintu, lalu menepuk-nepuk pucuk kepala Elisa.

Sialan lo, Justin! Berhenti bikin gue baper, batin Elisa.

•••


Guysss gimana first chapternya? Aku udah lama banget nggak nulis book yang kinda fluff, trus high school era banget whsjwjxjsj JADI KANGEN SEKOLAHH


n

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

n. yang atas lebih sering muncul daripada yang bawah

You Belong With Me [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang