Sebelas; Ok, Google. How To Move On?

133 34 8
                                    

Beberapa hari berlalu begitu cepat. Tak terasa hari ini sudah saatnya turnamen basket antar sekolah diadakan. Justin bahkan sudah siap dengan jersey kebanggaannya.

Hari ini adalah turnamen pertamanya. Laki-laki itu bertekad akan memasukkan hari ini sebagai salah satu moment penting di hidupnya.

Sekali lagi ia melirik ponselnya, memastikan bahwa Elisa akan datang karena Justin tahu gadis itu selalu merasa kurang nyaman jika di ruang publik.

Satu pesan dari Elisa masuk, mengatakan bahwa ia sudah duduk di bangku tribun atas dekat spanduk milik sekolahnya dipajang.

Dari atas sana, Elisa dapat melihat Justin yang masih sempat-sempatnya melempar kedipan mautnya pada Elisa.

Lihat ini, Justin. Elisa bahkan rela berdesak-desakan menonton turnamen basket untuk pertama kalinya.

"El," sapa seseorang.

"Re!"

Betul, Rena. Gadis itu dengan setia mengatakan bahwa ia bersedia menemani Elisa yang tidak mungkin bisa dibiarkan berdiri sendiri di tengah puluhan manusia.

Rena mendorong bahu Elisa dengan bahu miliknya dengan pelan. Senyumnya mengembang bersamaan dengan ia berujar, "Cieee, nontonin mas crush."

Elisa dengan panik menutup mulut Rena. "Pelan-pelan, Re. Nanti ada yang denger," tuturnya sambil memerhatikan ke sekitarnya.

"Lo siap-siapin internal HP deh buat jadi paparazi dadakannya Justin Pramoedyo."

"Ih enggak ah, ngapain foto-foto segala. Orang gue ketemu sama dia tiap hari."

Obrolan keduanya terpaksa terhenti saat MC berjalan ke tengah lapangan dan mulai membuka acara. Sebelum turnamen benar-benar dimulai, akan ada penampilan dari tim pemandu sorak tiap sekolah.

Pagi itu, Elisa dapat melihat dari atas tribun bahwa Jessica mendapat posisi yang cukup menjanjikan bahkan ketika gadis itu belum lama bergabung.

Tentu saja karena gadis itu sudah memiliki pengalaman lebih di bidang pemandu sorak.

"Itu ya yang namanya Jessica?" Tunjuk Rena pada salah satu gadis bersurai pirang yang terlihat mencolok.

Elisa hanya menganggukkan kepalanya. Ia lantas memegang lengan kanan Rena.

"Anaknya baik, Re. Kapan hari dia nyapa gue duluan," kata Elisa.

"Gak tau kenapa tapi firasat gue bilang dia cocok banget sama Justin, apalagi Justin nya juga udah terang-terangan bilang ke gue soal perasaan dia ke Jessica."

"Bagus deh, biar lo cepetan move on dari cowo sialan itu," cerca Rena tak sabar.

"Re, ih! Mulutnya," tegur Elisa.

Elisa paham betul sebenarnya tidak ada alasan mengapa Rena harus repot-repot membenci Justin. Tentu gadis itu memiliki pemikiran yang sama dengan Jeana, teman sekelas Elisa yang waktu itu.

Tak berselang lama, turnamen benar-benar dimulai.

Sepanjang babak satu, Elisa masih sangat bersemangat untuk menyoraki nama Justin bersama dengan siswa-siswi lain di belakangnya.

Memasuki babak akhir, fokusnya mulai terpecah begitu ia melihat Jessica turun dari tribun dan berjalan mendekat area turnamen.

Tepat di detik terakhir turnamen, saat wasit mengumumkan sekolah mereka lah yang menjadi pemenangnya, Elisa dan Rena berteriak nyaring sambil berpelukan.

Senang karena otomatis sekolah mereka maju ke babak selanjutnya, juga senang karena mau bagaimanapun, Justin teman mereka itu berhasil membuat pencapaian epik di awal masa putih abu-abunya.

Tapi Elisa lupa bahwa ada seseorang yang sudah lebih dulu menyambut kemenangan Justin di bawah sana.

"El ...."

Rena tiba-tiba melepas pelukan mereka. Membawa tubuh Elisa membelakanginya dan membawa arah pandang Elisa terjatuh pada Justin yang berlari kemudian memeluk Jessica.

Tentu bukan hanya Elisa dan Rena yang terkejut dibuatnya.

Elisa mengalihkan atensinya pada Rena yang sudah memandangnya dengan tatapan campur aduk yang justru dibalas dengan senyum lebar dari Elisa.

"Re, ada gak ya cara move on meskipun tiap hari ketemu?"


•••

You Belong With Me [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang