Dua; The Cat and The Look Like Cat

228 36 4
                                    

Hari ini jam pelajaran ketiga dan keempat yang seharusnya diisi dengan kelas matematika minat justru kosong. Tentu ini adalah salah satu dari serpihan surga dunia.

Kapan lagi kelas matematika minat kosong? Maka berterimakasihlah seluruh warga 10 MIPA 1 pada istri sang guru yang tengah melahirkan.

Tadi, Brisa sempat mengajak Elisa untuk pergi ke kantin bersamanya juga dua temannya, Yola dan Kiara. Namun, Elisa menolak dengan beralasan bahwa ia baru saja sarapan di rumah. Ya meskipun memang benar adanya, tetapi sejujurnya Elisa merasa masih canggung dengan teman-teman barunya.

Elisa sempat celingukan mencari keberadaan Justin ataupun Ares, tapi ia tak menemukannya.

Elisa kemudian memberanikan diri untuk bertanya pada teman satu kelasnya. "Juan, kelas sebelah jamkos nggak?"

Yang dipanggil Juan hanya menggelengkan kepalanya karena matanya masih fokus dengan game online di ponselnya.

"Eh, gak yakin dah, tapi kayaknya lagi ada guru, El."

Elisa hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya dan mengucapkan terima kasih dengan lirih. Sudah dibilang bukan bahwa dia masih canggung dengan yang lain?

Tak berselang lama, datang Ares dan Justin dari luar. Ares membawa dua botol teh, sedangkan Justin menggendong anak kucing.

"Anjir, Tin. Lu nemu di mana?" tanya teman satu kelasnya.

"Gak tau nih, tadi nih kucing muter-muter di koridor aja. Ngeri nanti diinjek orang, jadi gue bawa ke sini," jelas Justin, tentu masih dengan berjalan menuju bangku di ujung depan.

"El, liat gue nemu meong!" ucap Justin dengan semangat.

Ares acuh tak acuh dan pergi menuju bangkunya sendiri. Membiarkan sahabatnya itu berbucin ria.

Justin kemudian menyodorkan anak kucing itu pada Elisa, berniat untuk menyuruh gadis itu menggendongnya pula.

Yang Justin tahu, Elisa itu suka sekali dengan kucing dan kelinci. Apalagi jika masih kecil seperti anak kucing yang kini sudah berpindah tempat.

Justin dapat melihat raut bahagia Elisa yang tercetak jelas di sana. Senyumnya pun turut mengembang karenanya. Temannya itu terlihat lucu.

"El, mau gue fotoin gak?" tawar Justin sambil mengeluarkan ponsel di saku celananya.

Elisa mengangguk dengan yakin. Lalu, sedikit merapikan diri sebelum Justin mengangkat ponselnya dan diarahkan ke dirinya.

"Senyum yang lebar, El," titah Justin.

Sambil membidik Elisa yang hari itu membiarkan surai hitamnya terurai sempurna. Ditambah poni yang menutup dahi serta senyum dan lesung pipi yang menambah kecantikannya.

Justin tanpa sadar turut tersenyum selebar senyum Elisa.

"Udah?" tanya Elisa.

Justin menganggukkan kepalanya. Ia kemudian mendekat ke arah Elisa dan menunjukkan hasil jepretannya.

"Bagus 'kan?"

Elisa mengangguk menyetujui bahwa hasil jepretan Justin tidak pernah gagal. Elisa memang tidak cantik dan tidak narsis untuk sekedar memotret dirinya sendiri di depan kamera. Tapi ia tetap suka saat hal-hal sederhana seperti saat ini diabadikan melalui kamera.

"Nanti gue kirim link gdrive nya aja ya?"

Elisa mengerutkan dahinya. "Gdrive?"

"Kalo lewat WhatsApp nanti resolusinya berkurang, sayang fotonya jadi blur," jelas Justin. Padahal jauh dalam hatinya ia memiliki keinginan untuk menyimpan foto Elisa di google drive nya.

"Ohhh gitu."

Elisa kemudian kembali beralih memandangi hasil jepretan Justin lagi. Ia memperbesar hingga hanya terlihat wajahnya dan anak kucing yang masih digedongannya.

"Kayaknya nanti mau gue jadiin wallpaper deh, lucu," ujar Elisa.

Justin memerhatikan bagaimana wajah Elisa terlihat sangat menggemaskan dengan senyum dan pipi yang semakin gembul.

"Iya, lucu."

"Ya 'kan, anak kucing tuh kayaknya beneran terlahir selucu itu deh."

Justin mengernyitkan dahinya. "Kok kucing?"

"Hah?"

"Elo, El. Elo yang lucu. Muka lo mirip sama meong."

•••


You Belong With Me [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang