Justin sangat bersyukur karena rencananya untuk menjenguk Jessica benar-benar terealisasikan.
Ia datang seorang diri ke rumah Jessica yang tak jauh dari rumahnya dengan membawa roti bakar kesukaan Jessica yang biasanya dijual di samping sekolah.
Rumah Jessica itu berbeda dengan rumah Elisa yang memiliki halaman luas. Rumah Jessica justru lebih dekat dengan jalan, sehingga Justin selalu memarkirkan motornya di depan pagar setiap berkunjung.
Sore itu pagar setinggi hampir 2 meter itu terbuka sedikit yang mungkin hanya bisa dilewati satu orang saja.
Justin dengan senyum cerahnya hampir melewati pagar sebelum ia mendengar suara Jessica dan Jihan.
"Lo gila, Je. Lo harus stop semua ini sebelum hubungan lo yang masih seumur jagung itu bakal hancur," kata Jihan.
Justin berkali-kali mengucapkan maaf dalam hati karena menguping pembicaraan keduanya.
"Gue juga bingung, Jihan. Gue gak enak kalo gue mutusin Justin, apalagi kalo nanti dia tau kalo sebenernya gue pernah suka sama temennya."
"Masih suka," koreksi Jihan. "Lo gak mungkin udah gak suka sama Ares sedangkan lo masih suka chat gak jelas ke dia."
Jantung Justin hampir melupakan cara untuk berdetak, begitu juga dengan paru-parunya yang hampir lupa untuk bernapas.
Ares?
"Lo tuh ... Sebenernya beneran suka sama Justin apa enggak sih? Kalo emang enggak, mending lo putusin dia sebelum lo makin nyakitin cowo gak bersalah itu."
"Udah gue bilang gue bingung, Jihan. Gue gak tau gue suka sama Justin atau Ares. Dari awal pindah gue selalu deg-deg an tiap ngobrol sama Ares, tapi di sisi lain gue juga suka sama perlakuan Justin ke gue."
"Lo gak boleh serakah, Jes. Lagian Ares udah punya Winona, gak bakalan dia suka balik sama lo."
Justin dapat mendengar helaan napas dari Jessica di balik pagar yang kini menjadi sandaran punggungnya.
"Sekarang gue minta secepatnya lo harus mutusin pilihan. Bilang ke Justin tentang semua ini dan terserah lo mau lanjut apa enggak hubungan kalian."
"Inget, Jess. Salah satu kunci dalam hubungan itu komunikasi sama kejujuran. Lo mending jujur daripada lo terus-terusan gini. Lo tuh secara gak langsung udah nyakitin Justin."
Justin menghela napasnya. Terlalu banyak informasi mengejutkan yang didapat barusan membuat ia tak dapat berpikir dengan jernih.
Satu hal yang ia pikirkan sejak ia menguping pembicaraan dua sekawan itu adalah mengakhiri hubungannya dengan Jessica.
Lagipula untuk apa ia teruskan jika Jessica tidak memiliki perasaan padanya.
Dengan begitu, laki-laki itu segera menggeser pagar tinggi rumah Jessica dan menampilkan senyum lebarnya.
"Halo, pacarku."
—
Setelah kedatangan Justin, Jihan mendadak pamit meninggalkan sepasang kekasih yang dilanda kecanggungan itu."Kamu udah lama di depan tadi?" tanya Jessica.
Pertanyaan yang klise dan sering Justin temui di sinetron yang biasa ibunya tonton.
"Aku dateng ke sini awalnya mau jenguk kamu, sekalian mau bilang sesuatu," ujar Justin.
"Tentang?"
Justin mengambil napas sebanyak-banyaknya sebelum melontarkan kalimat, "Aku rasa aku gak bisa ngelanjutin hubungan ini."
Jessica tentu terkejut mendengarnya. Mendadak ia berpikir bahwa Justin mendengar semua pembicaraannya dengan Jihan.
"Maaf kalo selama ini aku gak jujur ke kamu. Sebenernya aku masih bimbang antara perasaan aku ke kamu atau ke temenku."
"Elisa?" tanya Jessica.
Anggukan pelan di kepala Justin seakan menghantam ruang hati Jessica.
"Maaf, Jessica. Ternyata aku juga punya perasaan ke temen aku. Aku gak mau bikin kamu nangis, jadi aku mutusin buat jujur ke kamu."
Jessica kira selama ini ia tak memiliki perasaan apapun pada Justin. Bahkan sampai di detik ketika ia berkata pada Jihan bahwa ia masih menyukai Ares. Namun, hatinya seakan diremat oleh tangan tak kasat mata saat menyadari kekasihnya tak memiliki rasa padanya.
Aneh, harusnya gue gak sedih, kan gue gak punya perasaan ke Justin, batin Jessica.
"Maaf kalau aku jahat ke kamu, ak—"
Jessica menggelengkan kepalanya ribut. Rasa sedih mendadak menggerogoti hatinya. Sedih karena hubungannya dengan Justin berakhir, sedih karena ia belum bisa jujur ke Justin, sedih karena Justin tak pernah memiliki rasa padanya.
Semua hal bercampur menjadi satu membuat bola mata Jessica tak fokus. Bersamaan dengan itu, ia katakan, "Oke, kita putus."
•••
Jessica be like:
KAMU SEDANG MEMBACA
You Belong With Me [✓]
Fanfic[LOVEPEDIA THE SERIES - 01] Bagi Elisa, Justin itu cinta pertama sekaligus patah hati terbesarnya. Lebih bodoh lagi karena ia tidak bisa menghapus perasaannya.