Setelah pertandingan berakhir, Rena segera menarik tangan Elisa, menerobos banyaknya penonton dan pergi meninggalkan gedung olahraga begitu saja.
Entah kenapa rasanya justru seperti Rena yang memiliki perasaan pada Justin.
Rena benar-benar tak banyak bicara hingga ia mengantar Elisa sampai di rumahnya. "Tidur, El. Lupain semua hal yang terjadi hari ini."
Tentu Elisa tidak dapat menurutinya. Bagaimana ia akan tidur jika adegan pelukan di tengah lapangan itu terus berputar di kepalanya.
Elisa tidak tahu apa yang akan terjadi. Apa persahabatannya dan Justin akan berhenti di sini? Apakah Justin tengah mencari keberadaannya? Atau ia justru sama sekali tak ingat dengan Elisa?
Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang bahkan tidak bisa dijawab. Entah oleh keadaan, maupun oleh Elisa sendiri.
Bibir Elisa melengkung ke bawah, berusaha sebisa mungkin menahan air matanya hingga tak sadar ia tertidur di ruang tamu.
Mungkin ada 2 jam Elisa tertidur dengan posisi duduk, membuat sepanjang punggungnya terasa nyeri.
Elisa mungkin tidak akan bangun saat itu jika ia tidak mendengar bel pintu yang ditekan secara terus menerus, membuatnya menggerutu sambil berjalan ke arah pintu.
Rambut Elisa masih acak-acakan. Penampakannya terlihat mengerikan, benar-benar menggambarkan orang patah hati sungguhan.
"Iyaa," ucapnya sambil membuka pintu.
Ia kira itu Rena atau Winona yang ingin meminjam selang air untuk memandikan motornya.
Tapi ia salah.
Justin yang datang. Dengan alis yang bertaut, bahkan jerseynya masih menempel di tubuh laki-laki itu.
"Justin ...?"
"Lo ke mana aja sih, El? Gue nyariin lo ke mana-mana tau gak? Gue kira lo nyasar pas lagi ke toilet, atau parahnya lagi lo nggak sengaja kebawa supporter dari sekolah lain. Taunya lo malah santai-santai di rumah."
Justin berkacak pinggang. "Lo kenapa balik duluan? Gak mau liat temen lo ini menang di turnamen pertamanya?"
Elisa masih diam dan membiarkan Justin terus nyerocos mengeluarkan segala keluh kesahnya.
Sedangkan laki-laki itu kini menaikkan tangannya hingga sampai di pelipis Elisa. "Jangan bikin gue khawatir."
Elisa menepisnya pelan membuat Justin terkejut bukan main. Tentu karena selama ini Elisa tidak pernah menolak apapun perlakuan yang Justin berikan.
"Maaf, Ju. Gue rasa sekarang lo gak bisa sembarangan megang gue lagi," tuturnya.
"Kenapa?"
"Lo udah punya pacar 'kan? Jadi lo harus bisa jaga perasaan cewe lo, Justin. Jangan sampe dia sedih gara-gara liat perlakuan lo ke gue yang kayak gini."
Entah berapa kali Justin dibuat terkejut oleh Elisa. Mata laki-laki itu berkedip beberapa kali dengan cepat.
"El ... Lo tau?"
"Jadi bener ya?"
Anggukan ragu dari Justin siang itu rasanya sudah menjawab semua pertanyaan yang tertanggal di kepala Elisa sejak pagi tadi.
Kini Justin tidak akan bisa sembarangan merangkulnya atau menggodanya dengan gombalan-gombalan receh seperti dulu.
"Congrats ya, akhirnya lo punya pacar juga."
"El."
"Jessica cantik banget. Lo jangan sia-siain dia ya? Gue tau pasti gak mudah dapetin cewe kayak Jessica," tambah Elisa lagi.
Justin hanya diam. Ia terlalu sulit merangkai kata-katanya dan berujung membuat bibirnya bungkam.
Elisa mendongakkan kepalanya. Melihat Justin yang lebih tinggi darinya. Tatap mata sendunya segera bertemu dengan mata serigala milik Justin.
"Justin, boleh gue peluk lo?"
"Lo kenapa nanya segala, El? Lo boleh meluk gue kapanpun," balas Justin.
Elisa menggeleng pelan. Kedua tangannya direntangkan guna menyambut Justin yang segera memeluknya dengan erat.
"Lo tuh udah jadi cowo orang! Mana bisa lo seenaknya meluk cewe lain?"
Elisa sesekali menepuk bahu bidang Justin. Ia berpikir entah kapan lagi ia akan dapat merasakan pelukan hangat dari laki-laki itu.
"El, lo dari tadi ngomong gitu banget. Lo pikir karena gue udah punya cewe, gue bakal lupa sama lo? Lo temen gue, El."
Temen ya?
Kemudian Elisa melepas pelukan keduanya. Senyumnya diangkat dan terlihatlah dimple menawannya.
"Iya, gue tetep temen lo kok."
"Tapi sekarang gue minta maaf banget kalo kesannya gue ngusir lo. Kepala gue pusing banget, Justin. Gue mau tidur," pamit Elisa.
Tanpa mendengar tanggapan dari Justin, Elisa segera beranjak dan menutup pintu rumahnya dengan pelan.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
You Belong With Me [✓]
Fanfiction[LOVEPEDIA THE SERIES - 01] Bagi Elisa, Justin itu cinta pertama sekaligus patah hati terbesarnya. Lebih bodoh lagi karena ia tidak bisa menghapus perasaannya.