Elisa membuka pintu kamarnya lebar-lebar, memersilakan Rena untuk menjajah kamar dengan berbagai poster dan foto idol dari negeri gingseng tersebut.
Kamar yang didominasi warna biru laut itu selalu menjadi lokasi favorit Rena saat berkunjung ke rumah Elisa. Katanya, meski kamar El berisi foto orang korea, tapi segi estetikanya tetap ada.
"Jadi? Cerita apa lagi nih sampe ngundang gue ke rumah," ucap Rena membuka obrolan.
Elisa yang baru meletakkan tasnya pun tersenyum penuh arti. "Soal kerja kelompok kemarin."
"Yang lo cewe sendiri itu?" tanya Rena yang dijawab dengan anggukan ribut dari Elisa.
"Terus?"
"Gue udah bilang belom sih kalo kerja kelompoknya di rumah Justin?"
Rena sontak membulatkan mata sipitnya. "YANG BENER AJA?"
"Ortu Justin 'kan pulangnya tengah malem, El? Terus lo kerja kelompok di sana which is gak ada siapapun selain elo, Justin, Juan, sama Tony? Lo gila apa gak waras?" omel Rena.
Gadis yang sebenarnya masih memiliki sedikit darah Jepang itu menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan Elisa.
"Ya emang lo pikir gue bakal ngapain sama mereka?"
Rena menghela napas kasar. "Bukan elo yang bakal 'ngapa-ngapain' tapi mereka, El."
"Tapi gue sekarang gak kenapa-napa, Re?"
Rena yang mendengarnya ingin sekali melempar jam weker di nakas sebelah kasur Elisa sekarang juga. Namun, ia lebih memilih untuk menahannya.
"Udah lah lupain aja, sekarang lo lanjut cerita aja," titahnya.
Elisa merasa aneh dengan sikap Rena. Tapi ia acuh pada hal itu dan lebih memilih melanjutkan ceritanya yang bahkan belum sampai di tengah jalan.
Elisa merebahkan dirinya di kasur dengan menindih gulingnya, sedangkan Rena hanya bersandar di kepala ranjang.
"Nah, jadi, pas kita baru sampe tuh Justin langsung ninggalin gue, Tony, sama Juan di ruang tamu buat bikinin minum gitu. Ya udah, karena gue juga gak pengen lama-lama, gue langsung kerjain tuh tugas 'kan. Tapi, ya as expected, cuma gue yang ngerjain. Meanwhile Tony sama Juan malah ngerusuh doang.
"Terus begitu Justin gabung nih, gue kira dia bakal join Tony sama Juan. Tapi, ternyata malah ambil posisi sebelah gue banget, terus ikutan baca soal yang gue kerjain. Masalahnya nih, Re, dia tuh duduknya dekeeett banget sama gue sampe bahu gue sama bahu dia tuh sentuhan."
Rena mengerutkan dahinya setiap mendengar satu per satu kata keluar dari mulut Elisa.
"Sumpah itu cowo makin hari makin berani ya? Terus lo tegur gak?"
Melihat Elisa hanya menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum bodoh, membuat emosi Rena kembali datang.
"Orang kalo udah jatuh cinta emang suka bego sih."
"Ihh mulut lo, Re."
"Ya lagian sebel banget gue dengernya, lanjutin cerita lo deh," titah Rena lagi.
"Terus apa ya? Si Justin tuh kayak sok-sok paham gitu, nanya gue ini itu, yang ternyata gara-gara itu bikin Juan sama Tony jadi diem. Gue gak tau kenapa tapi itu berdua tiba-tiba nawarin diri buat bantu."
Elisa menggulingkan tubuhnya hingga ia terlentang dan dapat menemukan langit-langit kamarnya.
"Gue gak paham, Re. Kenapa Justin tuh makin gencar ngasih harapan ke gue," final Elisa tanpa melihat Rena.
Rena kemudian mengikuti Elisa dengan merebahkan dirinya disamping Elisa. "Gue juga bingung, El. Lo selalu bilang gitu, tapi tiap gue suruh lo move on, lo nya gak mau."
"Bukan gak mau, tapi gue gak bisa, Rena. Selagi Justin masih seliweran di hidup gue, gue gak bakal bisa move on dari dia."
"Minimal dicoba dulu lah, El," balas Rena lagi.
"Udah, Re. Lo nggak tau 'kan kalo gue diem-diem ngarep biar nggak satu kelas sama Justin lagi, tapi justru gue gak pernah beda kelas sama dia. Lupain perasaan gue ke Justin tuh gak gampang, apalagi Justin yang terus-terusan ngasih harapan ke gue, gue mana bisa ...," Elisa tak mampu melanjutkan ucapannya. Ia lalu menghela napas lagi, menahan agar tidak ada air mata yang jatuh sore itu.
"El ... Lo kenapa sih pake acara suka sama cowo somplak macam Justin gitu? Kalo gini ceritanya, gue dulu gak biarin lo buat suka sama Justin aja deh," ujar Rena sambil menepuk-nepuk bahu kiri Elisa.
"Gue harus apa, Re?"
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
You Belong With Me [✓]
Fanfiction[LOVEPEDIA THE SERIES - 01] Bagi Elisa, Justin itu cinta pertama sekaligus patah hati terbesarnya. Lebih bodoh lagi karena ia tidak bisa menghapus perasaannya.