Ini tentang si bungsu, yang hatinya sangat luas dalam menerima garis takdir sang pencipta.
Kata orang hidupnya sangat sempurna. mari kita lihat, sesempurna apa hidup si bungsu.
Pagi-pagi sekali Lucas sudah terjaga dari tidurnya. Menatap samchon yang masih terlelap, kemudian pergi dari apartemen samchon. Ia tidak pamit sama sekali. Semalam samchon bilang, akan mengantarkannya pulang siang ini. Akan tetapi, Lucas sedang tidak ingin pulang padahal ayah juga sedang dirumah.
Lucas hanya... Tidak ingin bertemu sang kakak. Entahlah, mendengar percakapan kakak dengan bunda tentang keberangkatan kakak besok membuatnya sedih dan tidak ingin menemuinya.
Jujur saja, Lucas tidak ingin berjauhan dengan kakak tetapi kakak sedang mengejar cita-citanya kan.
Maka di sinilah dia. Di lapangan luas dekat perumahan Derry. Ia meminta Derry untuk menjemputnya di depan gedung apartemen samchon. Dan meminta tolong untuk mengajarinya bersepeda motor.
"Kata Mark, kemaren Lo bolos?" Tanya Derry sembari mengaduk bubur ayamnya. Sarapan dulu sebelum menjadi coach untuk kaptennya. Derry berada di kelas IPA dua, satu kelas dengan Mark.
"Tadinya mau bolos pas pelajaran matematika aja. Tapi gue ketiduran sampai sore," jawab Lucas santai. Derry mengangguk, paham sekali dengan temannya yang sangat membenci pelajaran matematika.
"Lo tim bubur ayam nggak di aduk?"
"Gue nggak terlalu suka sama bubur. Makannya gue cuma makan toppingnya doang," balas Lucas sembari memilah topping ayamnya.
"Lo mau ikut sparingan futsal bentar nggak? Habis itu gue ajarin naik motor deh."
"Emang sama siapa aja?"
"Dejun sama Yohan nanti kesini."
"Yaudah atur deh."
Setelah memainkan permainan bola bersama teman-teman yang baru di kenalnya, pun Lucas merasa bahagia. Sejenak, ia bisa melupakan masalahnya. Lucas terduduk di tepi lapangan samping gawang. Memijat dadanya yang terasa sakit luar biasa. Sakit yang akhir-akhir ini sering dirasakannya tanpa memberitahu keluarganya.
"Lo kenapa?" Tanya Yohan sembari berjongkok di sampingnya. Yohan itu teman Derry dan baru di kenalnya tadi.
"Gapapa. Gue oke," jawab Lucas. Ia menatap balik Yohan sembari tersenyum.
"Nih minum dulu." Setelah memberikan sebotol air mineral, Yohan ikut berselonjor di samping Lucas.
"Thanks Yohan," ucap Lucas yang dibalas anggukan oleh sang empu nama.
"Panas banget padahal masih jam delapan."
"Panasnya cuma sebentar kok. Kan ini musim hujan pasti nanti mendung." Lucas mengangkat telepon dari bundanya.
"Adek, dimana kamu sekarang? Kata samchon kamu nggak pamit dulu perginya." Belum juga mengucap 'hallo' selayaknya telepon biasanya, bunda sudah mengomelinya. Salahnya juga sih.
"Futsal Bun."
"Dimana? Mau ayah jemput?" Itu suara ayah. Pasti ayah sudah berada di rumah.
"Ayah kapan sampai rumah?"
"Tadi malam."
"Nanti aja deh yah. Ini lagi seru-serunya."
"Besok kakak kamu berangkat Lo dek, nggak mau bantuin kakak beberes."
"Juno kan sudah besar yah, ngapain adek bantuin."
"Yang sopan panggil kakaknya dek."
Lucas mendengus sebal. "Iya ayah, adek maaf."
"Yaudah, nanti kalau mau pulang telepon aja, ayah jemput."
"Nggak usah yah. Adek nanti di antar Derry kok."
"Woy, jadi belajar nggak?" Teriak Derry yang sudah nangkring di atas motor Beatnya.
"Ayah, sudah dulu ya. Adek mau lanjut main."
"Hati-hati."
"Iya ayah." Telepon pun terputus. Ia tidak meminta ijin untuk belajar motor karena sudah pasti tidak di ijinkan.
"Lo anak rumahan juga ya? Gue kira Lo bebas-bebas aja."
"Nggak juga kok Han. Ayah sama bunda gue emang gitu. Gue ke Derry dulu ya." Setelah mendapat anggukan Yohan, Lucas beranjak menghampiri Derry.
"Nggak usah pakai teori. Langsung praktek aja," ucap Lucas ketika Derry sudah bersiap untuk menjelaskan.
"Yaudah langsung starter. Terus gas pelan-pelan dulu. Tangan yang kiri jangan lupa pegang rem."
Lucas mengikuti intruksi Derry dan tidak butuh waktu lama, ia langsung bisa menguasainya. Memang bakat menyetir dari ayah tidak bisa di ragukan lagi.
**
Mark, pemuda setengah bule itu tengah membantu Juno untuk beberes baju. Bukan membantu sih, lebih tepatnya menemani. Sedari tadi ia hanya memperhatikan saja tanpa membantu. Kemudian ia beranjak ke arah balkon kala mendengar suara sepeda motor masuk.
"Hahahaha muka Lo kenapa anjir," teriaknya sembari tertawa terbahak-bahak melihat Lucas yang tubuhnya di penuhi lumpur, sedang di mandikan bunda dengan kran yang biasa di gunakan untuk menyiram tanaman.
Juno yang penasaran pun ikut melihat. Dan tak beda dari Mark, ia juga tertawa terbahak melihat adiknya yang di mandikan bunda sembari mendapat Omelan.
"Adek mulai nakal ya. Siapa yang ijinin adek buat belajar mengendarai motor? Nggak ada kan? Lihat nih akibatnya, jatuh kelumpur. Nggak kasihan sama motornya Derry."
"Maaf bunda. Adek kan juga pingin bisa naik motor kayak kakak."
"Nanti ada saatnya adek bunda ijinin untuk naik motor. Adek masih kecil, belum tujuh belas tahun."
"Iya bunda, maafin adek."
"Bunda maafin tapi nggak boleh di ulangi. Sudah sana kamu masuk lewat pintu belakang ya, mandinya di lantai bawah aja. Nanti bunda bawain baju gantinya."
Lucas mengangguk patuh, kemudian berlari kecil menuju pintu belakang.
"Anjir si Lucas lawak banget."
"Lucas nggak ada cerita apa gitu sama Lo? Akhir-akhir ini dia kayak menghindari gue," ucap Juno.
"Nggak ada cerita apa-apa. Ngambek kali, mau Lo tinggal ke Jepang."
"Kenapa ngambek?"
"Ya karena nggak mau jauh-jauh dari Lo. Gimana sih kak, kok nggak peka banget."
Juno membalasnya dengan cengiran, sebelum akhirnya melanjutkan beberesnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Si adek yang jatuh ke lumpur
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.