***
Angkasa pagi ini ditemani dengan mendung yang sejuk. Matahari muncul dengan malu-malu serta kicauan burung gereja yang tidak teratur namun merdu, mengiringi pagi yang damai.
Tapi tidak dengan ricuhnya rumah keluarga Tata. Ketiga remaja berbeda umur itu tampak saling dorong mendorong di depan pintu toilet milik sang kepala keluarga.
Mereka, Kian, Juno, dan Lucas tengah mengantre untuk mandi air hangat disini karena saluran air hangat di lantai dua rusak dan belum di perbaiki."Gue dulu, gue ada matkul pagi."
"Adek dulu dong, yang gede ngalah."
"Gue duluan yang sampai sini ya." Juno menatap adik dan paman beda empat tahunnya dengan sinis.
"Gue."
"Gue duluan."
"Gue."
Cklek... Pintu terbuka, menampilkan ayah dengan handuk baju yang melilit tubuhnya, menatap ketiganya dengan heran.
"Kenapa rusuh di depan toilet?" Tanyanya.
"Mau mandi air hangat. Di atas rusak."
"Adek duluan ya yah." Lucas menatap ayahnya sembari mengedipkan kedua matanya. Tampak imut tetapi menjengkelkan bagi Kian dan Juno."
"Tapi kakak yang sampai duluan disini yah."
"Adek masuk dulu."
"Yes..." Lucas pun memasuki kamar mandi sembari mengejek keduanya dengan menjulurkan lidahnya. Membuat Kian dan Juno mendengus kesal.
"Ayah..." Juno menatap ayahnya dengan tidak terima.
"Kian kamu ada kuliah pagi?"
Kian yang sedari tadi diam pun mengangguk.
"Mandi di kamar mandi dekat dapur sana!"
"Anjir gue lupa kalau disana juga ada toilet. Oke kak thanks." Setelahnya, Kian ngacir duluan.
"Ayah..." Juno semakin merengek.
"Kakak, di lantai bawah kan ada tiga toilet. Kakak bisa ke toilet tamu kan."
"Tapi kakak yang sampai duluan kesini yah."
"Ngalah buat adeknya ya."
Juno tak menjawab. Ia hanya menghentakkan kakinya sembari berlalu dengan menggerutu. Ayah menatapnya sembari menghela nafas pelan.
Sementara di dalam, setelah menyelesaikan mandi, serangan itu datang. Jantung Lucas kembali sakit dan membuat empunya mengerang. Lucas menyalakan kran di wastafel agar ayah ataupun bunda tidak mendengar kesakitannya. Ia tidak ingin libur sekolah lagi karena sakit. Ia sudah cukup sering libur sejak vonis dokter itu.
Setelah dirasa sakitnya menghilang, ia membasuh wajahnya dan keluar dari kamar mandi. Di sambut dengan ayah yang tengah bermain ponsel diranjang."Seragamnya sudah ayah siapin tuh di sofa," ucap ayah sembari menunjuk sofa yang tak jauh darinya.
"Terimakasih ayah," ucap Lucas yang dibalas senyuman oleh ayah.
Setelah beberapa saat, mereka telah berkumpul di ruang makan. Berbagai hidangan tersaji untuk merayakan ulang tahun bungsunya, pun kepulangan sulungnya.
"Uwah.... Banyak sekali," pekik Lucas dengan semangat ia duduk di samping kakaknya yang hanya terdiam.
"Adek sudah merasa sehatkan? Beneran kuat buat sekolah?" Tanya bunda yang sibuk mengambilkan lauk pauk untuknya.
"Adek sehat banget bunda," jawab Lucas dengan senyum lebarnya.
"Syukurlah. Ini makan dulu. Kakak mau makan apa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Lu(C)As
FanfictionIni tentang si bungsu, yang hatinya sangat luas dalam menerima garis takdir sang pencipta. Kata orang hidupnya sangat sempurna. mari kita lihat, sesempurna apa hidup si bungsu.