50 - Red dress

17.3K 942 14
                                    

Sudah satu Minggu Kimora berkeliaran di rumahnya. Dan selama itu setiap harinya ada saja tingkah Kimora yang membuat Gio jengkel hingga darahnya mendidih.

Mulai dari makanannya yang terasa asin hingga hambar, laptop miliknya yang ditumpangi wine oleh Kimora dan yang paling parah adalah Kimora berhasil membuatnya bulak-balik masuk ke toilet karena obat pencahar yang sengaja Kimora masukkan ke dalam makanannya.

Semua itu adalah pelajaran berharga bagi Gio bahwa gadis itu harus dan wajib menjauh sejauh mungkin darinya. Hanya memikirkannya saja tubuh Gio sudah begidik akibat trauma. Wanita itu berbahaya untuk tubuhnya.

Belum selesai Gio membuang nama Kimora dari kepalanya, pintu kamarnya sudah berdecit dan terbuka.

"Apa lagi!" Hardik Gio marah saat Kimora masuk ke dalam kamarnya. Ia menatap horor wanita bergaun merah itu. Setiap Kimora berjarak kurang dari 2 meter ada saja masalah yang dibuatnya untuk merugikan Gio.

"Aku membuatkanmu susu." Kimora tersenyum manis dan bergerak maju.

"Berhenti disana! Aku tidak membutuhkannya, sebaiknya kau segera enyah!" Dengus Gio jengkel.

Kimora mengerucutkan bibirnya sejenak. Memasang tampang merajuk sebelum menggidikkan bahunya acuh. "Baiklah kalau kau tidak mau. Aku bisa meminumnya sendiri."

Mata Gio memicing, tentu saja ia cukup curiga pada susu itu.

Kimora menggoyangkan Susu itu di tangannya kemudian susu yang dicurigai berisi racun oleh Gio itu benar-benar diminum oleh Kimora.

Melihat Kimora meminum susu itu membuat Gio tanpa sadar menatap gadis itu dengan intens. Susu di gelas itu perlahan hilang masuk ke dalam tenggorokan Kimora hingga benar-benar tandas. Ada aliran susu melewati celah bibir merah gadis itu, mengalir sampai ke leher Kimora dan membuat gelenyar tersendiri bagi Gio.

Kimora tersenyum menatap gelas yang sudah kosong itu dan menjilat bibirnya sendiri untuk mengakhirinya.

"Rasanya manis sekali." Bibir merah itu kembali menyunggingkan senyum.

Tatapan mereka kembali bertemu dan Gio cepat-cepat mengalihkan pandangannya. Jakun pria itu naik turun membuat Kimora menatapnya dengan perasaan puas. Senyum culas tersampir di wajahnya.

"Kena kau." Desis Kimora tanpa suara.

"Aku sudah bilang keluar!" Baru saja Gio membentak tapi saat ia menoleh ternyata Kimora sudah melenggang pergi.

Gio mengerang frustrasi. Entah apa yang sedang Kimora lakukan. Tapi, jika gadis itu terus berulah dan terus menggodanya. Gio mungkin akan segera sampai pada batasnya. Meski tingkah Kimora menyebalkan dan sering membuatnya marah tapi tidak dipungkiri bahwa Gio lebih sering terhipnotis hingga terlalu mudah terlena oleh bujuk rayu Kimora yang berakhir merugikan dirinya sendiri.

Gadis itu mendekatinya hanya untuk membuatnya menderita.

Dan Gio membiarkan hal itu terjadi berulang kali.

-o-

Aslan keluar dari kamarnya dan disuguhi oleh pemandangan Kimora yang mengikat dasi milik Gio. Meski awalnya terlihat romantis tapi pada akhirnya Kimora akan menarik dasi itu hingga Gio tercekik dan Kimora akan memasang wajah khawatir sambil berucap maaf tapi sama sekali tidak mengendurkannya.

Aslan mendengus melihat keduanya. Kedua anak itu sama gilanya.

"Pagi, dad!" Kimora menyapa ramah Aslan terlebih dahulu dan menyiapkan kursi makan Aslan agar pria paruh baya itu dapat segera duduk dan makan dengan tenang.

Belum sempat Kimora mengambil kursi di sebelah Aslan, Gio sudah lebih dulu merebutnya.

"Hari ini aku yang akan duduk disini." Katanya mutlak.

Kimora menunjukkan wajah sinisnya pada Gio. Tidak Habis akal, ia mengambil tempat di sebelah sisi Aslan yang lain. "Tidak masalah ada banyak tempat disini." Katanya sebelum duduk di seberang Gio.

Aslan bersikap acuh pada sekitarnya dan memilih duduk dengan tenang sambil menikmati sarapan paginya.

"Ku dengar kau membutuhkan seorang sekretaris?"

Keduanya kompak menatap Aslan secara bersamaan.

"Aku bisa menyarankan—"

"Itu tidak akan pernah terjadi jika Kimora adalah saranmu." Dengus Gio sinis membuat Kimora menatapnya tajam.

"Aku tidak bodoh jika kau berpikir demikian!" Protes Kimora kesal, ia cukup mahir dalam akuntansi dan paham tentang bisnis maupun ekonomi karena ia memang banyak mempelajari itu.

"Aku sudah menempatkan kekasihku sendiri sebagai sekretarisku."

Kening Aslan berkerut. Ia baru mengetahui jika putranya sudah memiliki kekasih. "Kau punya kekasih?" Tanya Aslan Heran.

"Tentu saja." Jawab Gio dengan angkuhnya.

Kimora mendengus. Ingatannya kembali pada seminggu yang lalu. Ia kembali mengingat bahwa Gio memang sudah memiliki kekasih yaitu Amora. Adik kelasnya yang selalu bertingkah polos dan menyebalkan saat disekolah dulu. Kimora tidak yakin apakah ia masih menyukai Gio. Tapi setiap kali Gio membahas bahwa Pria itu memiliki kekasih. Ia merasa seperti tersentil.

"Apa tidak ada lowongan untuk Kimora. Kimora cukup mahir dan ia sedang membutuhkan uang untuk kembali ke keluarganya."

Gio terdiam. Niat awal ingin sarapan sekarang pupus seketika. Ia sudah tidak berselera makan lagi.

"Tidak bisakah kau membantu Kimora satu kali ini." Pinta Aslan merendahkan diri.

Gio menatap Kimora yang menatapnya dengan penuh antusias. Gadis itu mengerjapkan matanya dengan bola mata yang berseri.

Dasar rubah. Batin Gio bergejolak. Entah apa lagi yang akan gadis itu lakukan kali ini.

"Tidak ada tempat kosong. Lagi pula untuk ukuran wanita penggoda sepertinya bukankah mudah mendapatkan uang hanya dengan membuka kakinya selebar mungkin."

Senyum di wajah Kimora lenyap seketika. Mata binar itu pun ikut lenyap berganti tatapan permusuhan yang berapi.

"Kau tidak pantas menghinaku!" Desis Kimora marah. Ia hampir melupakan perannya karena ucapan Gio kali ini tidak dapat ia maafkan.

"Bukankah selama ini kau tinggal mengadahkan tangan pada ayahku dan ia akan memberikan semua yang kau minta. Kau pikir aku tidak tahu dari mana uang yang kau gunakan untuk membeli semua baju jalang itu."

Kimora tersenyum kecut. Benar inilah kenyataannya. Ia menyesal sempat merasa sedikit cemburu karena Gio sudah memiliki kekasih.

"Kau benar. Aku memang jalang. Sekarang cepatlah pergi ke kantormu agar aku bisa membuka lebar kakiku pada ayahmu!" Dengus Kimora membalas tanpa mengelak.

"Kau benar-benar jalang, Kim!" Marah Gio. Nafas Gio memburu, kedua anak manusia itu beradu pandang dengan ego yang sama kuatnya.

"Ya, itu aku." Jawab Kimora dengan penuh percaya diri.

"Silahkan! Lakukan semaumu. Nikmati permainanmu sendiri sampai kau muak!" Gio menarik diri. Ia meninggalkan sarapannya yang sama sekali belum tersentuh dan memilih undur diri terlebih dahulu.

Seperginya Gio dari sana Kimora tampak murung dan membuang nafasnya berkali-kali.

"Kurasa sudah cukup bermain-mainnya, Kim."

Kimora mendongak menatap Aslan dengan wajah kelelahan.

"Aku akan membantumu kembali pada keluargamu." Lanjut Aslan tegas.

"Kau mengusirku, Dad?" Dengus Kimora sedikit kesal.

"Aku harus menghentikanmu bermain-main dengan putraku. Dia bukan pria penyabar, Kim."

Kimora menunduk. Ia mengerjapkan matanya berulang kali, memikirkan perkataan Aslan sebelum akhirnya ia mengangguk setuju. "Baiklah."

-o-

Aku Up double karena lama gak Up. Ok! Pantengin aja dulu.

Sin of obsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang