Saat itu usia Gio masih sangat muda. Anak laki-laki yang penuh dengan semangat dan rasa ingin tahu yang tinggi. Belum lagi jiwa bersaing dan selalu ingin menang sudah tertanam sejak dini. Semua hal yang dilakukannya selalu memukau dan menerima banyak pujian.
Gio yang pintar.
Gio yang jenius.
Anak seribu bakat.
Pembawaannya yang elegan dan penuh percaya diri membuatnya mudah bergaul di kalangan elit hampir di semua usia. Sifatnya yang penuh energik dan berkharisma juga sering membuat orang terkagum-kagum layaknya ia seorang bintang.
Semua orang menatap kagum padanya. Memuji-muji semua hal yang ada padanya. Aslan selaku orang tua tunggal pun sangat bangga akan hal itu. Meski membesarkan Gio seorang diri, nyatanya ia berhasil.
Yah setidaknya itulah yang ia pikirkan sebelum melihat bagaimana Gio hampir menyelakai seorang anak dalam perlombaan lari cepat. Bagaimana mata kepalanya melihat bagaimana liciknya Gio menjatuhkan lawannya saat hampir mencapai garis finish.
Terlalu cepat dan halus.
Hanya orang yang memiliki mata jeli dan teliti yang bisa melihat kecurangan itu. Sayangnya itu terlalu cepat jadi sulit menyadari hal itu. Tapi Aslan melihatnya. Bagaimana putranya itu menendang batu hingga terlempar tepat dibawah kaki anak itu saat melangkah hingga anak itu terjatuh dengan kepala menghantam race, sementara Gio tetap melanjutkan larinya sampai ke garis finish.
Sebelumnya Aslan tidak mau berburuk sangka terlebih pada putranya sendiri. Tapi ketika melihat Gio menatap anak itu dengan raut wajah datar sebelum menunduk untuk menyembunyikan seringainya, barulah Aslan menyadari nya.
Putranya sengaja.
Aslan berpikir kenakalan Gio hanya akan berakhir disana. Itu hanya karena putranya tidak bisa menerima kekalahan.
Tapi saat ulang tahun putranya yang ke 9 tahun. Aslan kembali dikejutkan dengan Gio yang sudah menggenggam hamster yang baru saja ia jadikan Kado untuk putranya. Itu akan terlihat normal jika saja hamster itu tidak mati.
"Gio!" Panggil Aslan terkejut saat Gio memasukkan hamster mati itu ke dalam kandang dan segera menutupnya.
"Aku benar-benar menyukainya, Dad. Tapi ia mencoba kabur dariku." Gio masih belum menatap ayahnya sibuk mengisi wadah pakan hamster itu dengan makanan baru.
"Dia menggigitku." Gio menunjukkan luka gigitan hamster itu pada ayahnya.
"Tapi dia sangat lucu sampai aku tidak bisa menahannya." Matanya memandangi telapak tangannya yang sedikit terkena bercak darah dari mulut hamster itu.
Aslan melirik dua pelayan yang berada disekitar Gio. Kedua pelayan itu tampak berkeringat dingin dan melirik Aslan takut.
Malamnya saat kedua pelayan itu ditanyai, keduanya hanya saling melirik untuk waktu yang lama. Entah karena gugup atau takut. Akhirnya setelah Aslan terus membujuk keduanya, mereka akhirnya mau bercerita jika Gio sengaja mencengkram hamster itu sampai mati dalam genggaman tangannya.
Menurut pengakuan kedua pelayan itu. Gio selalu marah jika suatu hal tidak sesuai dengan keinginannya atau tidak berjalan sesuai kehendaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sin of obsession
Storie d'amoreSeseorang menekan tubuhnya dan menempelkan tubuhnya pada Kimora hingga nafas keduanya memburu saling bersahut. "Kau terlambat, Kim." Suara itu terdengar serak dan dalam. Tubuhnya yang setengah polos semakin ia tempelkan pada tubuh Kimora. Menikmati...